Bel sekolah berbunyi, menandakan pelajaran terakhir selesai tanda murid sudah diperbolehkan untuk pulang.
Bara tampak buru-buru membereskan semua buku pelajaran yang masih berantakan diatas mejanya. Rencananya, hari ini ia akan menunggu Alena didepan gerbang sekolah, menawarkan untuk pulang bersama.
Tidak usah terlalu memikirkan Zahra, sebelum melakukan rencananya, Bara sudah izin terlebih dahulu kepada sang pacar. Dan untungnya Zahra memperbolehkannya.
Maka Bara pikir sudah tidak ada hambatan lagi yang akan menghalanginya.
"oi, jadi basket nggak?" Tanya Rio.
"gue skip dulu deh hari ini,"
"lah, kenapa?" Tanya Rio dengan muka penasaran.
"mau nunggu Alena dulu, takut keburu pulang anaknya. Gue duluan ya," jawab Bara sembari menepuk pundak temannya.
****
Bara telah berdiri di depan gerbang sembari mengedarkan pandangannya mencari gadis yang sedang ia tunggu. Bara melihat arloji nya sudah menunjukkan pukul setengah tiga, yang artinya sudah tiga puluh menit Bara berdiri disana, namun Alena tak kunjung terlihat.
"ngapain lo masih di sekolah?" tanya seorang gadis dari balik punggung Bara dengan nada tidak santai.
"mau tau aja lo." cibir Bara.
"dih ya udah sih, basa-basi aja gue."
"Nungu Alena, lo lihat dia nggak?" Tanya Bara dengan nada terpaksa.
"udah pulang dari tadi," jawab Kinan singkat.
"emang nggak bareng sama lo?" lanjutnya.
Bara menghela nafas lalu menggeleng, "nggak. Ya udah gue balik duluan," pemuda itu lalu mendahului Kinan yang masih terdiam di tempat.
Kinan tampak bingung melihat wajah Bara yang tiba-tiba murung. Dirinya juga baru tersadar, belakangan ini Alena terlihat menyendiri terus, biasanya kalau bukan Alena yang ke kelas Bara, Bara yang ke kelas Alena untuk pergi ke kantin bersama.
Entahlah, dari pada penasaran lebih baik tanyakan langsung saja Pada Alena besok.
****
Angkutan umum itu berhenti tepat didepan gang rumah Alena. "Makasih ya pak."
Alena memeriksa kantong jaketnya, masih ada uang dua puluh ribu, ia rasa cukup untuk membeli bahan masakan untuk makanan nanti malam.
"masak apa ya enaknya?" Tanya Alena pada dirinya.
Setelah bergutat pada otaknya, gadis itu akhirnya memilih untuk masak kesukaan adiknya.
"Makasih ya Bu," ucap Alena pada ibu penjual tempe dan tahu. Semua bahan sudah dibeli olehnya di pasar dekat rumah Alena.
Ia melangkahkan kakinya menuju rumah dengan ceria, hari ini tidak begitu berat baginya. Ya walaupun ada sedikit masalah di kantin sekolah tadi.
****
Sesampainya dirumah, ia bergegas pergi ke kamar untuk berganti pakaian, lalu melanjutkan kegiatan memasak.
Ia sudah hafal, di jam-jam segini adiknya pasti sedang mengaji di masjid dekat rumahnya.
Maka tak ingin membuang-buang waktu, Alena buru-buru memasak, agar sang Adik ketika pulang, makanannya sudah siap disantap.
"Assalamualaikum.. Kak Enaaa.. Aim pulang!!" Ucap Ibrahim adik Alena yang masih berusia enam tahun itu.
"Waalaikumsalam Aim.." balas Alena, lalu Aim mencium tangan sang kakak.
"Aim laper nggak? Kak Ena udah masak loh! Yang pasti nggak seenak masakan mamah, tapi Semoga Aim suka ya?" ujar Alena canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTBEAT
Teen FictionSeorang gadis yang merasa dirinya selalu tidak mendapatkan kebahagiaan bahkan dalam hal sekecilpun dia belum bisa merasakan. Bersikap dewasa setiap harinya, tidak pantang menyerah. Dan selalu bersyukur setiap masalah yang di alaminya.