21 : Rumah

622 151 21
                                    






Aira gak merespons apa-apa selain menganggukkan kepala. Dia gak tau harus ngasih respons yang kayak gimana atas ucapan Yunan yang bilang karena Aira, Saka bisa tersenyum lagi setelah berhasil ngelupain masa lalunya.

Di sini Aira gak tau masa lalu yang seperti apa yang Saka pernah alami, sampe Yunan bisa berkata kayak begitu ke dia. Karena itu juga, sekarang Aira cuma diem aja, bingung mau bertindak gimana.

“Ah ... gitu, ya?” Akhirnya cuma itu aja yang bisa Aira ucap sebagai respons. Tapi responsnya malah memicu tanda tanya Yunan.

“Responslo flat banget,” kata Yunan dengan nada bercanda, “elo gak seneng gue omongin begitu? Gue gak bohong loh, Ai.”

Aira ngelirik Yunan beberapa detik, sebelum ngalihin pandangannya sambil senyum kecut.

Kalau aja Yunan tau gimana ramenya perut dia yang diisi kawanan kupu-kupu sekarang, mungkin cowo itu bakal diem aja sambil senyum biasa karena udah berhasil bikin Aira melambung berkat perkataannya.

Tapi Aira harus respons gimana? Masa dia mau bohong dan pura-pura bahagia seakan-akan dia memang beneran pacarnya Saka?

Kebanyakan bohong juga bisa bikin pelakunya ngerasa muak tau!

“Ahaha, gue harus respons gimana, Yun? Emang begini guenya,” kata Aira, ngebales ucapan Yunan. Daripada dibahas terus, mending Aira ganti topik aja kali, ya? “Anyway, emang Saka dulu kenapa sampe lo bisa bilang kayak tadi ke gue?”

Percayalah, Aira sama sekali gak bermaksud untuk nyari tahu tentang masa lalu Saka atau apa pun itu yang berhubungan sama Saka. Cuma itu adalah satu-satunya ide yang muncul di pikiran Aira biar Yunan berhenti bahas respons datarnya dia.

Yunan juga keliatan gak bermaksud untuk membahas respons Aira lebih lanjut. Buktinya dia jawab aja begitu Aira tanya.

“Emang Bang Saka gak pernah cerita, ya?” bales Yunan, balik bertanya.

“Dia gak pernah cerita apa-apa dan gue juga gak pernah nanya.” Ini cuma alibi. Alesan sebenernya kalian udah pasti pada tau, kan? Iyap, itu karena Saka sama Aira memang gak pernah ketemu sesering itu sampe bisa saling berbagi cerita.

“Kalian kayak pasangan yang ketemu di pinder aja. Udah jadian tapi masih gak mengenal satu sama lain.” Aira tau kalau Yunan cuma bercanda, tapi karena yang dibilang itu gak sepenuhnya salah, Aira gak bisa nyanggah dan cuma senyum aja.

Sambil senyum hambar, Aira mengalihkan mukanya. Tapi senyumnya itu berhenti seketika saat Yunan ngelanjutin kata-katanya.

“Bang Saka dulu punya temen perempuan, dia orang yang masuk ke jejeran orang paling berharga di hidup Bang Saka.”

Aira langsung menatap Yunan. Cowo itu bercerita sambil menatap siswa-siswa yang nyebar sana-sini, mengambil jalan pulang masing-masing. Rautnya serius, dan mungkin yang dia bahas memang seserius itu.

“Bang Saka dulu bukan orang yang kayak elo kenal sekarang tau.”

Aira masih berusaha buat fokus ke obrolan. “Bukan orang yang kayak gue kenal sekarang? Gimana maksudlo ...?”

“Dia bukan tukang bolos, bukan tukang tawuran juga. Dia bukan orang yang dingin dan semengerikan imejnya yang sekarang di mata anak-anak sekolah. Intinya, Bang Saka itu kayak siswa normal lainnya.” Keliatan dari raut Yunan kalau cowo itu memang mengenal Saka dengan baik, dan dia juga terkena dampak dari perubahan Saka yang dia bilang.

Yunan ngelanjutin kalimatnya tanpa Aira sela. “Tapi sejak dia naik kelas, semuanya berubah. Anak ramah itu ikut geng berandal sekolah, dan dalam waktu singkat berhasil jadi orang paling kuat yang hobinya nyari ribut sama sekolah orang. Gue gak ngerti lagi sama dia, dan dengan sedihnya, gue pun mulai menjauh tanpa tahu alesan kuat dia berubah sebanyak itu.”

VIVID : Park Seonghwa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang