4. Abang Minta Maaf ya Dek?

12 0 0
                                    

Tok.. Tok.. Tok..

Pintu ruangan Minu ada yang mengetuk, Minu pun mempersilakan tamunya itu untuk masuk. Pintu pun terbuka dan menampakkan wajah kedua sahabatnya, yaitu Eka dan Chandra.

"Ga mau makan? Ini udah masuk jam istirahat." Eka bertanya pada Minu.

"Males makan nih." Jawab Minu singkat.

"Tumben amat males makan? Lagi ada masalah lu?" Chandra heran, karena tak biasanya Minu kehilangan nafsu makan.

"Biasa bro, masalah di rumah." Bukan Minu yang menjawab, melainkan Eka yang menjawab pertanyaan Chandra itu.

"Adik lu lagi? Kapan sih kalian akur? Kalian ga cape ribut mulu? Aku aja nih yang denger kalian ribut ngerasa cape loh." Chandra langsung bersandar pada kursi kemudian menatap langit-langit ruang kerja sahabatnya itu.

"Andaikan aku tahu jawaban dari semua pertanyaan dan keresahan kalian, pasti aku jawab. Sayangnya aku juga ga tahu kapan itu bakal terjadi."

Selesai menjawab pertanyaan Chandra, Minu pun kembali menatap jalanan yang tampak ramai mobil berlalu-lalang.

"Aku yakin kalian bisa kok akur. Ini masalah waktu dan ego kalian masing-masing aja." Eka mengelus pelan pundak Minu.

Minu merasa bersyukur karena memiliki sahabat yang selalu memberikan support untuknya dalam keadaan apapun. Termasuk dalam permasalahannya dengan Banda, meskipun belum ada solusi yang tepat.

"Ayo dah makan dulu. Aku pesenin makan deh, kita makan disini aja. Boleh kan?" Chandra meminta izin dahulu pada Minu untuk makan siang bersama disini, jaga-jaga kalau Minu tidak mengizinkan mereka makan di ruangannya.

"Boleh dong!"

Chandra pun langsung memesan makanan untuk mereka makan di istirahat kali ini.

***

"Udah lari keliling lapangannya, bro?" Ledek Jino pada ketiga temannya.

"Berisik anjir. Si Jino licik kaga dihukum!" Kesal Haekal pada Jino.

"Lah, emang gua harus dihukum karena apa coba? Kan gua ngerjain tugasnya Bu Susi." Jelas Jino santai.

"Nah itu permasalahannya, lu kenapa kaga bagiin jawabannya ke grup sih anjir? Pelit amat lu jadi temen!" Kini Banda pun ikut protes pada Jino.

"Gini ya teman-temanku yang tercinta. Apakah kalian bertanya padaku 'Jino, boleh liat tugas Bu Susi ga?', engga kan? Jadi wajar dong kalau aku ga ngasih jawaban, orang kalian aja ga minta."

"Oke fix, gais ayo kita ke kantin, gua lapar. Uang gua bakal berhenti ter-akses buat Jino untuk sementara waktu." Felix buru-buru menarik Haekal serta Banda menuju kantin.

Jino yang merasakan kejanggalan dengan perkataan Felix hanya bisa terdiam bingung. Seketika Jino sadar apa yang Felix bicarakan dan langsung mengejar ketiga sahabatnya itu.

"Maksud lu, gua ga dijajanin lagi gitu? Sebel anjir si Felix! Heh Felix, jangan begitu dong kawan!"

Sesampainya empat sekawan itu di kantin, mereka langsung memesan beberapa porsi batagor (baso tahu goreng) favoritnya. Setelah memesan, mereka pun memilih tempat untuk makan.

"Ban.."

"Panggil gua Banda, jangan Ban doang napa si? Dikata gua tukang ban apa?!" jawab Banda pada Haekal.

"Hehehe, sorry sorry. Gua kepo sesuatu dong!"

"Paan?"

"Kenapa sih lu belum maafin abang lu? Sorry to say nih, dari apa yang gua liat selama kenal sama lu, abang lu ga pernah melakukan apapun yang memancing emosi lu dan juga gua liat Bang Minu kayanya perhatian dan sayang banget sama lu, Da.."

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang