Happy Reading-!
14 Januari 2019 (2),
Malam itu saat Keisha pulang dari rumah Theo, dia baru saja tiba di halaman rumahnya, ia melihat motor Magenta masih berada di sana, bahkan ada motor teman-temannya yang lain berada di sana. Ia menyapu pandangannya lagi, tidak ada mobil bundanya, apa belum pulang? Tapi kenapa belum pulang? Gadis itu memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.
Ia membelalakkan kedua matanya begitu mendapati pemandangan ruang tamu yang berserakan, kulit kacang dimana-mana, toples-toples camilan yang terbuka, gelas-gelas minuman yang ada di sana dan tidak tertata. Kemudian gadis itu mendongak menatap kamar abangnya, terdapat suara-suara ketawa di sana.
Keisha menghela nafasnya kasar, ia berdecak kemudian mulai memberesi ruang tamu. Ia menutup toples-toples yang terbuka itu, mengambil gelas-gelas kotor dan di bawanya ke tempat cuci, setelahnya ia mengelap meja lalu menyapu lantainya. Setelah selesai gadis itu berjalan menaiki tangga dan membuka kamar abangnya.
Benar saja, terdapat banyak tersangka di sana, baru saja Keisha membuka mulutnya untuk berbicara bundanya yang kelihatan lelah memasuki rumah itu.
Keisha mengurungkan niatnya, ia berjalan ke bawah menemui bundanya.
"Bunda kenapa baru pulang?"
Bunda menghela nafasnya, "Bunda bakalan gagal nanganin pasien ini nggak ya Sha?"
"Maksud bunda?"
Lagi-lagi bunda menghela nafas beratnya, "Kalau nanti bunda nggak bisa nyelametin dia gimana?"
Kini, wanita paruh baya tersebut menundukkan kepalanya, menangkup wajah putus asanya dengan kedua tangannya.
"Bun, bunda kan cuma dokter bukan Tuhan."
Wanita paruh baya tersebut mengangkat kembali kepalanya, mengunci pandangannya pada Keisha.
"Pasien bunda itu masih muda Sha, baru tujuh belas tahun, kalau bunda nggak bisa nyelametin dia, gimana dengan masa depan dia? Padahal anak-anak seumuran dia lagi seneng-senengnya main sana-sini sampai lupa waktu, ketawa sama temen-temennya, tapi dia malah berbaring di ranjang rumah sakit dan nggak berdaya. Hati bunda sakit ngelihat dia kayak gitu Sha, gimana dengan orang tua dia? Pasti sakit banget ngelihat anak semata wayangnya diambang kematian." terlihat dengan jelas ada keputusasaan di kedua manik legam bundanya.
"Bun, hidup dan mati itu ada di tangan Tuhan. Bunda kan cuma bisa mengusahakan."
"Ini salah satu hal yang bunda nggak suka dengan profesi bunda Sha. Keluarga yang sakit akan meminta tolong para dokter untuk menyembuhkan, tapi kalau kami gagal rasanya juga kami merasa bersalah Sha. Apalagi kalau dengar jerit tangis keluarga mereka, hati bunda tuh sakiiit banget."
Keisha mengelus-elus punggung bundanya, berharap bundanya segera tenang dan tak terlalu memikirkan pasiennya.
Kata bunda, jadi dokter itu memang gampang-gampang susah. Kalau lagi di titik seperti ini bunda akan merasa bersalah, tapi kalau bunda benar-benar berhasil menyembuhkan pasiennya kesenangan akan menjalari hatinya. Bunda itu dokter spesialis organ dalam.
"Sha, kamu udah makan belum?" tanya sang bunda saat dirasa perasaannya mulai tenang kembali.
"Udah kok, tapi kalau bang Rasya sama temen-temennya Sasha nggak tahu. Soalnya Sasha baru pulang."

KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Dalam Gelap [END] [TAHAP REVISI]
RomansaIni tentangnya, lelaki penuh kebahagiaan dengan tutur katanya yang sopan dan sederhana. Ini tentangnya, lelaki yang bisa banyak hal dengan kekurangan yang ia miliki. Ini tentangnya, lelaki yang bisa melukis tanpa melihat, lelaki yang pandai menggam...