O U R [5th]

941 117 6
                                    

Our Chalongrat [JaFirst]
...


"Sebentar, biar mae ambil lagi air hangatnya."

Sayup, namun First seperti dapat mendengar suara lembut seorang wanita yang begitu familiar. Angin dingin yang terakhir kali terasa mendekap tubuhnya saat ia hampir mati di depan gerbang, entah bagaimana bisa berubah terasa menjadi jauh lebih hangat.

Nyeri pada kening membuat kedua netranya tak bisa bergerak leluasa.

Akan tetapi dalam keterbatasan kesadaran, First cukup mampu merasakan sentuhan halus yang terus membelai punggung tangannya. Hingga beberapa menit berlalu, pada akhirnya ia sanggup mengumpulkan tenaga untuk benar-benar membuka mata.

Langit-langit dengan sentuhan karya lukis awan dan langit pertama kali menyapa penglihatan. Jika sudah seperti itu, First tak harus susah-susah menebak sedang ada di mana ia sekarang.

"First! First, bisa mendengar suara phi?" Hadirlah suara Ja kemudian. Menggema dari sisi kiri di mana First sedang berbaring sekarang.

First tak berniat menjawab, kembali mengatupkan kedua matanya yang mulai basah karena air mata.

"First ada yang sakit? Mana yang sakit sayang?." Ja mendekap tubuh kurus First lekas. Membenamkan kepala si manis pada dadanya. Ia jelas kalang kabut melihat First tiba-tiba menangis. "Ayo kita kerumah sakit saja." Ja benar-benar khawatir! Bagaimana bisa saat baru saja pulang dari rumah sakit, ia di beri sebuah pemandangan tubuh First yang tergeletak tak berdaya di depan gerbang rumahnya.

First terlihat rapuh dengan posisi terduduk memeluk lutut.

Wajah anak manis itu sampai tak memiliki rona sama sekali, dengan tubuh lemas bersuhu tinggi.

"Hiks ..."

"Nong, mana yang sakit?." Ja semakin mengeratkan rengkuhannya. "Katakan First ... jangan seperti ini."

"P-phi Ja sakit hiks," lirih First. "Sakit sekali, mereka menyakiti hatiku."

Jika sudah seperti ini, Ja bahkan tak perlu lagi menerka apa yang sedang First alami. Masalah keluarga First sudah bagaikan makanan sehari-hari yang selalu menyapa rungunya. Ja memilih tetap diam, dengan tangan yang tanpa henti memberi usapan pada punggung si manis.

"P-pho mengurung ku selama tiga hari. Aku ketakutan."

Ja menekan gejolak tangisnya. Merutuki apa yang sudah terjadi! Mengapa ia sampai sebodoh itu hingga lupa menjamah ponselnya selama berada di rumah sakit.

Lihat apa yang sudah kau lakukan bodoh! Adik kesayangan mu sampai sehancur ini.

Pasti amat sulit bagi First.

"Apa pho memarahi phi lagi?" tanya First. Karena menurutnya, Ja sulit di hubungi pasti karena larangan dari ayahnya. "A-apa pho mengancam Mae dan phi lagi?" First terisak keras. Menyayangkan setiap perilaku buruk ayahnya pada keluarga Suansri yang telah memberinya kehangatan.

"Tidak First. Tuan Novsamrong tidak melakukan apa-apa pada phi dan mae. Sudah jangan di pikirkan lagi." Melihat First menangis adalah hal paling menyakitkan bagi Ja.

"Aku takut phi ... jangan tinggalkan aku." Rasa takut selalu datang di kepala First. Membayangkan tiba-tiba Ja memilih menjauh dari kehidupannya karena ancaman dari ayahnya.

"First ..."

"Jangan kemana-mana."

"First, dengarkan phi," Ja menangkup wajah First halus. Menatap sepasang netra kelabu itu dalam-dalam. "First percaya pada phi bukan?"

Our Chalongrat [JaFirst] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang