Ayangg-17

88 6 8
                                    

Selepas mengantar Letta pulang dari jalan-jalan, Daffa tak langsung bergegas ke rumah, melainkan melajukan motornya ke sebuah vila yang cukup jauh dari rumahnya.

Setelah sampai, Daffa melirik sekilas kearah kumpulan bodyguard yang berjejer rapi di depan pagar. kurang lebih ada 6 orang yang stay di depan gerbang. Sisanya sibuk berpatroli di sekeliling vila.

Daffa diam-diam mencibir kelakuan sang pemilik vila. Ketat sekali, pikirnya.

Daffa turun dari motor, sebelum itu ia menyempatkan diri mengirimi Arthur alamatnya. Agar kalau terjadi apa-apa Arthur bisa datang membantu.

Daffa berjalan mendekat kearah gerbang. Sambil berjalan, Daffa meregangkan otot-ototnya yang kaku, pemanasan sebelum membabat habis bodyguard yang tengah berjaga.

Tak Daffa sangka, setelah sampai di depan gerbang, ia malah disambut baik oleh para bodyguard.

"Selamat datang, Tuan sudah menunggu di dalam." Pria itu kemudian membuka gerbang dan mempersilahkan Daffa masuk.

Daffa cukup terkejut. Apalagi saat mengetahui pemilik vila sudah menunggunya sejak tadi. Karena Daffa memang datang untuk membuat onar, dan tanpa memberi tahu sang tuan rumah.

Apanih. Mencurigakan.

Daffa berjalan masuk setelah sebelumnya menatap curiga kearah para bodyguard.

Saat akan membuka pintu, Daffa dikejutkan dengan pintu yang dibuka dari dalam. Saat mengetahui dalangnya, Daffa tidak bisa tidak memasang wajah datar, apalagi setelah melihat seringai orang tersebut.

"Gabung juga?" cibir Gio. Ya, orang yang membuka pintu adalah sepupu terbaik Daffa.

"Ogah!" Daffa menepis kasar tubuh Gio dan masuk dengan tidak sabaran.

Daffa berjalan cepat kearah seorang pembantu dan menanyakan keberadaan pemilik Vila itu.

"Tuan ada di taman belakang, mari saya antar." Daffa mengangguk dan mulai mengikuti langkah wanita setengah baya tersebut.

Setelah sampai, Daffa mau tidak mau menarik nafas sebanyak-banyaknya. Apalagi saat melihat kakek tersayangnya ternyata tidak sendiri, melainkan dengan anaknya yang paling bejat.

"Ekhem!" Deheman Daffa sukses mengalihkan perhatian kedua pria berbeda umur itu.

"Ada yang lagi reunian nih. Ini temanya apa? Berkumpulnya dua orang bejat?" celetuk Daffa kelewat santai.

"Daffa!" Om Irfan sudah berdiri, bersiap melayangkan bogemannya ke pipi mulus Daffa. Tapi sebelum itu, sekumpulan Bodyguard tiba-tiba mengelilinginya, membuat pria itu mendengus. "Papa!"

Rizwan melirik anaknya tajam, kemudian menyambut Daffa dengan hangat. "kamu kesini naik apa?"

"Kuda Nil!" sahut Daffa ketus yang berhasil membuat Om Irfan emosi setengah mati. Seumur-umur tidak ada yang berani bersikap kurang ajar kepada ayahnya seperti itu, pengecualian Daffa.

Rizwan terkekeh, tidak mengambil hati ucapan cucu kesayangannya. Ia lalu menyuruh salah satu pembantu untuk membuat susu coklat kesukaan Daffa.

Daffa masih berdiri disana, tidak berniat duduk sama sekali. Pemuda itu sedari tadi memandang Rizwan dengan kesal. "Gue ngga mau!"

Rizwan melirik Daffa heran. "Apa?"

"Ya gue ngga mau ambil alih organisasi Lo. Kenapa ngga Lo kasih ke Gio aja?"

"Saya maunya kamu. Karena cuman kamu yang pantas."

Daffa mendengus. "Ngga, makasih. Gue ngga minat. Kali aja om Irfan mau, kasih aja."

Rizwan menggeleng pelan, saat itulah pelayan yang disuruh Rizwan akhirnya kembali dengan segelas susu coklat di tangannya.

"Duduk." Rizwan melirik kursi di dekat Daffa.

"Ngga!"

Rizwan menghela napas, kemudian mengeluarkan ponsel dan menunjukkan sesuatu ke Daffa. "Kamu tau 'kan ini rumah siapa?"

Daffa yang melihat itu spontan menggeram, "jangan sentuh dia!"

"Yasudah, nurut."

Daffa dengan sangat terpaksa duduk dan menandaskan susu coklat tersebut. "Apalagi?!"

"Tidak ada. Semuanya sudah selesai," sahut Rizwan ambigu.

"Maks-- Lo naro apa di minuman gue?!" Daffa bangkit dengan susah payah untuk meraih kerah kemeja Rizwan. Om Irfan yang melihat itu dengan sigap bangkit dan menjauhkan Daffa.

"Brengsek!!" teriak Daffa sebelum akhirnya jatuh tak sadarkan diri.

"Bawa dia," perintah Rizwan kepada bodyguard nya.

Daffa diangkat kemudian dimasukkan ke dalam mobil yang sudah disiapkan. Rizwan ikut masuk dan menyuruh sopirnya untuk segera pergi.

*****

Arthur duduk dengan gelisah. Dia melirik ponselnya beberapa kali, berharap Daffa segera membalas pesannya. Ia merasa janggal, mengapa  Daffa belum pulang sampai sekarang?

Lala yang berada di pangkuan Arthur ikut cemas. Dia menepuk dada Arthur beberapa kali, membuat pemuda itu menatapnya. "Kenapa, La? Laper?"

Mata Lala berkaca-kaca. "Ba ba bangg."

"Tenang, Daffa ngga kenapa-kenapa kok. Nanti juga pulang." Arthur mencoba menenangkan Lala.

Lagi-lagi Arthur melirik kearah ponselnya, namun yang ditunggu-tunggu belum juga memberi kabar.

Arthur semakin gelisah saat hari mulai gelap, namun batang hidung Daffa juga tidak kelihatan.

"Arthur? Papa kira kamu sama Daffa." Denis akhirnya pulang dari kantor, diikuti istrinya dari belakang.

Arthur menggaruk tengkuknya bingung. "Daffa lagi keluar, Pah."

Denis mengangguk mengerti, pria itu kemudian mengulurkan tangannya untuk mengambil alih Lala.

"Makasih ya Thur, udah jagain Lala." Wanita cantik itu menepuk pundak Arthur lembut.

Arthur mengulas senyum lembut. "Sama-sama, Mah."

Selepas kepergian dua orang tua Daffa. Arthur akhirnya kembali sibuk menelpon dan mengirim pesan kepada Daffa.

"Kemana sih?!"




_______

Hai haii. Gimana kabarnya semua? Baik-baik aja kan?

Maaf ya, saya jarang up. maklum, penyakit mager menyerang, apalagi sekarang makin banyak tugas😌

Dah gitu aja, semoga suka ya❤️

Bye bye👋

MrsDonuts

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ayangg (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang