Hari senin tepatnya pukul tiga sore, mobil yang sedang di kendarai Jinny terlihat berputar-putar tanpa arah dan tujuan. Beberapa waktu yang lalu, dia pergi ke gedung perusahaannya untuk membicarakan rencana kencan palsunya. Setelah di paksa untuk menerima dan menentukan waktu yang tepat, Jinny langsung di ijinkan pulang dengan perasaan marahnya.
"Jika terus di biarkan seperti ini, aku malah akan semakin tertekan." Jinny mendesah dan dia benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa selain pasrah saja.
"Seandainya aku tidak memperpanjang kontrak saat itu, mungkin aku sudah menghirup udara kebebasan sekarang." Jinny menyesali keputusannya sampai dia merasa pusing memikirkannya. Dia kemudian menghentikan mobilnya di depan sebuah mini market untuk membeli minum. Setelah memebeli sebotol air minum, Jinny bergegas kembali ke mobilnya dan berpapasan dengan Soodam yang hendak masuk ke mini market.
"Kebetulan sekali kita bertemu. Sedang apa di sini?" Tanya Soodam.
"Aku hanya membeli sebotol minum, permisi." Jinny berjalan melewati Soodam namun Soodam berlari menyusulnya dan menahannya dengan cengkraman di tangan.
"Tunggu sebentar, aku ingin bicara padamu."
"Aku sibuk, maaf." Jinny menyingkirkan sentuhan tangannya namun Soodam kembali menahannya.
"Aku mohon sebentar saja. Kau selalu mengabaikan telephone dan pesanku, jadi setidaknya biarkan aku bicara selagi kita bertemu." Jinny menghela napasnya.
"Baiklah, apa yang ingin kau bicarakan?"
"Mengenai rencana ayahku, aku akan berusaha membujuknya agar dia membatalkan rencana kencan palsumu. Aku sangat tau bagaimana rasanya jadi aku akan membantumu untuk menggagalkan rencana itu." Jinny memperlihatkan senyuman tipisnya.
"Mengapa kau terlihat peduli? Bukankah aku tidak penting bagimu?" Soodam terlihat mengatur napasnya.
"Karena aku menyesalinya. Setelah aku menolak cintamu, aku merasa menyesal dan terus memikirkanmu. Dan setelah kau pergi dari rumahku, aku seperti kehilangan sesuatu yang berharga dan aku sadar bahwa aku terlambat menyadari perasaanku yang sesungguhnya." Jinny kembali tersenyum tipis.
"Jadi pada akhirnya kau menyukaiku?"
"Ya aku sadar bahwa aku menyukaimu. Aku tidak mau berita kencan palsumu terjadi dan sudah pasti aku akan sangat cemburu jika itu benar-benar terjadi." Jinny kini terlihat serius.
"Lee Soodam-ssi, nasi sudah menjadi bubur. Walau aku tau berita kencanmu palsu dan kau menyukaiku, aku tidak peduli lagi karena itu sudah terlambat sekarang. Kau bukan orang yang aku inginkan sekarang dan aku minta maaf karena hatiku benar-benar sudah berubah sekarang." Soodam cukup terkejut mendengarnya.
"S-secepat itu hatimu berubah? Atau mungkin karena kau menyukai orang lain sekarang?" Kali ini Jinny terlihat tersenyum lebar karena dia sedang memikirkan Dita.
"Ya karena memiliki seseorang yang aku sukai sekarang. Sekali lagi aku minta maaf dan aku harus pergi sekarang." Jinny akhirnya pergi meninggalkan Soodam yang terlihat sangat kecewa dan pengakuan Soodam tadi tentunya membuat kepala Jinny semakin terasa pusing. Saking pusingnya karena memikirkan dua masalah sekaligus membuat Jinny menghentikan mobilnya di sembarang tempat.
"Ah kepalaku." Jinny langsung memijat bagian pelipisnya yang terasa sakit. Selagi memijat, dia tidak sadar bahwa mobilnya ternyata terparkir tepat di depan rumah Dita. Karena rasa pusingnya tidak kunjung reda, Jinny mencoba meringankan pikirannya dengan membuka aplikasi chatting dan membaca percakapan manisnya bersama Dita yang semakin akrab dengannya. Jinny bahkan terlihat tersenyum-senyum sendiri karena hal itu rupanya cukup ampuh menyembuhkan rasa pusingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sunshine
FanfictionThe love story di antara seorang penyanyi rap dan driver taxi.