malam yang sunyi, selepas felix tertidur dalam pelukanya, maka ia putuskan untuk keluar kamar hotel untuk sekadar mencari angin. belakangan ini rasanya gelisah, entah apa yang terjadi pada dirinya, hatinya selalu merasa tidak enak, dan merasa berat diwaktu yang bersamaan.
hanya ada suara gumaman dari bibirnya sembari melihat-lihat sekitaran yang memang sepi. dilirik jam tangannya yang ternyata sudah menunjukkan pukul 12.30 dini hari. ia tidak bisa tidur, dipaksakan pun rasanya menjadi pusing. changbin benar-benar tidak paham apa yang terjadi dengan dirinya.
ting! suara lift berbunyi, pintu terbuka menuju pintu keluar utama. keadaan sekitar cukup ramai lalu lalang pegawai yang sempat menyapanya dengan senyuman. kakinya berjalan tidak menentu dan berhenti sejenak saat sampai tepat didepan hotel.
bintang bertabur indah menghiasi langit, ditemani sang rembulan yang tampak berdinar sepenuhnya. hembusan angin malam menerpa wajahnya membuat anak rambutnya menari mengikuti arah angin.
"kalo dipikir-pikir, gue ngapain keluar, ya?" gumamnya tetapi langkahnya menuntun pada pantai yang tadi siang ia kunjungi dengan felix.
duduk bersimpuh pada batu besar, menghadap pantai yang disapa dengan deruan ombak dan angin.
"jujur, gue mau tau sampe kapan gue bisa liat felix. dari tadi rasanya gelisah, kayak ada sesuatu yang ganjal dihati gue," monolognya mengadu pada pantai yang sepi.
changbin kembali merenung, menaruh kepalanya pada kedua tangan yang memeluk lututnya. lama merenung ia tiba-tiba menitikkan air matanya dengan tidak sengaja, tidak ada usapan atau halauan ia untuk memberhentikan tangisannya. ia merasa senang karena alam seperti mendengar keluh kesahnya.
"tuhan, bolehkah aku egois membawa felix bersamaku?"
—
sudah satu jam ia mengadu pada pantai, kakinya mulai melangkah lagi untuk memasuki hotel karena akhirnya ia merasa mengantuk dan lelah. jalannya sangat tidak bersemangat, perasaan gelisahnya kian menambah walaupun sempat merasakan reda saat di sana.
"seo."
changbin terkejut ketika sebuah siluet hitam muncul dekat pintu lift, mengelus dadanya untuk menetralkan detak jantungnya.
"kenapa baru muncul?" tanya changbin, pintu lift tertutup diikuti dengan senyuman dari siluet hitam yang kini berubah menjadi sosok manusia sepertinya.
ia memainkan dan melihat kukunya lalu membenarkan topi floppynya atau yang lebih sering dipanggil dengan topi pantai. sedikit aneh tetapi nyata, ia bisa berlaku apapun sesukanya karena yang banyak campur tangan mengendalikan dunia changbin ini adalah dia.
tentangnya, changbin teringat ketika ia terbangun dalam balutan seragamnya dan tertidur diranjang milik entah siapa. ia melihat sosok wanita ini terlebih dahulu, awalnya changbin tidak paham apa yang dikatakan wanita itu, tetapi saat ia dibawa ke hadapan felix, ia langsung paham dengan dirinya mengapa bisa bertemu dengan wanita itu.
saat itu, changbin linglung, bingung harus berbuat apa, menangis pun rasanya susah karena sudah tau apa risiko-risikonya sebelum ia berakhir seperti ini.
"seo—"
"berhenti memanggil margaku."
wanita itu terkekeh, "ya, ya, galak banget."
"apa maumu?"
"suami kecilmu apa kabar?" changbin mendecih mendengarnya, untuk apa bertanya jika wanita itu bisa melihat segala aktifitasnya dengan felix. toh, presentase ikut campur dalam dunia ini adalah dia.
"ngapain nanya-nanya kalo udah tau jawabannya."
wanita itu mencebikkan bibirnya, malas sekali jika ia bertugas dengan pria bermarga seo ini. galak, keras kepala, dan menyebalkan, rasanya ingin memukulinya dengan tas yang ia kenakan.
"aku tanya baik-baik, emang salah?"
"ya."
pintu lift terbuka, changbin melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kamarnya. malas jika berurusan dengan wanita cerewet itu walaupun ia tau pasti dengan kedatangan wanita itu akan memberinya sebuah informasi atau sejenisnya.
"changbin—"
"manwol!" bentak changbin ketika tangannya ditahan oleh wanita yang bernama manwol itu.
ia benar-benar kesal, dirinya lelah, dan ingin cepat tidur menemui kesayangannya.
"hei, kedatangan aku ini penting, kenapa kamu sepele banget, sih?" changbin tampak mengusap wajahnya dengan kasar diiringi dengan hembusan napas yang kasar.
"iya, tau. tau banget. tapi jangan sekarang, oke?"
"ya, tapi ini tentang waktu kamu—"
brak! pintu kamar ditutup kencang, changbin memang sudah muak dengan kedatangan wanita itu walaupun penting tetapi lebih baik ia tidak tau apa-apa darinya daripada tau tetapi akan menambah beban gelisahnya.
"kak?"
changbin menoleh, ternyata felix sudah terduduk dikasur dengan balutan selimutnya. ia mengatur napasnya lalu mendekat ke arah felix yang ia yakini barus aja terbangun karena ulahnya membanting pintu.
"kakak darimana tengah malem gini keluar?"
"cari angin sebentar, tadi gak bisa tidur. maaf ya, pasti kebangun gegara kakak," ucap changbin lalu memeluk felix tiba-tiba.
felix yang dasarnya bingung jadi hanya mengiyakan apa yang dikatakan changbin, matanya pun masih setengah terpejam saat changbin memeluknya sampai-sampai ia terlelap lagi karena changbin memeluknya terlalu lama.
yang memeluk masih diam dengan posisi yang sama, memposisikan dirinya senyaman mungkin ketika mendengar dengkuran halus dari felix. anak itu tertidur lagi tetapi changbin kembali menangis.
dengan terisak, ia meraup oksigen dan mengatur sesegukannya, "tuhan, aku ingin waktu diberhentikan saat ini juga— aku ... takut, tidak siap dengan apa yang dikatakan manwol nanti."
changbin mengatakannya dengan berbisik berharap felix mendengar permintaannya pada tuhan. sedangkan, manwol yang sedari tadi memperhatikan mereka hanya tersenyum sedih melihat betapa takutnya changbin dengan informasi yang akan ia beritahukan nanti.
—
📝hai! adakah yang bingung? ._. anw fyi kalo kalian pernah liat drakor hotel del luna pasti tau sama sosok manwol ini. di sini aku ambil face claim dan namanya walaupun agak sedikit beda sifat dan karakternya dari drakor itu sendiri.
kritik saran bisa langsung ke link yang di profil ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
the day | changlix
Hayran Kurguchangbin yang diberi kesempatan untuk menghabiskan sisa waktunya dengan orang yang ia sayangi. warning; bxb. cr. slsrchng0811, leonis0811 (fs, on twt) [feb - ???] © jinirets, 2O21