Bab 2

194 28 3
                                    

"Serius?"

Jessica menatap Sheila dengan tercengang saat melihat penampilan sahabatnya. Sheila menunduk mengamati gaunnya. Apa yang salah? Dia mengenakan gaun tanpa lengan sepanjang lutut berwarna tosca dari bahan shiffon. Gaun itu jatuh dengan anggun mengikuti lekuk tubuhnya dan ada hiasan berupa kain yang bertumpuk di bagian dada. Sepatunya berwarna krem dengan hak datar. Dia mengikat rambut coklat kemerahannya membentuk ekor kuda dan membiarkan beberapa ikal jatuh di sekitar wajahnya.

"Kita bukan mau nonton film, girl."

Saat melihat ekspresi tidak mengerti Sheila, Jessica hanya mendesah panjang dan membuka pintu penumpang.

"Masuklah. Aku berharap kau punya cara untuk masuk ke dalam bar itu dengan penampilanmu saat ini."

Sheila masuk ke dalam dan Jessica langsung mengemudikan mobilnya. Dia melemparkan tas tangan kecil berwarna gold ke pangkuan Sheila.

"Setidaknya ganti tasmu. Mungkin bisa membantu menghilangkan kesan anak sekolahmu."

"Aku delapan belas tahun, Jess." Sheila berkata jengkel.

"Aku juga. Tapi aku tahu cara berdandan seperti wanita dewasa. Bagaimana penjaga pintu akan percaya umurmu dua puluh satu tahun kalau kau bahkan masih memakai ekor kuda seperti anak elementary?" Jessica berseru frustrasi.

Sheila mengerucutkan bibirnya, tapi dia mematuhi perintah Jessica untuk memindahkan barang-barangnya dari tas bercorak bunga miliknya ke dalam tas berwarna gold milik Jessica.

"Aku hanya bisa memasukkan ponsel dan dompetku ke dalam tasmu," kata Sheila setelah berjuang dengan  sia-sia untuk memasukkan tablet miliknya.

"Memang hanya itu yang kau butuhkan. Lagipula apa saja yang kau bawa di dalam tas besar itu?" Jessica bertanya heran.

"Hanya beberapa buku dan catatan."

"Kau ini mau kencan atau belajar di perpustakaan?"

Sheila melemparkan pandangan jengkel pada Jessica. Dia melepaskan ikat rambutnya dan menyisiri rambutnya yang tergerai dengan tangan.

"Bagaimana?" tanyanya dengan percaya diri.

"Lebih baik," kata Jessica dengan tidak meyakinkan.

Sheila mendesah. Memangnya apalagi yang bisa dia lakukan? Kalau dia tidak diijinkan masuk, setidaknya dia punya senjata terakhir yang dapat dia gunakan.

Mobil mereka memasuki kawasan yang tidak terlalu ramai. Kawasan pertokoannya hanya memiliki sedikit pengunjung, begitu juga apartemen-apartemen kumuh yang banyak berjejer. Tapi beberapa wanita dengan pakaian mencolok dan terbuka terlihat di tepi jalan sambil melambaikan tangan.

"Kurasa mereka butuh tumpangan, Jess. Tak bisakah kita mengajaknya?" tanya Sheila.

"Mereka tidak butuh tumpangan. Mereka sedang menawarkan 'dagangan'-nya," jawab Jessica sambil menahan tawa.

"Dagangan? Tapi mereka tidak bawa apa-apa." Sheila berkata bingung.

Kali ini Jessica benar-benar tertawa. "Sheila, aku tidak habis pikir bagaimana ayahmu bisa melepasmu untuk masuk college. Kau beruntung punya teman sepertiku."

"Bicara yang jelas, Jess." Sheila melipat tangan di depan dada dengan kesal.

"Lihat. Ada yang tertarik membeli dagangannya."

Sheila menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Jessica. Seorang pria menghentikan mobilnya di depan salah satu wanita yang mengenakan atasan seperti bra dan rok mini. Mereka berbicara sebentar lalu pria itu mengeluarkan beberapa lembar uang dan menyerahkannya pada wanita itu. Wanita itu langsung masuk ke dalam mobil dan mereka berlalu pergi.

Into The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang