9. Apa itu Cinta?

5 2 0
                                    

Sepulang sekolah, Banda terduduk lemas dengan pikiran kosong di ruang tamu. Banda bingung dengan apa yang terjadi padanya hari ini. Baru saja beberapa hari yang lalu ia mendapatkan surat misterius yang berisikan pengakuan cinta, dan hari ini ia mendapatkannya lagi. Bedanya kali ini Jino memergoki sosok siswi yang menaruh surat itu di mejanya Banda, tapi sayang wajahnya tidak begitu jelas terlihat.

Banda jadi kepikiran, siapa wanita itu? Dan, kenapa dirinya? Memang apa sih yang dimiliki oleh seorang Banda sampai-sampai ada wanita yang menyukai dirinya? Yang Banda tahu, kalau dirinya hanya remaja bandel yang sedang berproses menjadi lebih baik.

Tanpa Banda sadari, Minu sudah memperhatikan gerak-geriknya dari tadi. Perlahan Minu mendekati Banda dan menanyakan apa yang mengganggu pikirannya.

"Lah, abang udah pulang?" Banda cukup kaget dengan keberadaan Minu di rumah pada jam kerja seperti ini.

"Abang izin pulang cepet, ada urusan di cafe. Makanya abang pulang bentar buat ganti baju, dan sekarang mau pergi lagi ke cafe."

"Ikut deh bang."

"Besok kamu sekolah dek, entar kecapean loh." Minu sebenarnya tidak melarang jika Banda ingin membantunya di cafe, hanya saja jika pada hari sekolah seperti weekdays ini Minu menekankan pada Banda untuk istirahat di rumah saja. Antisipasi jika kelelahan dan malah sakit karena membantu di cafe.

"Abang tenang aja, besok libur bang. Semua guru ada rapat."

"Yaudah ayo, ganti baju dulu sana!"

"Yes sir!"

***

Sesampainya di cafe, Minu langsung sibuk dengan urusannya dan Banda pun sibuk membantu karyawan yang ada.

Kegiatan favoritnya Banda adalah membantu meracik kopi. Banda tak tahu persis apa yang membuatnya menyukai kegiatan ini, hanya saja ia merasa ketika melihat para bartender sedang meracik kopi itu terlihat keren. Jika pelanggan sedang tidak begitu ramai, para bartender itu dengan senang hati akan mengajari Banda bagaimana cara meracik kopi dengan baik dan benar. Tentu saja Banda menerima pelajaran itu dengan sungguh-sungguh.

Tak hanya membantu meracik kopi, sesekali ia pun melayani pelanggan sekaligus menjadi kasir. Menurutnya menjadi kasir itu kebahagiaan lainnya, karena ia menyukai berhitung dan tugas seorang kasir tak jauh dari berhitung. Belum lagi ketika ia melayani pelanggan, ia bisa mengamati beragam tingkah pelanggan yang datang.

"Bang Jon, ini kopi untuk meja nomor berapa?" Tanya Banda kepada salah satu bartender bernama Joni itu.

"Nomor 4 ya!" Jawab Joni.

Banda mengantarkan pesanan berupa kopi latte panas ke pelanggan di meja nomor 4.

"Selamat siang, ini pesanan hot latte coffee. Jika ada tambahan bisa langsung ke kasir ya." Banda melayaninya dengan penuh hangat, tak lupa juga ia memberikan senyuman pada pelanggan tersebut.

Setelah melayani pelanggan, kebetulan belum ada lagi pekerjaan yang harus ia lakukan jadi Banda memilih untuk duduk di salah satu kursi yang kosong.

Minu yang sudah selesai dengan urusannya, menghampiri adiknya yang terlihat sedikit kelelahan itu.

"Cape ya?"

"Ah engga bang. Baru segitu mah ga kerasa apapun hehe."

"Kalau tawuran cape ya dek?" Pertanyaan ini sengaja Minu lontarkan untuk memancing sedikit emosi Banda, karena dengan inilah Banda akan kembali 'nge-gas'.

"Senggol aja terus!"

Obrolan mereka berlanjut ke berbagai macam topik. Mulai dari apa yang Banda lakukan tadi, sampai menanyakan lagi apa yang mengganggu pikiran Banda sampai ia terlihat lesu. Awalnya Banda ragu untuk bertanya, tapi rasa penasaran itu mengalahkan segalanya. Sampai satu waktu Banda pun bertanya pada Minu.

"Bang, apa itu cinta?"

Minu yang terlihat kebingungan dengan pertanyaan adiknya itu memilih berbalik bertanya tentang mengapa ia menanyakan hal seperti itu. Banda pun hanya bisa menjelaskan kalau ia tiba-tiba terpikirkan suatu kata, dan itu adalah kata 'cinta'.

"Kamu aneh dek, tiba-tiba banget nanya beginian. Tapi abang jawab sebisa abang ya? Cinta itu luas dek. Bahkan abang sendiri pun masih bingung, apa definisi cinta yang sebenarnya. Menurut abang cinta itu adalah sebuah rasa yang tulus. Ketulusan seseorang yang ga bisa dilihat dengan mata telanjang, melainkan cuma bisa dirasakan oleh orang yang tepat. Abang pake perumpamaan deh ya biar lebih gampang dipahami, kamu tau kan kalau bunda sayang banget sama kamu, tapi kamu juga ga bisa liat rasa cinta itu. Karena cinta bunda bisa kamu rasakan, bukan dilihat."

"Apa abang pernah jatuh cinta? Jangan jawab cinta sama bunda atau ayah, karena kalau sampe jawab gitu Banda ngamuk dan balap liar lagi."

"Duh ancamannya ngeri amat. Abang pernah jatuh cinta ga ya? Pernah kok dek, tapi itu dulu." Jawab Minu sembari menyesap moccachino yang sedari tadi sudah bartender siapkan untuknya.

"Kok dulu? Emang sekarang udah ga cinta lagi?" Banda semakin penasaran dengan pernyataan abangnya itu.

"Kamu kok sepenasaran itu sih dek? Apa jangan-jangan kamu mulai ngerasain jatuh cinta ya?" Ledek Minu.

"Dih apaan sih bang. Banda ga mau jatuh cinta. Namanya aja jatuh, pasti sakit!"

Minu yang gemas hanya mengacak rambut Banda pelan. Namun jauh di lubuk hatinya yang terdalam, Minu menyetujui perkataan sang adik.

"Yang namanya jatuh cinta itu sakit dek. Cukup abang yang ngerasain sakitnya gimana,semoga kamu ga ngerasain itu.."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang