"Loh, Bu, kok saya?! Kenapa harus saya, Bu??"
"Tidak ada tapi-tapian, pokoknya lusa harus sudah siap menggantikan Viola untuk persiapan simulasi mendatang," ujar guru muda berkacamata cokelat itu.
Mata Liora berputar mengikuti Diran yang juga tengah mengitari ruang guru untuk mengambil beberapa berkas dan buku-buku. Gadis itu mendengus pelan memikirkan liburannya akan batal karena hal mendadak seperti ini.
"Tapi kenapa harus saya, Bu? Kan masih ada Rega yang juara satu di kelas, dia juga rajin dan aktif, paket komplit deh pokoknya," ucap Liora berusaha meyakinkan Diran yang masih kekeuh dengan keputusannya.
Diran menatap anak muridnya itu sembari melipat tangan di dada. "Ada satu hal yang tidak dimiliki Rega, yang mana kamu punya hal itu."
Liora mengerutkan kening. "Saya? Kelebihan saya dari Rega cuma satu, Bu. Masa iya karena saya suka utang di ibu kantin, kan nggak mungkin," ujar Liora diakhiri dengan kekehan.
Guru muda itu membetulkan posisi kacamatanya, dia sudah lelah meladeni Liora yang sejak setengah jam yang lalu tak henti-hentinya mengoceh. Diran menyerahkan dua buah buku dan satu lembar identitas Viola yang sudah dirangkap rapi kepada Liora.
"Seharusnya kamu senang dong, siswa lain tidak bisa tau gambaran dari soal ujian akhir nanti, tapi kamu punya kesempatan itu malah ngomel-ngomel," ujar Diran.
Gadis itu memegang buku dan kertas yang diberikan Diran, lalu mengigit bibir bawahnya tanda gelisah. Sementara Diran semakin pusing dengan Liora yang belum juga beranjak dari sana, gadis itu justru menunduk dan menggoyangkan tubuh kecilnya.
"Sebagai ganti libur, setelah simulasi selesai ibu akan ajak seluruh peserta simulasi untuk jalan-jalan, gimana?"
Air muka Liora berubah seketika, ada binar di mata bulatnya, kakinya bahkan melompat kecil. "Serius, Bu?"
"Iya, hitung-hitung refreshing."
"Ah, ibu Diran bisa aja. Yaudah saya ke kelas dulu ya Bu," ucap Liora berpamitan.
Diran terkekeh, "dasar anak jaman sekarang, banyak maunya."
Dari meja di bagian pojok kanan ruang guru, seorang lelaki sebaya dengan Diran menaikkan alisnya tanda bertanya. Lalu Diran mengangguk dan mengacungkan jempolnya. Kedua guru itu melakukan tos dari jarak jauh mengingat misi meyakinkan Liora telah berhasil.
***
Pulang sekolah yang mendung, Liora menarik salah seorang temannya menuju lorong koridor yang sepi. Wajah cemberut dan kesalnya terlihat sangat jelas. Bahkan dia tak peduli dengan seseorang di belakangnya yang mengaduh saat ditarik begitu saja.
"Apaan sih, Ira! Main tarik-tarik aja," protes Viola.
"Ini tuh gara-gara lo tau nggak! Ngapain sih lo bolos segala? Lo udah dipilih buat ikut simulasi, malah minta libur! Ini tuh namanya pemaksaan tau," ujar Liora kesal.
"Suka-suka gue lah, ngapain lo ikut campur? Tumben amat ngatur hidup gue," jawab Viola tak peduli.
"Jelas gue ikut campur, gue dipilih buat gantiin lo. Yang artinya waktu liburan gue gagal," ucap Liora.
Gadis yang lebih tinggi menatap Liora dengan penuh rasa iba. "Aduh maaf ya, Ra. Sekaligus makasih udah mau gantiin gue."
"Lo mau kemana! Viola! Woi tiang!"
"Gue mau nongkrong sama temen-temen gue, emangnya lo nggak punya temen!"
"Sembarangan lo, awas lo yaa!!!"
Liora menghentak-hentakkan kakinya di atas lantai koridor, dia semakin kesal melihat Viola yang dengan sombongnya pergi begitu saja. Sejak awal, hubungan Liora dan Viola memang tidak begitu baik. Sama-sama julid, haduh.
Dia menatap lembar kertas identitas di tangannya. Viola Riswandini, nama yang selama ini selalu dia sebut dalam doa agar tidak merecoki kehidupannya yang damai. Liora menghela napas, berusaha pasrah dan menerima keadaan yang menimpanya.
Ponselnya berdering menandakan panggilan video masuk, gadis itu segera mengangkat dan memosisikan ponsel di depan wajah.
"Hai, sayang. Udah pulang kan?"
"Hai, Mah. Iya Ira udah pulang kok ini," ujar Liora menjawab kalimat ibunya di seberang sana.
"Kenapa itu kok mukanya kusut begitu? Tunggu di sana, mamah kesana jemput kamu ya."
"Ira naik ojek online aja, Mah. Atau naik bus deh."
"Eh, nggak-nggak. Tunggu sebentar, mamah otw deh ini." Dari layar ponsel, dapat Liora lihat ibunya yang mengambil tas dan menuju parkiran.
Liora terkekeh, ibunya itu memang sangat manis. Tak lama, panggilan video itu terputus. Ibunya meminta Liora untuk menunggu di depan sekolah. Saat dia melewati parkiran, Diran juga di sana, sedang berbicara dengan seorang lelaki yang merupakan siswa sepertinya.
"Kayanya itu anak disuruh simulasi juga deh, kasian ya, gue juga kok," ucap Liora menguatkan diri sendiri.
Mobil hitam mengkilap sudah tiba tepat di hadapan Liora, kaca mobil itu terbuka, menampilkan sosok ibunya yang tersenyum lebar menyambut kepulangan nya.
"Ira sayang, ayo masuk, kita makan siang dulu nanti ya," ucap Brita dari dalam mobil.
"Iya, Mah. Ira laper nih," jawab Liora. Dia memasuki mobil dengan penuh rasa lega. Berada di dekat Sang ibu ibarat memasuki rumah yang paling tenang.
"Mau makan apa? Ayam geprek kesukaan kamu tadi Mamah liat buka tuh, mau makan di sana?"
"Mauuu, ayo ke sana, Mah."
***
"Jadi, kamu nggak mau ikut simulasi itu?" tanya Brita sambil mengolesi makser wajah ke wajah anaknya.
"Ira bukan nya nggak mau, tapi ini terlalu tiba-tiba, Mah."
"Terlalu tiba-tiba atau karena yang kamu gantiin itu adalah rival kamu?"
Liora menatap ibunya dengan cemberut, dia membiarkan wajahnya diolesi masker, sementara dirinya merebahkan tubuh di sofa dengan kepala di pangkuan Brita.
"Mamah bener kan?" Brita tersenyum maklum melihat tidak ada respon dari putrinya.
"Sayang, pertemanan itu beragam, tapi jangan jadikan keberagaman pertemanan itu sebagai penghalangan dalam pendidikan kamu."
"Kalau Viola nggak mau ikut simulasi, masa sih kamu juga ikut-ikutan nggak mau? Katanya nggak mau disamain sama Viola," ucap Brita meyakinkan.
"Iya deh, Ira bakal coba sebisa mungkin," jawab Liora.
"Nah, gitu dong."
"Sini gantian mamah aku pakein masker," ujar Liora bersemangat.
Mereka bergantian posisi, Brita yang merebahkan diri dan Liora yang mengoleskan masker ke wajah Brita. Ini sudah menjadi salah satu hal yang selalu dilakukan setiap minggunya, berhubung di rumah minimalis itu hanya ditempati oleh ibu dan anak saja.
Dua potong timun menjadi penutup hari bagi Liora. Dibiarkan nya timun itu menutupi kedua matanya, Brita dengan cepat mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur, tak lupa aroma terapi yang dinyalakan semakin membuat malam Liora menjadi sempurna.
Melihat anak kesayangan nya tertidur, Brita menutup jendela yang masih terbuka, sebelum menutupnya dia memandangi langit dan berandai. Malam itu, jika saja Andhi masih bisa ikut dalam keharmonisan Brita dan Liora, maka Brita yakin, Liora akan memiliki keluarga yang sempurna.
...
Hi, aku Vinaa.
Ig : @_vinadavv
Tiktok : @vinadavv

KAMU SEDANG MEMBACA
MOUSE ; JaeMinju [TELAH TERBIT]
Teen Fiction❝ Maaf, aku telah salah memilih perahu dalam pencarian samudra bernama "kamu". ❞ Gara-gara kemalasan Viola yang bolos mengikuti simulasi ujian sekolah, Liora menjadi terseret untuk menggantikan posisinya. Dia harus memakai identitas palsu milik Viol...