12 ; peraturan

136 25 0
                                    

changbin sibuk mengusap-usap kecil pada surai felix. lelaki manis itu sudah terdiam, bahkan tangisannya sudah berganti menjadi dengkuran halus. ia sisipkan poni kesayangannya demi melihat lebih jelas cantiknya lelaki itu.

wajah yang bertabur bintang-bintang kecil dengan bulu mata yang cantik dan bibir mungil tak luput dari penglihatannya. semua tentang felix terlalu indah untuk ditinggalkan, ia mulai berandai ketika felix yang saat itu ingin mengambil cuti bersama.

"ayo kita cuti bareng, nanti jalan, main, makan, pokoknya ke mana aja. sehari~ aja, ya? ya? ya?"

mendengar potongan kalimat felix membuat changbin kian menyesal, kalau saja ia tidak keras kepala, sudah dipastikan hari, jam, dan detik ini masih memeluk erat felix yang sama-sama tertidur.

"maaf, kakak egois. andai kakak setuju sama keputusan cuti, mungkin ... mungkin kita gak di sini, kamu gak ngerasain sakit ... kakak minta maaf belum bisa bahagiain kamu sebelum ini," lirih changbin dengan perasaan berat di hatinya.

pikirannya mulai ditarik ke belakang mengingat sisa waktu yang ia dapatkan di sini.

"kamu selalu nanya kakak mau ke mana, tapi itu pertanyaan berat buat kakak. berat, lix ... aku ... aku gak mau liat kamu sedih sama nangis lagi," changbin tertunduk, pundaknya sedikit bergetar menahan kesedihannya. namun, ia harus tahan mengingat felix tertidur bersandar pada bahunya.

"aku bakal pergi jauh, lix. pergi ke tempat yang gak akan bisa digapai sama kamu," monolognya ketika sunrise mulai mengisi netra pemuda seo tersebut.

pandangannya beralih pada tangannya, ia tersenyum getir ketika menyadari tangannya mulai menghilang layaknya hologram. wanita sialan itu sepertinya memang sengaja tidak memberitahu tentang waktunya, lihat saja nanti ia akan protes panjang saat bertemu dengan wanita itu nanti.






"lix, kakak mau ke luar sebentar, ya? kamu diem di rumah aja, jangan ke mana-mana, oke?"

felix memberikan ibu jarinya pada changbin, ia lanjutkan mengguling-gulingkan badannya di kasur dengan selimut yang membungkusnya. entah apa yang ia lakukan, semua itu hanya kebiasaan kecilnya ketika bangun lebih cepat. biasanya setelah berguling-guling, ia akan tertidur kembali, tetapi kenapa ia kian dilanda bosan sekaligus lapar?

lagipula lelaki seo itu ingin ke mana pagi buta seperti ini, felix sampai lupa bertanya walaupun seharusnya changbin juga memberitahu ia akan pergi ke mana.

huft, felix menjadi tidak selera untuk melakukan aktivitas apapun karena ulah changbin itu. ia bahkan berjalan ke dapur dengan terbungkus selimut dan mata yang tidak sepenuhnya terbuka.

selesai meminum susunya, felix berjalan ke wastafel guna membasuh muka bantalnya ketika bel rumah berbunyi berkali-kali. dasar tidak sabaran.

cklek. pintu terbuka menampilkan hyunjin yang tampak gelisah dan terburu-buru, felix pantas untuk bingung. ia bahkan belum melayangkan pertanyaan, tetapi sudah diselak oleh lelaki berbibir tebal itu.

"changbin, changbin mana, lix?!" ucapnya dengan panik membuat felix makin bingung.

"ada apa, sih? coba duduk sama minum dulu," lelaki di depannya menggeleng cepat, matanya mulai menelisik bagian dalam rumahnya guna mencari changbin.

"changbin mana, lix?!"

"ke luar, tapi gak tau ke mana," selepas berucap seperti itu, hyunjin langsung pergi begitu saja meninggalkan tanda tanya besar pada felix.

lama melihat hyunjin pergi dengan tergesa-gesa, ia sadar akan sesuatu pada tangan hyunjin. ia sipitkan matanya demi melihat jelas apa yang ia lihat.

"tangan hyunjin sakit atau mata gue yang gak sehat?"




di sinilah mereka, changbin, hyunjin, dan tentunya wanita yang membawa mereka dalam dunia ini, manwol. duduk dengan sedikit amarah dan secangkir teh pada genggaman mereka masing-masing.

"coba hyunjin napas dulu," arah manwol ketika ia masih menangkap basah hyunjin yang masih terengah-engah datang ke sini.

hyunjin menunduk, bahunya sedikit bergetar walaupun masih mempertahankan secangkir teh pada genggamannya, "kkomi udah lama ilang, gue pikir kkomi lagi main ke rumah-rumah sebelah, tapi semuanya kosong—"

prang. cangkir yang berada di dalam genggaman hyunjin jatuh begitu saja, ia kian menunduk lalu menangis.

berbeda dengan changbin, matanya terpaku pada tangannya sendiri. ada, hilang, ada, hilang, begitu terus menerus sampai ia putuskan untuk menaruh cangkir tehnya.

"hyunjin, boleh dilanjut," titah manwol lalu menyesap tehnya. mendengar itu hyunjin menggeleng, kedua tangannya membekap wajah pilunya akan kehilangan anjing kesayangannya, lagi. walaupun ia tahu jika nanti setelah berada di dunia ini, ia akan bertemu lagi dengan kkomi, tetapi rasanya masih sakit jika ditinggal begitu saja.

manwol sempat melirik satu persatu ke arah changbin dan hyunjin, ia menghelakan napasnya, dan menaruh secangkir tehnya dengan perlahan.

"hyunjin udah pernah kasih tau ke kamu, bin. semuanya akan hilang sesuai urutan kematian dari yang terdahulu sampai terkini. maaf," changbin mendongakkan kepalanya ketia mendengar sepatah kata itu, "maaf, aku gak bisa banyak bantu."

"maaf, aku gak sempet ngomong tentang sisa waktu kamu karena aku pengen kamu gunain tiap harinya dengan baik. tapi changbin ... kamu sendiri yang melanggar peraturan di sini ... kamu cerita banyak tentang dunia ini ke felix, pagi itu, di atas kap mobil, sunrise."

"apa? apa yang gue langgar? lo sejak awal gak pernah ngasih tau peraturan di sini? apa karena gue bikin dia sedih, nangis atau apa?!" ucap changbin dengan nada yang meninggi.

"kamu cerita banyak hal ke dia– tentang waktumu, tentang dunia ini," final manwol sembari menyesap tehnya.

panas sudah memuncak, pening kepala karena memendam emosi pada wanita di depannya. sudah tidak ada waktu lagi untuk marah karena ia sendiri yang cerobboh dan salah. namun, mau bagaimana lagi, ia hanya mengutarakan isi hatinya saja, jaga-jaga waktunya di sini tidak cukup, dan melewatkan penjelasannya walaupun saat itu felix tertidur di bahunya.

"kamu mau diantar aku atau dengan felix sendiri?"

changbin menolehkan kepalanya dengan banyak tanda tanya dalam benaknya, apa-apaan wanita ini. bicara omong kosong lagi?

bagai mengetahui dan membaca pikiran changbin, manwol menaruh cangkir teh berukir bulan tersebut, "mengantarmu meninggalkan sekaligus melepaskan felix dari dunia ini."

mendengar itu, changbin memejamkan matanya dengan menyandarkan punggungnya pada sofa, ia menghela napas beratnya, "di mana? di mana tempat itu?" 

"aku yakin kamu pernah liat walau sekali, taman dengan sungai besar, di mana ada bus biru sering berhenti."




📝 hai! udah lama banget ini ga update, bahkan aku baru inget... :( makasih yang udah nunggu dan suppport kalian dengan vote ff ini 🥺
















Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

the day | changlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang