[EXTRA CHAPTER]

247 28 25
                                    

Kembali bertemu dengan hari minggu, hari ini mendung dan mendukung untuk hanya berkemul dengan selimut. Saka pikir akan lebih baik jika dia tidur saja, tapi saat ini dia terpaku di depan layar laptop-nya, melihat kembali album foto dengan hiasan senyum yang cantik dan hangat lewat sorot matanya yang dingin dan kelabu.

Melihat masa lalu lewat foto-foto seperti ini rasanya pasti membangkitkan kenangan masa lalu. Rasanya seakan dua tahun lalu terjadi kemarin pagi, dan malam yang mengerikan itu terjadi malam tadi. Saka menutup layar laptopnya tatkala pintu kamarnya dibuka, masuklah tujuh pemuda lengkap dengan buah tangan yang tak absen dari setiap pasang tangan.

"Wah, mau jenguk orang sakit, kah?" tanya Saka, tersenyum menyindir.

"Wah, iya, nih. Kirain elo koma, soalnya HP lo mati seharian," ujar Haris, pemuda bertubuh kurus dan sedikit lebih pendek dari yang lain.

Ditimpali oleh Yasa dengan, "Simulasi menghapus eksistensi dari dunia." Dan langsung mendapat colekan dari Sandrio.

"Jangan ngomong yang aneh-aneh, nanti beneran dipraktek-in sama dia."

"BTW, waktunya apa, girls ...?" Wino bersuara, menyegarkan suasana, "aaaa ... it's girls time!"

"Aaaa SBL SBL, Seneng Banget Loch," dijawab senada dengan Yunan yang tidak jauh berbeda dari Wino sifatnya. Maklum, darah lebih kental daripada air.

Melihat itu, Johan yang hanya diam saja di ujung barisan pun mencibir. "Berisik banget, bencong."

"Ye, iri aja lo nggak punya bestie."

"Gue kalau punya bestie kayak elo juga mending nggak punya temen sekalian, sih."

"Tapi elo tetep masuk sirkel gue, ya, bajingan!"

"Ssst, diem, anaknya Gayus Tambalban."

Saka yang semula terlihat sendu, kini tertawa dan perlahan-lahan mendapat kembali suasana hati yang baik dari kehadiran teman-temannya. "Jangan ngomong jorok di sini, mbak Jennar masih di rumah," ujarnya, basa-basi memperingati.

"Mbak Jennar gue bawain martabak manis tapi malah suruh bawa aja semua makanan ke kamar lo. Sayang banget, padahal gue pengen makan bareng dia," ujar Aji, si tiang bermata sipit sembari duduk di karpet, meletakkan barang bawaannya.

"Masih naksir lo sama kakak gue?"

"Ya siapa coba yang nggak naksir sama kakak lo?"

"Gue."

"Si anjir." Aji memasang wajah kesal. "Tapi seriusan, Bang, kakak lo itu tipe gue banget. Agak-agak tomboy, beda sama cewe lainnya."

"Iya lah, orang dia emang bukan cewe," jawab Saka asal sembari menyomot gorengan yang Haris bawa. "Dia tuh di kehidupan sebelumnya kayaknya petarung laki, dan dia inget kehidupan dia sebelumnya di kehidupan sekarang, makanya bar-bar."

"Nggak masalah, sih, aku suka dikasarin," jawab Aji, entah serius atau tidak tapi yang lain langsung meliriknya dengan sinis dan jijik.

"Anjir, masokis," ujar Yunan.

"Ngomong begitu lo sama gue? Gebetan lo tuh Sephia Harundani, algojo kelas! Disakitin, dicuekin, dikasarin berulang kali tapi nggak nyerah-nyerah."

"Itu bukan berarti gue masokis, itu adalah tanda ketulusan cinta gue. Bedain, dong!"

"Udah, berisik lo semua! Hidup lo ribet banget cuma karena cewe, kayak gue dong santuy!" sindir Haris, niatnya sarkas tapi malah dijawab tak kalah sarkas oleh Johan.

"Itu mah emang elo-nya aja yang nggak populer di kalangan cewe, Bang, makanya nggak punya."

"PFFTTT, ahahaha kena mental nggak lo, Bang?"

VIVID : Park Seonghwa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang