O U R [1st]

3K 181 3
                                    

Our Chalongrat [JaFirst]
...

Kubangan air bercampur tanah di tengah trotoar tak rata di injak begitu saja, tanpa sedikitpun memikirkan bagaimana nasib sepatu putih yang melekat pada tungkai.

Langkah yang di ayun lurus, sedangkan pandangan entah melayang ke mana.

Awan mendung pasca hujan masih tampak kukuh tergantung di atas langit, hingga membuat banyak orang tak menyadari bahwa senja sejatinya telah tiba tanpa di duga.

Angin dingin membelai tengkuk, pertengahan minggu yang suram. Padalah, pagi tadi matahari muncul sekilas saat First memutuskan untuk mangkir dari aktivitas sekolah setelah mobil supir pribadi keluarga yang bertugas mengantarnya berangkat sekolah tak lagi terlihat.

First benci sekolah, selain tugas yang menumpuk tempat itu hanya menjadi sarang bagi para penindas yang kejam.

Bahkan ia membenci hidupnya.

Dan disinilah ia sekarang. Berjalan bagai orang lunglai dengan keadaan basah kuyup setelah hampir seharian penuh melakukan banyak hal di jalanan sebelum hujan pada akhirnya ikut melengkapi segalanya.

Satu hari yang amat berharga, dan sudah di pastikan ia harus menunggu satu minggu lagi agar dapat melakukan hal serupa.

Helaan nafas di hembus panjang, ayunan langkahnya di buat sepelan mungkin, karena langkah kakinya ini hanya akan membawanya kian dekat pada sumber keresahan hatinya yang lain.

Ayahnya jelas akan murka. Belum lagi sudah di pastikan akan ada drama besar yang di buat ibu tirinya.

“Andai aku tak perlu pulang.”

Sejatinya ia ingin mati saja—tapi entahlah, seseorang yang cukup istimewa selalu membuatnya berpikir dua kali untuk pergi.

Our Chalongrat

First menengadah tinggi-tinggi, menatap hamparan atap sebuah rumah bergaya modern megah tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Hanya tersisa beberapa meter lagi untuk sampai pada gerbang tinggi kediaman keluarganya.

First hanya berharap ayahnya tak berada di rumah, sehingga ia bisa meloncat ke atas tempat tidurnya tanpa halangan atau drama apapun.

Sepi.

Apa hatinya bisa merasa tenang sekarang? Sepanjang jalan perumahan kedua iris kelabunya tak menemukan keberadaan bodyguard kepercayaan ayahnya.

Itu bagus! Setelah termenung cukup lama, First memutuskan melanjutkan langkah. Sesekali menyapu peluh yang menggelayuti kening dengan deru nafas yang memburu keruh. Ia berlari tanpa fokus yang benar, sehingga siluet sosok tinggi di depan pelataran rumah megah yang berdiri tepat di samping tempat tinggalnya langsung menyita antensinya.

“Sudah berapa kali ku katakan jangan nakal.” Suara sosok tinggi itu ... terdengar begitu candu dan telah lama di rindu.

Phi Ja!” First memekik sebelum ayunan langkahnya di bawa mendekati sosok pria bernama Ja yang tampak berkacak pinggang di depan sebuah gerbang.

Pandangan mata First memburam sebab air mata mulai memenuhi pelupuk mata. Tubuhnya di biarkan luruh bertumpu lutut tepat di hadapan Ja. “Kenapa lama sekali pulangnya?”

Ja menggeleng dengan senyum tipis. Berjongkok tepat di depan First yang sedang tersedu lirih. “Hanya tiga hari.” Ja mengelus pucuk surai remaja manis di hadapannya halus, “baru tiga hari, dan kau sudah berbuat ulah.”

First masih betah dalam isakannya, berusaha mati-matian menahan diri agar ia tak memeluk phi Ja. Seluruh pakaian yang melekat pada tubuhnya basah kuyup, ia hanya tak mau membuat phi Ja ikut menjadi basah.

Our Chalongrat [JaFirst] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang