BAB XLVI (Rencana Kak Naion 2)

144 28 8
                                    

ALDORA WESTON 

"Aparat Negara? Dia polisi atau Tentara, Kak?" Tanya Kak Rei.

"Seseorang yang punya kemampuan seperti Kakak dan Clarissa?" Bram juga ikut mengajukan pertanyaan.

"Memangnya Kakak juga bisa melihat mahluk tak kasat mata?" Tanya Kak Alfandi juga.

Sejujurnya, diantara ketiga pertanyaan para Kakak kelas itu, gue paling penasaran dengan yang dipertanyakan oleh Kak Rei. Kak Naion bilang akan memanggil salah satu teman yang memiliki kemampuan yang sama dengannya untuk membantu kita.  Itu artinya feeling gue benar, Kak Naion adalah orang yang berpengalaman atau bisa dikatakan dia sudah terbiasa dengan kejadian seperti ini. Ditambah lagi dia sampai melibatkan aparat Negara yang statusnya masih belum jelas, apa temannya adalah seorang polisi atau tentara? Yah, meskipun dia hanya mengatakan 'seseorang' yang artinya hanya satu saja, kan mana tau kalau ternyata dia memiliki banyak koneksi dengan kepolisian atau TNI.

Kak Naion menaikan ujung bibirnya berbentuk senyuman tipis. Ia menoleh ke arah Kak Rei. "Teman gue adalah seorang polisi. Meskipun tidak memiliki pangkat yang tinggi, dia sangat bisa diandalkan untuk hal-hal seperti ini." Lalu pandangan Kak Naion berpindah ke Kak Alfandi dan Bram, "gue juga memiliki kemampuan yang sama seperti Clarissa."

Sambil mulai berjalan menelusuri ruangan ini, "apa masih ada pertanyaan?"

"Tidak Kak," jawab ketiga Kakak kelas itu. Setelah itu hening. Kami menunggu Kak Naion untuk mulai menyampaikan rencananya.

Yang tadinya posisi Bram berada persis di hadapanku, lebih tepatnya berada di samping Kak Rei dan juga Rana, tiba-tiba saja dia berjalan mendekati gue. Tiba-tiba Kurasakan jari-jari tangannya mulai menyentuh tangan gue, dan tidak beberapa detik kemudian tangan kami saling berpegangan. Meskipun tindakan itu tidak mencolok tetapi itu cukup mampu membuat tubuh gue seketika  menegang.

"Apa sih lo? Lepasin!" kata gue  dengan nada suara serendah mungkin.

"Gak mau!"

"Lepasin atau gu—"

"Gue udah ngirim pesan ke dia. So, saatnya untuk menyampaikan rencana gue," mendengar ucapan Kak Naion, Bram langsung melepaskan tanganku.

Yang dimaksud dengan 'dia' pasti adalah polisi itu. Sebenarnya gue sangat ingin bertanya bagaimana cara Kak Naion menghubungi temannya, sementara sejak tadi dia sama sekali tidak melakukan panggilan telepon ataupun hanya sekedar memegang ponsel? 

Namun sayangnya, pertanyaan itu cukup gue simpan saja karena kita harus bergerak cepat untuk menyelamatkan Clarissa, Geava, Ariana, dan yang lainnya. Mungkin bukan cuman gue saja yang penasaran, bahkan Rana dan ketiga Kakak kelas itupun juga merasakan hal yang sama.

Tiba-tiba cahaya putih masuk ke dalam ruangan ini lalu mendekati Kak Naion yang berdiri beberapa meter di hadapan kami. Meskipun tidak melihat dengan jelas siapakah yang berdiri di samping Kak Naion, tetapi aku seperti mengenali sosoknya.

"Apa cahaya putih di samping Kakak adalah Arnold?" Tebak gue yang seketika  membuat yang lainnya menoleh ke gue.

"Benar." Kak Naion diam sejenak, tidak lama kemudian dia menatap kami. "Dia datang ke sini dengan tujuan memberikan informasi untuk kita. Dia senang lo mengenalinya meski tidak bisa melihat sosoknya secara langsung karena Dewa Erubus memberinya jimat agar aura keberadaannya tidak dideteksi oleh para Iblis. Ohiya, anak kecil itu juga bilang kalau Clarissa dalam keadaan baik-baik saja. Saat ini jiwanya bersama dengan Ariana. Jadi, kalian gak usah khawatir."

Rana mengepalkan tangannya. "Syukurlah ..."

"Terima kasih, Arnold," ucapku.

"Sumpah, gue gak ada liat apa-apa sama sekali!" ucap Kak Rei sambil mengacak-acak rambut depannya.

ALGEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang