Rasa bersyukur dalam benak Sasuke, Naruto, Boruto serta Kawaki membuncah begitu saja. Menatap langit senja dengan rasa yang berbeda-beda. Keberhasilan mereka atas melawan Jigen adalah hal yang melegakan walau harus merelakan kematian Kurama dalam tubuh Naruto dan mata Rinnegan Sasuke.
Mereka amat sangat bersyukur masih mampu menyaksikan tenggelamnya sang surya di langit Konoha. Bolehkah Konoha merasa aman untuk kedepannya, meskipun hanya sebentar. Ah, sepertinya hal itu akan sulit di prediksi.
Tim 7, Sumire, Shikamaru dan lainnya menghampiri mereka yang sedang berada di atap kantor Hokage. Sasuke melirik sosok gadis kecil yang masih memakai pakaian khas rumah sakit. Berbagai pertanyaan muncul di benaknya. Apa dan bagaimana mendominasi pertanyaannya.
Ekspresi datar hanyalah sebuah topeng bagi Sasuke untuk menutupi rasa khawatirnya saat ini. Benar saja, saat sosok kecil itu melihat kondisinya, ekspresi sosok terpenting dalam hidupnya berubah menjadi sangat khawatir.
Sosok kecil itu benar-benar di liputi rasa cemas, sampai Boruto menyampaikan bahwa ialah sebab mengapa kondisi Sasuke seperti itu. Sasuke sangat khawatir bagaimana tanggapan sosok kecil kesayangannya. Ia tak ingin Sarada mengalami hal yang tidak-tidak sepertinya dulu.
Satu kata untuk Sarada, hebat. Sasuke bersyukur Saradanya tidak menelan mentah-mentah apa yang dijelaskan oleh Boruto. Ia bangga putrinya tak menyalahkan Boruto. Sarada berkata, "Entahlah apa yang terjadi sebenarnya, tetapi sebagai shinobi, aku dan mama siap menerima apapun yang terjadi dalam dunia ini."
Sasuke pun menyetujui ucapan putrinya. Boruto tak perlu menyalahkan diri atas apa yang terjadi pada Sasuke. Itu bukan salahnya, jika Boruto tak ikut, bisa saja Sasuke tak selamat. Satu lagi rasa khawatir yang masih mengganjal pada Sasuke. Ia segera mengajak Sarada kembali untuk menemui Sakura.
Bagaimana tanggapannya?
Apakah Sakura akan menangis karena diriku lagi?
Apakah Sakura mampu menerima kekuranganku lagi?
Setelah Sasuke mengantar Sarada ke ruang rawatnya, ia dikejutkan oleh Sakura yang baru saja akan membuka pintu ruang rawat Sarada. Tatapan mata hijau yang menjadi kesukaannya dipenuhi oleh rasa cemas. Sasuke segera memutus tatapan mereka dan berjalan keluar menuju ruang Sakura berada.
Sesampainya mereka di ruang kerja Sakura, Sasuke tidak lupa mengunci pintu. Ia tidak ingin ada hal yang mengganggu beberapa waktu ke depan. Ia mendudukan dirinya pada salah satu sofa dengan Sakura berdiri di hadapannya. Lihat, mata hijau itu sedang dipenuhi rasa cemas namun senyumnya tetap terbit disana.
Tangan putih yang telah mengobati banyak jiwa sekarang sedang melepaskan jubah serta pedang yang melekat pada diri Sasuke. Onyx Sasuke yang tersisa hanya terus memerhatikan gerak-gerik yang dilakukan Sakura. Tak sepatah katapun ingin ia ucapkan untuk saat ini. Ia hanya ingin mengamati ekspresi yang ditampilkan seseorang yang telah menjadi sahabat, istri, ibu dari anaknya serta belahan jiwanya.
Sempat terpikir saat sedang berada di dimensi berbeda. Bagaimana jika dirinya pergi meninggalkan wanita yang menjadi hidupnya? Tentu saja Sasuke tahu jawabannya. Dan jika itu terjadi ia benar-benar tak bisa memaafkan dirinya karena menyakiti Sakura sangat dalam.
Ketika telapak tangan itu menyentuh wajahnya, Sasuke tersadar dari lamunannya. Rambut yang selama ini menutupi mata berbahaya itu disingkap dan setelahnya ia merasakan hangat dari cahaya hijau yang disalurkan oleh tangan istrinya. Mata yang tersisa perlahan menutup menikmati rasa hangat yang mengalir.
KAMU SEDANG MEMBACA
SasuSaku Oneshot
Fiksi Penggemari can't make a summary. but i write this about Sasusaku. I write if i have spare time n ide. Pict by pinterest, twitter. so, langsung baca aja ya.