Di Jingshi, seorang pria dengan wajah yang terpahat indah tengah memainkan guqin dengan hikmad. Matanya sayu dan jari-jari lentiknya menari mengalunkan irama kerinduan.
Tepat seperti namanya, Jingshi sangatlah hening oleh suara. Kecuali alunan nada Wu Ji yang terus menggema setiap harinya.
Lan Qiren sudah muak menasihati keponakannya itu agar tidak terlalu mengurung diri, namun tak pernah ditanggapi.
Ia lebih banyak menghabiskan waktu di kamarnya untuk bermeditasi, atau sekedar bermain guqin untuk waktu yang lama setiap harinya hanya untuk mengenang sesosok Wei Wuxian.
Satu tahun ini, setelah memutuskan berpisah jalan dengan Wei Wuxian, Lan Wangji lebih terlihat murung dan sulit untuk diajak bicara, padahal yang memutuskan untuk berpisah adalah Si Giok Gusu itu sendiri.
Wangji ingat jelas setiap detail kecil dari kenangannya bersama Wei Wuxian, membayangkan setiap adegannya, mengharapkan dia kembali mendatangi Gusu dan hidup bersama selamanya.
Namun kala itu Lan Wangji terlalu takut akan resiko penolakan. Ia takut Wei Wuxian tidak memiliki perasaan yang sama dengannya, ia takut bahwa Wei Ying-nya hanya menganggap dirinya sebagai sahabat. Ia terlalu pengecut untuk mengungkapkan perasaannya sehingga memutuskan untuk pergi.
Hampir genap setahun ini, Lan Wangji menjadi hampa. Hanya terus-terusan berharap Wei Wuxian mendatanginya meski di dalam mimpi sekalipun.
"Wangji, hari ini Paman mengutus kita untuk mewakilinya menghadiri rapat di Lanling Jin. Apa kau bisa?"
Sebuah suara membuat Lan Wangji menghentikan petikan pada senar guqinnya.
Ternyata Lan Xichen sudah berada di hadapan Lan Wangji sejak tadi, namun pria itu sama sekali tidak menyadari karena terlalu banyak melamun.
"Wangji?"
"Ya, Xiong Zhang." Jawaban singkat dari Wangji membuat Lan Xichen hampir terkekeh.
Sedari kecil adiknya tidak pernah berubah, selalu pelit kata-kata meskipun kepada keluarganya sendiri.
Lan Xichen tersenyum lembut. "Mungkin saja Tuan Muda Wei juga turut hadir."
"... Dan mungkin kalian bisa berbaikan kem-"
"Aku akan bersiap-siap, Xiong Zhang," potong Lan Wangji sembari memberi hormat kepada kakaknya.
Lan Xichen menggeleng-gelengkan kepalanya sembari berjalan keluar dari Jingshi, entah sejak kapan Lan Wangji menjadi sangat sensitif. Yang jelas, Lan Xichen tidak bisa terlalu mencampuri urusannya.
Setelah selesai berkemas, dua bersaudara itu pun melakukan perjalanan ke Lanling.
Terik matahari memapar dua manusia yang berkilau bagaikan batu giok, tak terasa hari mulai sore. Mereka terpaksa mencari penginapan untuk beristirahat untuk melanjutkan perjalanan besok pagi.
Beberapa saat kemudian mereka berada di sebuah rumah makan. Seperti biasanya, Lan Wangji dan Lan Xichen makan dalam diam. Terdengar hiruk-pikuk dari beberapa meja yang tak jauh dari meja mereka, namun diabaikan begitu saja oleh Lan Wangji sampai pada beberapa kalimat menghentikan ritual makannya.
"Kudengar, anak angkat keluarga Jiang, Wei Wuxian yang terkenal itu akan segera menikah."
"Benar. Menurut berita yang tersebar, Yiling Laozu itu akan melamar seorang gadis."
"Kira-kira gadis yang bagaimana calon istri si pembuat onar itu, ya?"
"Aiyyo! Tuan Muda Wei adalah orang yang berbakat, gadis mana yang tidak tergila-gila padanya? Terlebih lagi, ia dikenal cukup tampan di kalangan Tuan Muda lima keluarga."
"Kota Yun Meng pasti tengah heboh saat ini, mengingat keluarga Jiang menyelenggarakan lamaran secara tertutup."
"Menurutku gadis yang menerima lamaran itu, pasti sudah gila!"
"Ayolah! Wei Wuxian Itu idolaku, tidak ada wanita yang layak untuk Yiling Laozu yang hebat itu."
Rahang Lan Wangji mengeras, tangannya mengepal kuat namun ekspresi wajahnya masih datar. Lan Xichen sudah paham dengan apa yang terjadi pada adiknya.
"Wangji, Tenanglah. Jangan terpengaruh oleh rumor," ujar Lan Xichen khawatir.
Lan Wangji menggebrak meja dan meninggalkan tempat itu. Selama berjalan menuju kamarnya, mata Lan Wangji sudah memerah oleh emosi.
Baru satu tahun ia tidak bertemu Wei Wuxian, Wangji sudah disuguhkan dengan berita yang sangat mengejutkan.
Benar kata kakaknya, ia seharusnya menemui Wei Wuxian sebelum pemuda itu di ambil orang lain.
Sekarang perlukah Wangji melakukan kejahatan? Menculik pengantin misalnya.
Entahlah, yang jelas Wangji sudah terlambat. Ia seharusnya datang lebih cepat untuk menjadikan Wei Wuxian sebagai miliknya.
"Wei Ying-!"
Lan Wangji terduduk pasrah, ia tak tahu harus berbuat apa. Entah dari mana ide gila muncul di benak sang Tuan Muda Lan Kedua itu, ia beranjak dari kamarnya tanpa berpamitan dengan sang kakak.
Langit berangsur kelam, tapi Lan Wangji masih terus melangkah gontai, tak tau arah tujuan.
Yang ada di benaknya saat ini hanya Si Pria Pita Merah, hanya Wei Wuxian lah yang bisa membuat Pria Wajah Es itu hampir gila.
"Wei Ying ..."
Kaki Lan Wangji terus bergerak menyusuri jalan kecil itu, tanpa sadar jalan itu terus menuntunnya menuju Yun Meng Jiang.
***
Bersantai di atas perahu yang berada di tengah kolam teratai sangatlah menyenangkan. Menutupkan daun teratai di wajah agar tak terpapar matahari, serta bersenandung ria menikmati udara pagi yang sejuk.
Namun ketenangan itu seketika buyar, suara orang memanggil-manggil kini mengisi pendengaran sang Patriark Yiling.
"Wei Xiong, Wei Xiong ..."
Pemuda itu segera mendudukkan tubuhnya malas, wajahnya menutut jawaban dari beberapa orang yang kini berada di hadapannya.
"Wei Xiong-! Kami menemukan orang dari Sekte Lan terbaring tidak sadarkan diri di depan gerbang." ucap salah seorang junior sekte Jiang.
Alis Wei Wuxian mengerut, "Keluarga Lan?"
Para junior itu mengangguk kemudian menuntun Wei Wuxian ke tempat yang mereka maksud, sementara sang senior hanya mengikuti saja.
"Ada di sana," tunjuk salah seorang di antara mereka.
Tak jauh dari tempat mereka berdiri, tampaklah seseorang mengenakan pakaian serba putih tengah berbaring membelakangi mereka. Wei Wuxian tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas, yang pasti tubuh itu terlihat begitu familiar baginya.
Pria Wei itu mendekati orang tersebut, menarik bahunya dan membalikkan tubuh orang itu.
Seketika waktu serasa terhenti, semua bayangan beberapa tahun silam kembali berputar di otaknya. Si Giok Gusu yang sifatnya sedingin es batu, Lan Er Gongzi yang pelit kata-kata.
Kini pemuda Lan itu terbaring lusuh, matanya terkatup indah dengan tangan yang dilipat di dada. Wei Wuxian terkekeh miris, Lan Wangji tetap saja sama seperti saat pertama kali mereka bertemu, sangat taat pada aturan.
"Wei Xiong?"
Wei Wuxian sampai melupakan para juniornya yang sedari tadi memperhatikan mereka, ia segera bangkit.
Namun sebuah tangan yang lain mencekal pergelangan tangan Wei Wuxian.
"Wei Ying ..." racau Lan Wangji lirih, namun pria itu masih memejamkan matanya.
Wei Wuxian hendak melepaskan cekalan itu, tapi cengkraman Lan Wangji begitu erat.
"Wei Ying, jangan pergi-!"
Hai pecinta WangXian yang kerjanya cuma rebahan sambil ngerjain tugas online! Jangan lupa Vote, Like dan Komen yaaaa~
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER AND EVER (WangXian)
FanfictionSetelah sekian lama berpisah dan memutuskan untuk berjalan pada jalur masing-masing, Lan Wangji mendapati sebuah kabar mengenai Wei Wuxian bahwa pria cantik itu akan segera menyelenggarakan pernikahan. Lan Wangji yang tidak terima dengan berita itu...