Happy Reading-!
Ceklek!
Kreek!
Arvind memasuki kama Theo, lalu menguncinya. Lampu kamar itu suah dimatikan, tapi Arvind masih mendapati kakaknya terduduk di lantai, dengan jendela balkon yang terbuka.
"Arvind?" tanya Theo menoleh ke arah ia mendengar bunyi.
Arvind berjalan mendekat, Theo bangkit dari duduknya. Dia berdiri menghadap suara derap langkah terdengar.
"Mas, boleh peluk?" tanya Arvind yang hanya berjarak beberapa petak lantai.
"Peluk?" Theo mengernyit, dia berpikir sejenak.
"Boleh, ken–"
Belum juga selesai berbicara, Arvind sudah berlari dan mendekapnya terlebih dahulu. Membenamkan wajahnya di dalam dada bidang kakaknya. Malam yang gelap, di ruangan yang gelap, mereka berpelukan.
"Aku capek," ujar sang adik sebelum tubuhnya menjadi lemas, hingga membuatnya semakin berat menjadikan keduanya jatuh ke lantai dingin.
"Arvind? Kamu kenapa?" tanya sang kakak, meraba-raba tubuh adiknya yang kini tergeletak di lantai.
"Aku......" Arvind menjeda lama.
"Ngantuk," lanjutnya.
"Ng-ngantuk? Kalau ngantuk jangan tidur di sini, ke kamar kamu, tidur di kasur, jangan di lantai, dingin."
Arvind mengamati kakaknya yang tidak melihat ke arahnya, dia meringis menahan sakitnya, berusaha menetralkan nafasnya supaya terdengar biasa saja.
"Boleh....anterin aku?" ucapannya tidak terbata, hanya terjeda.
"Sengantuk itu?" kini Theo merasa jiwa manja adiknya waktu kecil dulu telah kembali. Ya! Arvind dulu pernah manja, hanya kepadanya tidak kepada kedua orangtuanya.
"Hm." Arvind mengangguk.
Theo berbalik badan, "Naik." memberi perintah kepada adiknya untuk segera naik ke atas punggungnya.
Arvind mengambil tongkat kecil milik Theo yang di sebelahnya, menggenggamnya dibawa naik ke punggung kakaknya.
"Tunjukkin jalannya ya." perintah Theo.
Theo berjalan, selangkah demi langkah, menggendong adiknya yang ia sayang,hingga mereka sudah berada di luar.
"Belok kiri," tunjuk sang adik.
Theo mengikuti instruksi adiknya.
"Kamu berat." ucapnya.
Arvind terkekeh, lupa akan sakitnya sejenak.
"Berarti.....aku.....udah gede." lagi-lagi ucapannya penuh dengan jeda.
Theo terkekeh mendengar ucapan adiknya.
"Berhenti," ucap Arvind.
Butuh waktu beberapa detik untuk ia mengatur nafasnya, "Hadap kiri," sakitnya semakin tak tertahan, menjadikannya sulit untuk berbicara, Theo mengikuti instruksinya, menghadap kiri lalu merabanya. Terdapat gagang pintu di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Dalam Gelap [END] [TAHAP REVISI]
RomantizmIni tentangnya, lelaki penuh kebahagiaan dengan tutur katanya yang sopan dan sederhana. Ini tentangnya, lelaki yang bisa banyak hal dengan kekurangan yang ia miliki. Ini tentangnya, lelaki yang bisa melukis tanpa melihat, lelaki yang pandai menggam...