Bab 3

174 27 5
                                    

Sheila merasakan tubuhnya diayun-ayun. Dia membuka mata sedikit lalu menutupnya kembali saat cahaya yang menyilaukan menyambutnya. Dia seakan sedang terbang. Tubuhnya terasa sangat ringan. Sheila merasakan sesuatu yang keras di bawah pipinya. Dia mendongak dan berusaha melihat wajah di antara sinar yang menyilaukan itu. Lucas. Mulutnya berusaha menyebut nama itu tapi tidak ada suara yang keluar. Sheila berusaha mengangkat tangannya, tapi itu juga tidak dapat dia lakukan. Apa yang terjadi pada dirinya?

Lucas berbicara pada seseorang sambil menggendong dirinya. Sheila tidak dapat mendengarnya dengan jelas. Suara mereka terdengar sangat jauh. Dia hanya bisa menangkap kata 'kamar' dan 'uang tunai'. Ke mana Lucas membawanya? Namun Sheila tidak dapat berpikir lagi. Rasa kantuk hebat kembali menyerangnya dan kegelapan menyelimutinya lagi. Membawanya ke dalam lubang hitam tak berdasar.

***

Sheila membuka mata perlahan. Kali ini tidak ada cahaya yang menyilaukan. Yang ada hanya lampu remang-remang dan langit-langit yang rendah. Dia mengangkat tangan memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Apa yang terjadi? Sesaat dia sedang duduk di bar lalu berikutnya yang dia tahu hanya kegelapan.

"Sudah bangun?"

Sheila terperanjat saat mendengar suara yang dikenalnya itu. Namun kini tidak ada nada geli atau menggoda dalam suara itu. Hanya nada dingin yang membuat bulu romanya berdiri. Sheila menoleh dan dia melihat Lucas sedang duduk di salah satu sofa reyot di kamar itu. Sebatang rokok terselip di antara bibirnya dan dia masih mengenakan kemeja putih dan celana hitam yang sama, tanpa celemek. Ekspresinya sedingin suara yang didengar Sheila tadi.

Sheila berusaha duduk dan dia kembali merasakan denyutan di kepalanya. Dia meringis.

"Sakit kepala?" Tidak ada simpati dalam suara Lucas.

"Di mana ini?" Sheila mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Saat ini dia sedang berada di sebuah kamar yang kecil dan berbau apak. Perabotannya hanya sebuah lemari, meja, sofa reyot, dan ranjang tempatnya berbaring saat ini. Sheila menyadari bahwa bau apak itu berasal dari ranjang yang ditidurinya. Cahaya matahari samar-samar menembus tirai dari jendela kecil di sebelahnya.

"Lucas, ini di mana?" tanya Sheila cemas saat Lucas tidak juga menjawab. Pria itu hanya duduk dengan santai sambil terus menghisap rokoknya. Perpaduan asap rokok dan bau apak di kamar ini membuat denyutan di kepala Sheila makin parah. Dia memijat pangkal hidungnya untuk mengurangi rasa sakit itu.

"Motel," jawab Lucas datar. Dia mematikan rokoknya dan menginjaknya hingga bara apinya padam.

"Kenapa kita ke sini?"

"Karena aku yang membawamu."

Dan tiba-tiba saja Sheila merasa panik. Dia meraba-raba pakaiannya lalu mendesah lega saat menyadari dia masih berpakaian lengkap. Hanya sepatunya yang lepas dan kini berada di kaki tempat tidur. Lucas tertawa keras.

"Kau pikir apa yang telah kulakukan padamu?" Kini nada geli itu kembali terselip dalam suara Lucas dan Sheila merasakan kelegaan menyelinap pada dirinya.

"Maafkan aku. Kukira..."

"Terlalu cepat untuk meminta maaf. Aku memang tidak berselera pada gadis kecil sepertimu. Tapi mungkin aku tahu siapa yang berminat."

Sheila merasa dirinya seakan disiram oleh air sedingin es. Lucas masih duduk dengan santai di kursinya. Namun Sheila melihat kekejaman dalam raut wajah pria itu. Sheila tidak bergerak dari tempatnya duduk. Dia tidak sanggup.

"Katakan padaku, apa kau masih perawan?"

Sheila tidak menjawab dan hanya menatap Lucas dengan mata membelalak lebar karena ketakutan.

Into The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang