Derasnya hujan pada malam itu tidak membuat Alena menyerah untuk sekedar menumpahkan semua rasa sakit yang diciptakan oleh seorang laki-laki dihadapannya saat ini.
Alena terus menatap kedua mata Bara yang tengah menunduk, walaupun air hujan terus menusuk matanya.
"Gue minta maaf, Al." Ungkap Bara merasa bersalah.
"Dari dulu Lo cuma bisa ngeluarin kata maaf, tanpa mau merubah sifat lo Bar!!" Ucap Alena, dahinya berkerut marah dan terluka. Kali ini emosinya sudah sampai di puncaknya.
"Disaat lo sakit, yang selalu di samping lo siapa hah? Pacar lo yang sekarang? Disaat lo lagi ada masalah, yang bantu selesain siapa? LO NGGAK PERNAH ANGGAP GUE ADA BAR!!" Teriak Alena, peduli setan! Terserah mau semua orang dengar suara dia ataupun tidak.
"Lo tau? Saat itu gue lagi berjuang sama problem gue, saat itu gue hampir mau akhirin hidup gue karena gue udah bener-bener nggak sanggup ngelewatinnya! Sendiri.. SENDIRI BAR! LO KEMANA WAKTU ITU!!?? GUE SAAT ITU LAGI BUTUH SEMANGAT LO! GUE NGGAK SEKUAT ITU, HARUSNYA LO TAU BAR!!" tangis Alena pecah.
"Gue harus apa buat dapatin maaf Lo Al? Gue bener bener nggak tau Lo waktu itu butuh gue." Ucap Bara mencari pembelaan.
"Gue muak banget sama kata maaf Lo, gue capek banget, gue kecewa, Lo tau gue nggak akur sama orang tua gue,"
"malam itu gue hubungi Lo berkali-kali dengan tangan yang udah ngak kua untuk megang sesuatu, gue dipukulin bokap gue yang lagi mabuk, cuma karena gue nggak bisa beliin dia rokok, karena gue emang lagi nggak ada uang! Uang gue abis buat bayar makan dan bayar sekolah Adek gue." ujar Alena, sesak dadanya semakin menjadi kala ia menginat kembali masalah yang ia derita sampai sekarang. Air mata Alena terus menerus keluar ikut mengalir bersama air hujan yang turun semakin deras.
"Gue berusaha kabur dari rumah, itu bukan rumah gue, itu penjara yang terpaksa harus gue tinggali, karena emang nggak ada lagi tujuan gue untuk pulang."
"Gue kerumah Lo, gue ketemu nyokap Lo, katanya Lo lagi keluar mau nemuin Zahra gebetan Lo, ya kan?"
"Iya."
Alena tertawa pelah kemudian meludah, "nggak penting, nanti juga baik lagi dia."
Bara mengangkat kepalanya, terkejut dengan apa yang diucapkan sahabatnya itu.
"Lo? Lo disana?" tanya Bara terbata-bata. Jantungnya berdetak lebih kencang karena rasa bersalahnya semakin bertambah.
"Iya, dengan santainya Lo bilang gue nggak penting di depan Zahra waktu itu, Lo bilang gue bisa ngatasin masalah gue sendiri sekalipun Lo tau itu masalah yang paling gue takuti seumur hidup."
"Lo brengsek Bar, Lo orang paling brengsek yang pernah gue temui setelah ayah."
Satu tamparan lolos mendarat di pipi Bara.Bara tidak merespon, ia merasa pantas mendapatkannya.
"Itu tamparan pertama dan terakhir buat Lo dari gue sekaligus ngewakilin gimana sakit hatinya gue, mendengar semua perkataan sampah Lo!"
"Gue stop disini," lirih Alena.
"M-maksud Lo?"
"Hidup masing-masing Bar, ayo saling nggak kenal." kata Alena sembari melepaskan kain yang terikat di lehernya, sebuah tanda persahabatan yang sudah berusia lima belas tahun itu.
"Gue nyerah, Lo bisa hidup tanpa bantuan gue. Lo bebas sekarang, nggak bakal ada yang ganggu Lo lagi."
"Jangan bercanda Al, Lo bercanda kan?" tanya Bara berusaha menolak pemberian barang dari Alena.
"Terserah Lo, gue udah nyerah. Lo udah punya semuanya termasuk orang yang Lo suka, Lo udah nggak butuh gue lagi, Bar. Tugas gue jadi sahabat plus orang yang selalu ada buat Lo, udah selesai. Thanks bar, Lo manusia yang bikin gue ngerasain happy ending walapun harus ngerasain sakit hati juga." Ucap Alena mengusap wajahnya lalu membuang kain itu ke tanah. Kemudian meninggalkan Bara sendirian di taman dengan hujan yang tak kunjung berhenti.
next new chapter!
IG : sitiaisyah1917
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTBEAT
Teen FictionSeorang gadis yang merasa dirinya selalu tidak mendapatkan kebahagiaan bahkan dalam hal sekecilpun dia belum bisa merasakan. Bersikap dewasa setiap harinya, tidak pantang menyerah. Dan selalu bersyukur setiap masalah yang di alaminya.