12 AM, Pillow and Blanket

922 303 59
                                    

Tak lebih dari suara hati nurani yang manusiawi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak lebih dari suara hati nurani yang manusiawi.

Taehyun rasa hanya itu yang membuatnya merasakan jiwa emosional asing tatkala dia bertemu pandang dengan netra kelam itu. Bagai meneriakkan pertolongan, uluran tangan seseorang, juga rengkuhan belas kasih. Taehyun bisa saja nekad membawa kabur anak yang terkurung digudang itu kalau lupa bahwa dirinya saja masih anak-anak.

Apalah yang bisa diusahakannya, kalau tidak dengan ending tertangkap dan kembali terperangkap dalam kendali tangan orang-orang dewasa. Dengan pilar yang teratas; kedua orang tuanya.

Taehyun menyantap makan siang dengan lesu. Rasanya berat sekali ketika memindahkan seluruh kue jahe ke piring Beomgyu, dan meninggalkan anak misterius itu di dalam gudang sana. Rasanya resah. Rasanya ingin sekali mengamuk tanpa kendali. Tetapi Taehyun masih mencoba agar tetap waras. Berusaha bersikap tenang adalah rahasia paling jitu untuk mengatasi gejala kecemasan.

"Bibi," panggilnya, masih mengaduk nasinya yang sudah mendingin. "Kapan mama papa dan paman pulang, kemarin?"

Yang dipanggil langsung menoleh sekilas. "Oh, Tuan dan Nyonya langsung pulang saat menjelang sore, tepat saat kau jatuh di depan—"

"Jangan katakan pada Taehyun, kalau dia pernah melihat sesuatu di dalam gudang itu. Kau sendiri paham apa kegunaan tempat itu."

Bibi Han meneguk salivanya gugup tepat saat dia teringat kalimat yang ditandaskan Kang Minwoo tempo lalu. Buru-buru memalingkan wajah. "Hum, kemarin mereka pulang menjelang sore, saat kau ketiduran dikamarmu."

Taehyun menaikkan sebelah alis, mencoba mencocokkan ujaran tersebut dengan memorinya. "Benarkah?"

"Ya."

Ponsel Han Pyori berdering pada saat itu juga. Membuatnya reflek melangkah cepat untuk mendapatkannya di atas meja ruang tengah dan menjawab panggilan masuk itu.

"Halo?" Terdengar suara respon yang samar di rungu Taehyun ketika dia mencoba menyusul. Dilanjutkan reaksi spontan Bibi yang agak mengejutkannya. "Hah? A-apa?!"

***

Anaknya Bibi Han jatuh sakit. Katanya, Bibi perlu segera pergi ke kampung halaman guna menemui putrinya tersebut. Taehyun berusaha untuk tak acuh ketika mendapati Bibi mengemasi barang-barangnya ke koper dengan gesit, menahan tangis, juga dengan pikiran kalut dan sebelah tangan tak putus menepis bulir air mata yang turun di pipi.

Apakah sakitnya separah itu? Batin Taehyun bertanya-tanya. Kepalanya terus menghadap ke kamar wanita itu meski dia tengah duduk di sofa ruang tengah.

"Taehyun-ah."

Taehyun refleks beranjak ketika Han Pyori mendekat. Mengerjap cepat. "Ya, Bi?"

"Maaf, Bibi harus meninggalkanmu seperti ini. Tapi Bibi sudah menghubungi Tuan Kang soal ini agar mendapat izin pulang. Mungkin orang tuamu pun akan berusaha segera pulang juga karena tahu kau tidak ada yang menjaga," tutur bibi sendu, agak serak. "Bibi pamit dulu, ya. Baik-baik selama sendirian di rumah."

"Tentu, Bi. Bibi ... hati-hati, ya."

Han Pyori mengulum senyum tipis. Taehyun di matanya memang tak kurang dari seroang anak idaman. "Bibi pamit sekarang," finalnya dan langsung balik badan, melangkah ke pintu utama menuju luar.

Taehyun mengiringi langkah sang bibi, membiarkan Hoback ikut menyusul di sekitar kakinya.

***

Taehyun sempat menunggu sampai Han Pyori benar-benar lenyap dari pandangannya, cekatan memacu langkah menuju gudang yang kuncinya telah standby di dalam saku celananya.

Sebentar dia berhenti tepat setelah memutar kunci pintu. Menahan gerak tangannya yang sudah berada pada engsel. Memejam sesaat, membatin. Ya Tuhan, semoga manusia bernama Beomgyu masih ada di sana. Duduk di posisi sama dan menungguku. Taehyun khawatir. Bagaimana jika tiba-tiba sosok itu menghilang atau sudah menjelma jadi anjing galak. Kan seram woi. Bisa-bisa Taehyun meninggoy lebih dulu. Menarik ulur napas, anak itu akhirnya memberanikan diri membuka pintu dengan sekali dorongan cepat pakai tenaga.

Ba!

Yang di dalam jadi agak kaget. Tetapi tampaknya raut datar itu telah lama hinggap di rupa Beomgyu sehingga ekspresi lain jadi tersamarkan.

"Kau masih di sini!" kata Taehyun, malah terharu. Menyunggingkan senyum saat mendapati piring berisi kue jahe yang Taehyun tinggalkan sudah bersih di sana. "Kau menyukai kuenya?"

Beomgyu bergeming. Entah apa maksud ekspresinya itu.

Taehyun pun mulai maju dan berucap antusias sekali. "Hei, Beomgyu. Kau tahu, sebenarnya aku sudah mulai memikirkan cara. Orang tuaku sering pergi akhir-akhir ini, dan kalau rencanaku bisa berjalan lancar, sesegera mungkin kita bisa--" Omongan Taehyun terputus saat Beomgyu mengangkat satu tangannya; mengisyaratkan agar Taehyun tak maju lebih dekat. "Kenapa? Bukankah aku sudah bilang kalau takkan jahat padamu?"

Beomgyu menggeleng. Beralih kepada sobekan lembaran kertas yang tertumpuk asal di dekatnya. Rupanya Beomgyu pun memiliki kertas dan pensil dari Minwoo, mungkin digunakan ketika hendak berinteraksi.

Beomgyu menunjukkan satu lembar bertuliskan "PERGI"

Taehyun melemaskan bahu. Mempercayai orang asing memang tak semudah membalikkan telapak tangan, tapi dia sendiri sudah serius dengan tekadnya. "Aku bilang, aku janji akan menolongmu."

Beomgyu meraih pensil yang hanya tersisa sepanjang kelingkingnya. Menulis cepat di kertas dan menujukkan pada Taehyun lagi; "Aku tak percaya padamu. Kumohon, tinggalkan aku."

Taehyun mengatupkan rahang. Merasa kalah telak. "Oke, aku akan pergi. Tapi, izinkan aku lakukan satu hal terakhir." Taehyun langsung mundur ketika mendapati Beomgyu menurunkan kertas dan tak menulis lagi. Buru-buru dia berlari ke kamarnya guna mengambil bantal dan selimut untuk Beomgyu.

Taehyun senang sekali mendapati Beomgyu tak lagi kukuh menolak kedatangannya ketika dia kembali membawa benda-benda itu. "Kulitmu dingin sekali, pasti karena tidur di lantai yang seperti ini selama ini. Pasti lehermu sakit dengan rantai itu. Boleh aku melihatnya untuk mencari tahu cara melepasnya?" Taehyun dengan ringan mengulurkan tangan meraih leher Beomgyu, tapi Beomgyu yang tidak senang lebih cepat menepis keras tangan Taehyun sehingga pukulan ringan terjadi di sana. "M-maaf," cicit Taehyun yang merasa bersalah.

Mereka hanya menunduk dan memalingkan wajah, hanya hening yang dilalap waktu hingga Hoback yang berjaga di ambang pintu mengeong, mengingatkan. Membuat Taehyun sekilas melirik ke arahnya.

"Setidaknya terima dan pakailah ini. Hanya ini yang bisa kulakukan untuk sekarang," kata Taehyun menyodorkan benda-benda bawaannya. "Kau akan keluar bersamaku dari sini, suka tidak suka. Siap tidak siap, aku telah bertekad." Taehyun berdiri usai menghela napas panjang. "Dan aku akan selalu datang melihatmu segera setelah ini. Aku tahu kau butuh seseorang untuk memperlakukanmu sebagai manusia."

Taehyun kemudian meninggalkan orang itu dengan langkah berat. Menjeda pergerakan di ambang pintu untuk sekali memandangi sosok yang berdiam di dalam ruangan.

Di tempatnya, Beomgyu sudah memandang haru bantal dan selimut yang ditinggalkan. Berganti memandang pintu yang tertutup seiring hilangnya presensi pengunjungnya hari ini. Mengigit bibir bawahnya dengan mata memanas.

Taehyun, kau akhirnya datang.

***

Hai, cuma mau kabarin kalo seri ini akan up setiap jumat dan sabtu malam (total 9 chapters), jadi kita sudah akan up epilog di akhir bulan ini><

Semoga kalian tetap suka, dengan gak bosen drop teori/tebakan kreatifnya! Masing-masing komen kalian jadi energi tersendiri buatku<333

[✓] 36 HOURS : To Free YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang