Karina betul-betul benci cerita picisan—pengecualian untuk Peter Kavinsky dan Theodore Lawrence, mereka masuk akal soalnya—apalagi sejenis plot barang tertukar atau adegan tabrakan yang berujung pertemuan lain kemudian jatuh cinta dengan cara konyol. Gak, Karina jelas punya akal sehat dan gak mau terjebak dengan pola pikir seperti itu.
Tapi, pertemuannya dengan Asta seharian ini membuat matanya terbuka. Kalau apa yang diceritakan FTV memang disadur dari realita, bedanya Karina justru muak melihat ketengilan kating calon penghuni abadi kampusnya.
“Waduuh, siapa niih?” Pertanyaan yang diberikan Asta juga khas warga rawa-rawa alias buaya darat sejati. “Lo bilang gue gak boleh nyamperin lo. Jadi, maksudnya tuh elo aja yang nyamperin gue?”
Demi alek, Karina betulan pengen mukul kepala Asta pakai mangkok abang bakso sekarang juga.
“Hoi, sakeudap! Ini tuh apaan sih maksudnya? Kalian bedua janjian apa gimana sih?!”
Jibril berdiri di antara Asta dan Karina yang berjarak cukup jauh. Wajah keduanya kontras, bagai laut dan padang pasir. Gersang dan Cerah. Bisa ditebak wajah siapa yang suram banget kan?
Laki-laki berambut ikal itu menunjuk bahu Asta cukup kencang dengan telunjuknya. Tak lupa ekspresi julid ikut menyertai. “Aih gelo emang maneh, Astajim! Pan udah gue bilang, jangan macem-macem sama si Karina!”
“Gue gak macem-macem dih!” Namanya juga Asta, ada saja balasannya. “Ya kan, Karina?”
Pertanyaan gak jelas itu ditanggapi kerutan di dahi Karina.
“Ora jelas maneh mah,” tutur Jibril ketus. Senyumnya muncul kala menghadap Karina. “Karina tumben malem-malem keluar sendirian. A' Jago ka mana?”
“Ada kok orangnya di rumah. Kang Jibril ngapain deket sini? Masa iya jauh-jauh cuma mau makan bakso doang.”
Ditilik dari obrolan dan cara mereka bicara, udah gak diragukan bahwa Jibril pasti sudah berhasil memecahkan tembok pertahanan gadis asal Dago satu ini. Bagaimana bisa? Biasanya orang diajak ngobrol sebaris aja langsung emosi sama anak itu.
Asta gak mau berpikir aneh saat sadar Karina tau Jibril punya pacar, tapi lihat mereka sekarang sih pikirannya mau gak mau travelling. Gestur sopan, suara yang lembut, ditambah senyuman yang tak kunjung luntur pada Karina. Kayaknya cuma orang gila yang gak akan mengira teman baiknya itu naksir atau pernah naksir sama Karina.
“Tadi tuh rencananya mau ajak si Amay, Rin. Da cuma ceuk nyana suruh tunggu di sini wae bareng si jore (jelek) nih.”
“Heh, gue tau ya jore artinye ape!”
“Malah bagus dong kalo tau, jadi urang teu kena dosa ghibahin orang.”
Asta mendesis pelan, “Brengsek.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Playdate
General Fiction"Karina, you are the moon. My moon." "Yes, Asta, because you are the sun. My sun. We're far enough to cross each other's path, so let us stay this way." Cerita tentang Asta, mahasiswa psikologi yang kelakuannya bikin sakit jiwa dan Karina si Ratu Te...