3. Perkara Uang Jajan

14 0 0
                                    

Di suatu pagi yang tenang, namun pagi yang tenang tidak berlaku di rumah keluarga Atmawijaya. Bagaimana tidak, si bungsu Atmawijaya sudah mengeluarkan sumpah serapahnya pada sang kakak di pagi hari ini. Pemicunya hanya gara-gara uang jajan. Banda meminta uang jajan lebih karena jatah uang jajan bulanannya habis dipakai membenarkan motornya yang rusak dipakai balapan.

"Sumpah ya, lo itu abang terpelit di dunia!"

Minu hanya menghela napas mendengar semua keluhan adiknya itu. Minu tidak ada niatan untuk berdebat dengan Banda hari ini, karena Minu harus menjaga mood-nya untuk rapat penting hari ini. Tapi inilah hebatnya Banda, ia mampu memancing emosi Minu hanya dengan beberapa kalimat.

"Kamu bisa ga sih jaga bicaramu itu? Aku ini abangmu, kakakmu yang harus kamu hormati!" Bentak Minu tak tahan.

"Abang? Kakak? Oh, jadi lu mau dihormati? Nih gua kasih hormat!" Dengan santainya Banda memberi hormat pada Minu, hormat yang layaknya hormat pada bendera.

"Kamu tuh ya!-" Minu hampir saja melayangkan tamparan pada pipi gembulnya Banda, untung saja hal ini dapat dicegah oleh Eka.

Eka datang ke rumah Atmawijaya dengan maksud ingin pergi ke kantor bersama Minu.

"Minu! Apa-apaan sih lu? Dia adik lu!"

"Dia butuh dikasih pelajaran Ka! Dia udah ngelunjak!" Jawab Minu.

"Ada apa sih dek? Kamu butuh apa?" Tanya Eka pada Banda.

Tentu saja Banda akan mengadu pada Eka, dengan harapan tak dapat uang dari Minu tapi akan dapat dari Eka. Licik memang, tapi ya itulah Banda.

"Biasa Bang Eka, Banda minta uang jajan lebih malah dimarahin sama tu orang." Tunjuk Banda pada sang kakak.

"Hush, itu abang kamu dek. Uang jajan kamu kemana emang? Masa iya jatah sebulan udah abis?" Selidik Eka pada Banda.

"Hehe udah abis bang. Kemaren dipake servis motor, motor Banda rusak abis jatoh pas balapan." Banda menjawab diiringi tawa kecilnya. Menganggap enteng permasalahannya.

"Astaghfirullah dek, kamu masih balapan? Ga kapok apa? Kasian ayah loh, ayah pasti kecewa tahu kamu masih ikut balapan gini. Yaudah nih uangnya, cukup ga cukup ya harus cukup. Jangan kebanyakan main dek, kamu bentar lagi ujian." Eka menyodorkan uang selembaran seratus ribu rupiah, tentu saja langsung disambut senyuman hangat oleh Banda. "Janji loh jangan balapan lagi?"

"Iya janji untuk sekarang bang, ga tau nanti hehe." Banda langsung mengambil uang yang diberikan oleh Eka.

Setelah Banda mengambil uang pemberian dari Eka, ia pun bergegas berangkat ke sekolah. Sepeninggal Banda, Eka menghampiri Minu yang sedang duduk terdiam sembari memijat pelan jidatnya.

"Kalian masih belum akur ya?" Tanya Eka.

Minu hanya menjawab dengan gelengan lemah.

Eka tahu dan paham betul apa permasalahan yang terjadi antara kakak-beradik ini. Hanya saja Eka juga tidak tahu apa yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, Eka hanya bisa memberi dukungan yang terbaik untuk sahabatnya ini agar segera bisa menyelesaikan permasalahan dengan adiknya itu.

***

Banda baru saja sampai di sekolah dengan mengendarai motor kesayangannya. Kedatangannya di kelas langsung disambut oleh anggota Geng Pance Aye (Tampan, Kece, Asik yeah).

"Jiahhhh, bos besar baru datang kawan~" Ledek Haekal pada Banda karena datang 2 menit sebelum gerbang ditutup.

"Bacot lo!" Kesal Banda.

"Tumben amat lu ampir telat? Sebandelnya seorang Banda, ga bakal pernah tuh buat telat karena punya alarm bernyawa, alias Bang Minu tercinta." Itu suara Felix.

"Gua baru datang nih, bisa ga sih ga usah nyebut-nyebut nama orang itu? Gua juga ampir telat gara-gara tu manusia anjir!" Banda semakin kesal mengingat kejadian di rumah tadi.

"Izinkan daku untuk menebak. Pasti lu malak Bang Minu lagi kan?" Celetuk Haekal.

"Dih, siapa juga yang malak? Gua cuma minta uang jajan lebih doang, emang salah?" Jawab Banda polos.

"Pantes, salah banget kita temenan ama ni anak satu. Gini ya wahai Subanda, lu kan udah dapet jatah bulanan nih dari Bang Minu. Wajar dong kalau Bang Minu marah dan ga ngasih tambahan uang buat lu? Apalagi dia tau uang lu abisnya karena apa. Kalau gua jadi abang lu, udah mati muda anjir punya adik modelan Banda begini." Jino tak habis pikir jalan pikiran seorang Banda.

Ditengah perdebatan Geng Pance Aye, guru pun datang dan menutup pintu kelas. Sang guru duduk dan membuka buku materi pelajaran 'Bahasa Inggris'. Tak lupa guru itu menagih tugas yang diberikan pada murid seminggu yang lalu. Serempak Geng Pance Aye mengaduh dalam hati, karena tak ada satupun dari mereka yang mengerjakan tugas. Eits, ternyata Jino mengerjakan tugasnya.

"Ibu yakin, pasti ada yang ga mengerjakan tugas kan? Kalian udah tahu kan konsekuensinya apa? Jadi ibu ga perlu cape-cape ngejelasin lagi.." Tampaknya sang guru sudah hatam dengan kelakuan beberapa muridnya itu.

Refleks murid yang tidak mengerjakan tugas itu menjawab dengan kompak, "Bersihin toilet dan lari keliling lapangan 5 kali. Hukuman diterima."

Murid tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Geng Pance Aye, kecuali Jino. Betul, mereka adalah Banda, Haekal, dan Felix. Mereka bertiga langsung berdiri dan meninggalkan kelas untuk melaksanakan hukumannya. Jino hanya melambaikan tangan pada ketiga temannya itu, dan bibirnya mengucapkan sesuatu yang terbaca oleh ketiga temannya,

"Semangat ya!" Tak lupa Jino pun memberikan kepalan tangan yang berarti memberikan semangat.

Sedangkan Banda, Haekal dan juga Felix hanya menatap sinis Jino. Merasa tak percaya kalau Jino lolos dari hukuman sendirian.

"Engga setia kawan, jir!" kurang lebih inilah isi benak ketiga pemuda itu.

***

Jauh di lain tempat, lebih tepatnya di perusahaan IT milik Minu dan kawan-kawan, seorang pria menatap kosong jendela kaca yang mengarah ke jalanan ibu kota.

Itu Minu, Minu sedang menatap kosong jalanan yang sedang ramai. Antara pikiran dan apa yang ia lihat itu tidak sinkron, alias pikiran Minu sedang tidak berada di tempat. Minu memikirkan kejadian tadi pagi, dimana Banda membentak Minu tanpa jeda. Minu sadar kejadian ini bukanlah kejadian pertama, tapi Minu hanya bingung sampai kapan akan terus seperti ini?

"Sesusah itu ya adek maafin abang? Sesusah itu ya buat kita akur kaya kakak-adik lainnya?" Halitu terus yang terngiang dalam pikiran Minu.

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang