Peraturan pertama sudah di jalani, hanya tiga peraturan lagi yang tidak cukup kami jalani dalam waktu setengah hari. Aku harus pulang, sebelum itu juga aku dan Glowy harus membawa Sam pulang kerumahnya dalam keadaannyayang setengah pingsan
. "Oh My God, ada apa dengan dirinya ?" cemas Mrs.Yovana (Ibu Sam) melihat Sam seperti orang teler, bersama kami di ambang pintu rumahnya.
"Dia sedikit mabuk menaiki roller coaster" jawab Glowy bermaksud agar Mrs.Yovana tidak menyalahi kami berdua.
"Bisa bantu aku membawa dirinya ?" pintaku dengan nada yang menahan beban berat, secara langsung Mrs.Yovana memegang lengan Sam dan membawanya masuk kedalam ruang.
"Terimakasih" ucap Mrs.Yovana membawa Sam dan belum menutup pintu rumahnya.
"Kurasa aku tidak berani lagi memberi hukuman pada Sam" kata Glowy setelah pandangan Mrs.Yovana dan Sam telah tiada.
"Apa dia teralu pengecut ?" tanyaku mengintimadasi sampai ia terkejut melotot. "Ah, bukan begitu maksudku" timpalku.
"Hai Brother" tiba-tiba seseorang menepuk bahuku. Dan itu Marvins, teman satu band yang membuat band kami bubar. Dia sepupu Sam, dia yang memainkan drum dalam band amatir kami dan dia jugalah orang terkeren di dalam band kami sampai orang-orang tidak menyangka kalau dirinya masuk kedalam band bersama kami yang seorang pecundang. Menemukan dirinya kami saling berjabat persahabatan seperti mana yang kulakukan pada Sam. "Band amatir kita tidak pernah berjalan lagi, Ha ?" tanyanya sembari tertawa.
"Begitulah, aku teralu sibuk dengan urusanku sendiri" jawabku.
"Kau sibuk dengan wanita bukan ?" godanya melirik kearah Glowy dengan senyuman khas miliknya. "Aku bahkan tidak pernah tahu kau berkencan dengan wanita" lanjutnya membuatku menepuk pundak besarnya itu.
"Aku hanya sibuk mengurung diri di dalam kamar, bukan dengan wanita. Kau paham bukan keseharianku ?" balasku dengan nada yang sok santai padahal aku salah tingkah di dekat Glowy.
"Baiklah aku memahaminya" Marvins merangkulku, menggiringku masuk ke dalam ruang rumah keluarga Mrs.Yovana karena memang dia termasuk kategori keluarganya. "Kau akan melihat drum baruku di dalam sini".
Sebelum ia menunjukan drumnya, aku sudah dapat melihat drum hitam berpajang di ruang televisi dekat meja televisi bercat putih. "Itu sangat luar biasa" pujiku, ia melepas rangkulannya dan beralih menghampiri Glowy yang memang ia mengikuti langkah kami dari belakang. "Pasti ini sangat mahal" kataku focus pada drum mewah ini. Aku tidak lagi bicara, karena aku tahu Marvins sedang berbincang asik dengan Glowy di sofa panjang. Membicarakan mengenai diriku.
"Aku belum pernah lihat dirimu bersama Justin, aku bahkan tidak tahu kalau kalian terlibat dalam band"
"Yah karena dirimu belum teralu mengenal Justin, Bukan ?"
"Hahaha iya benar, kami saling mengenal karena ada skandal rumit yang sangat konyol"
"Eh, itu sangat menakjubkan"
"Tidak, jika kau menjadi diriku. Karena aku ingin mengenal seseorang dalam keadaan tenang dan baik"
Aku mendengar perbincangan mereka dari sini, kuperhatikan mereka sangat mudah akrab dan aku senang memperkenalkan Marvins pada Glowy, mungkin Marvins akan membantu memperbaiki hari-hari kami yang konyol dengan pembicaraanya yang sedikit keren.
"Selain Drum, apa yang kau punya ?" Glowy bertanya.
"Ada beberapa gitar di dalam gudang bawah tangga, sebagiannya bukan milikku. Itu milik Sam" jawab Marvins berdengus sambil tersenyum. "Kau boleh melihatnya kesana dan ambil satu gitar untuk kau mainkan disini, jika kau bisa memainkannya" tambah Marvins sebagai akhir perbincangan karena Glowy segera beranjak pergi ke gudang yang ditunjuk oleh Marvins.
YOU ARE READING
THE PROBLEM JOURNAL
HumorJustin Carlos dilahirkan pada keluarga yang berprofesi sebagai penulis novel di Chicago. Hal itulah yang membuat dirinya terpaksa masuk ke dalam sekolah jurusan sastra, padahal dia samasekali tidak memiliki kemampuan untuk menulis karangan. Bahkan d...