2

9 1 0
                                    

Persiapan olimpiade tersisa sepuluh hari lagi.

Kini mereka tengah berada di ruangan luas yang biasa digunakan untuk perkumpulan siswa siswi saat ada pengumuman. Biasanya ruangan ini berisi ratusan bangku, namun ditiadakan atas kesepakatan 6 orang. Awal mula Rengga yang mengajukan, entah untuk apa. Lalu disepakati oleh Eliza dan Angga. Ditanggapi malu-malu oleh Becca, diiyakan oleh Dipta, dan dipasrahkan oleh Annis. Entah apa motivasi Rengga melakukan hal itu.







Foto aneh

















Pukul satu siang Waktu Indonesia bagian Barat, mereka masih memecahkan beberapa soal menjadi burung yang akan diterbang. Annis pikir Rengga dan Eliza hanya kebetulan bisa mengerjakan soal dengan nyaris sempurna, namun ternyata mereka memang pintar.

Ngomong-ngomong dengan Annis yang juga bisa dengan tepat mengerjakan soal-soal tes bahkan nyaris sempurna, tentu bukan karena ingin mengikuti olimpiade ini. Mereka diiming-imingi biaya sekolah gratis dan bila mendapat peringkat terbawah, maka akan dikeluarkan dari sekolah. Entahlah kenapa ada sistem seperti ini. Sepertinya ini sistem baru yang diadakan pihak sekolah. Olimpiade? Bahkan tanpa seleksi pun mereka juga sudah jelas akan menang dengan kepintaran yang memang di atas rata-rata.

Annis saja cukup terkejut dengan perolehan nilai tes satu bulan yang lalu. Hampir semua siswa mendapat nilai yang sama, hanya terpaut angka koma di ekor nilai itu. Bahkan nilai terendah adalah 87,5, hanya salah lima soal saja.

Setengah jam lagi waktu selesai, dan mereka akan menghabiskan waktu belajar seperti biasa di kelas masing-masing. Namun,

Diberitahukan kepada seluruh siswa SMA Panchala untuk pulang lebih awal karena akan diadakannya rapat dewan guru. Sekali lagi …

"Akhirnya penderitaan gue selesai!" Cerca seorang cowok di ujung barat -lantai yang mereka pijaki.

"Halah Lo, Bang, bilang aja mau ngedate bareng Kak Eliz," Angga mencibir keras dari arah utara.

Yah mereka terbagi menjadi empat pojok selama sesi pengerjaan ini. Angga dan Becca di utara, Rengga dan Eliza di Barat, Dipta di timur, dan Annis di selatan -di mana apabila ia menoleh ke kiri, langsung pintu keluar.

Tanpa ingin mendengar percekcokan antara kakak dan adik itu, Annis segera memasukkan peralatan tulisnya dan maju ke arah timur laut. Meletakkan soal kimia yang telah ia kerjakan.

"Assalamualaikum semuanya, gue pulang duluan." Ucapan yang selalu ia katakan setiap jam mereka selesai dan selalu Annislah yang yang berpisah mendahului.

"Wa'alaikumusalam, ati-ati Lo bocil!" Itu teriakan Rengga yang Annis dengar ketika menutup dua daun pintu super besar yang menjulang tinggi.

Ketika sampai di lantai satu dan berencana pulang menggunakan ojol, dirinya kebelet buang air kecil. Segeralah Annis berjalan menuju toilet dekat kantin yang memang toilet terdekat dari tempatnya berdiri.

Diletakkannya tas ransel berwarna gandaria tepat di samping tembok bilik yang akan ia masuki. Setelah selesai dengan urusannya, Annis langsung menuju wastafel yang ada tepat di depan matanya. Ia ingin menghilangkan segala kesetresannya dengan air yang mengalir di keran otomatis itu. Cukup kesal dengan keran yang ada di sekolahan ini. Kenapa tidak menggunakan keran yang biasa saja? Pelit sekali dengan air, begitu pikirnya saat pertama kali menginjakkan diri ke toilet sekolah.

Selesai dengan meraup air ke wajahnya, seketika ia melihat pantulan cermin di depan, seperti ada yang aneh. Sebuah foto berbingkai hitam bercorak indah tepat di atas ranselnya, mencuri pandangannya. Berbaliklah Annis ke belakang. Berjalan dan ?

SOSPETTATOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang