4

5 1 0
                                    

"Tadi waktu Lo udah keluar …

*
* *
*





"Silakan, jangan sampai ada yang mendengar suara saya. Atau saya buat orang itu menghilang dari pandangan dunia," dan hal itu cukup membuat mereka membolakan mata.

Suasana mencekam, terdiam membisu. Mereka yang hendak keluar karena tak mau mendengar hal itu padahal penasaran memutuskan untuk keluar dari ruangan dengan mengendap-endap. Daripada mati mengenaskan bukan?

Dibangunkannya Becca dengan suara lembut berbisik milik Angga, "Becca sayang, bangun... Pulang yuk?" Siapapun yang mendengarnya pasti akan geli sendiri.

"Kena-" Angga meletakkan jari telunjuknya di bibir mungil Becca.

"Jangan berisik," bisik Angga hampir tanpa suara.

"Satu siswa sudah menjadi tersangka," suara melengking terdengar, mereka tidak tahu pasti itu siapa. Namun sepertinya itu suara guru perempuan, Bu Emma yang mengajar Sosiologi karena suara melengking itu merupakan ciri khas guru sosiologi itu

Suara itu terdengar dari sebelah utara. Ternyata itu dari lubang ventilasi udara bagian atas sana. Tepat di atas Angga dan Becca.

"Siapa itu?" Suara itu milik Adijaya.

"Siswa yang menjadi peserta olimpiade."

Deg

Apa maksudnya? Siapa? Pasti salah satu dari mereka bukan? Namun siapa? Pasti tidak mungkin antara Angga dan Rengga. Apakah Eliza? Atau Becca? Bahkan Dipta?

Mereka saling memandang.

Drek

Bunyi bangku besi yang dipakai Dipta tergeser, tentu hal itu membuat ruangan sebelah bertanya-tanya. Siapa yang melakukan pergeseran itu.

"Maaf Pak, kursi saya geser."

Fyuh

Beruntung saja. Dua kejadian dalam satu waktu itu terjadi.

Mereka semua menatap tajam cowok berkacamata tebal itu.

Tak ingin ketahuan, mereka buru-buru keluar dari tempat laknat itu.

"Bentar," sergah Dipta namun pelan kepada semuanya yang hendak keluar dari pintu keluar ruangan itu. "Kalau kita keluar lewat sini, yang ada kita malah ketahuan."

Eliza berdecak, " kalo gak lewat sini, terus mau lewat mana, goblok?"

Dipta mencoba sabar dengan ucapan seniornya yang kelewat santun.

"Lewat sana," Rengga menginterupsi. 'Sana' yang ia tunjuk adalah tangga besi sempit yang cukup tinggi untuk mencapai lantai bawah. Rengga cukup tahu seluk beluk sekolahan ini, ia terlalu sering terlambat sekolah, tangga itu satu-satunya tangga yang bisa ia gunakan kala sedang dalam keadaan genting. Maka dari itu jalan satu-satunya bagi mereka untuk keluar dari sini.









Saling tuduh









"Tersangka?" Annis mengerutkan dahinya.

"Iya, dan kami gak tahu siapa tersangka itu, barangkali kakak tahu?" Tanya si manis.

Annis cukup tertohok dengan pertanyaan itu. Sekelebat kejadian beberapa menit yang lalu terlintas di pikirannya. Jadi? Dia tersangkanya? Orang yang menjadi peserta olimpiade, menjadi tersangka? Annisabilla Ratuliu?

"Mereka bilang inisial tersangkanya AR," imbuh Angga.

AR? Dia? Tunggu.

Avrengga Readijaya
Ameliza Reskia
Angga Readijaya
Abeyna Rebecca
Argan Radipta

"Tapi kita semua …" ucapan Becca menggantung.

"Inisialnya AR," sambung lima lainnya kompak.

"Oke, gue ngerti. So mereka sengaja bikin acara olimpiade abal-abal cuma buat cari tersangkanya? Dan secara kebetulan yang berinisial AR cuma kita di sekolah ini? Tersangka apaan coba? Gue aja gak ngapa-ngapain. Jangan-jangan Lo ya, Bec?" Tuduh Eliza kepada Becca, sepupunya sendiri. Karena ia merasa aneh dengan Becca dan Angga yang sudah bertunangan, padahal anggota keluarga Adijaya itu tidak boleh berpacaran. Buktinya saja ia saat ini masih belum ditembak oleh Rengga. Padahal lampu hijau sudah ia hidupkan di segala persimpangan jalan.

"Kok Kak El nuduh aku? Kakak gak percaya sama aku?" Oke lebay, Becca sudah siap dengan air matanya. "Kak Annis kalik!" Lemparnya tak terima. Becca sudah menangis di dada bidang Angga.

Semua menatap Annis, "k-kok gue?" Oke, Annis keringat dingin sekarang karena memang hal itu ada benarnya. Namun Annis tak berani untuk mengaku, ia saja tak tahu-menahu tentang tersangka perihal apa. Memangnya Annis berbuat apa?

Becca menatap Annis sendu, "iya kakak, Kak Annis selalu pulang duluan, atau keluar ruangan paling awal daripada yang lainnya."

"Sorry ya, gue emang gak suka berada di lingkungan toxic kalian, so gue balik duluan. Ke rumah kok, gak kemana-mana," Annis melakukan pembelaan. Ia menatap Dipta penuh curiga, " Dipta noh! Dia aneh!"

"Aneh apa maksud Lo?" Dipta angkat bicara, "gue ada salah sama Lo?!" Dipta sedikit murka. Atau jangan-jangan memang benar begitu adanya? Pikir empat yang lain kecuali Annis.

"Weh selow nj-" sebelum umpatan itu terlontar, Eliza menghentikan hal itu. Umpatan yang akan keluar dari bibir orang yang ia suka.

"Cukup, mending kita pindah dulu dari sini, sebelum ketahuan," Dipta ada benarnya juga, tak mungkin mereka membicarakan hal ini di sini.

Setelah mencoba untuk tidak mengeluarkan sumpah serapahnya kepada Dipta, Rengga mengusulkan mereka ke suatu tempat. Tempat di mana hanya Rengga yang tahu.

SOSPETTATOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang