O1 ; jangan egois

406 59 2
                                    

keringat dingin mulai menutupi dahi pria yang sedang tertidur disisi hospital bed, memejamkan matanya kuat lalu terbangun dengan terengah-engah dan ikut terduduk tegak seraya mengusap wajahnya perlahan.

mimpi buruknya datang dan terus datang saat ia tertidur menunggu suami kecilnya sadar dari kritis. ditatap pria kecil itu yang masih setia dengan tidur dan alat penyokong hidupnya, terlihat wajah damai terukir di wajahnya.

yang terbangun kembali menidurkan kepalanya pada sisi ranjang, memainkan tangan pria kecil itu berharap segera bangun dari tidurnya. wajahnya terlihat lelah dan kurus karena berkurangnya nafsu makan dan jadwal istirahatnya untuk berjaga menemani suami kecilnya yang sekiranya terbangun tanpa diduga.

beberapa waktu lalu, ia menemukan pria kecil ini dalam keadaan penuh luka karena kecelakaan itu. ia rindu dengan senyuman pria kecil yang tak lain adalah pasangan hidupnya sendiri.

menikah beberapa bulan lalu membawa banyak bahagia serta kenyamanan, dirinya bahkan belum menepati penuh kewajibannya untuk membahagiakan suami kecilnya.

cklek. pintu ruangan inap terbuka menampilkan seorang pria paruh baya yang membawa tas yang ia yakini beberapa makanan yang dibawa untuknya.

"pagi, changbin. makanlah," ucapnya lalu memberikan tas kecil itu tepat dihadapannya.

pria itu menggeleng kecil, tangannya masih memainkan tangan suami kecilnya membuat pria paruh baya itu hanya menghela nafas pasrah, sudah terbiasa dengan respon yang diberikan cucunya itu.

"oke, tapi janji makan, ya? nenek udah capek-capek buat masa gak dimakan?" ucap pria paruh baya itu lalu menaruh tas kecilnya di meja dekat sofa dan ikut berada disisi ranjang lainnya untuk sekadar mengelus surai suami kecil cucunya itu.

pria paruh baya bermarga seo itu hanya tersenyum simpul, "pagi, felix. ternyata masih betah tidur lama."

"mau sampai kapan?" pertanyaan itu bukan merujuk pada pria kecil itu, melainkan changbin yang masih setia memainkan jari felix, suami kecilnya.

changbin hanya menghela nafas, sudah beberapa kali ini kakeknya itu menanyakan hal itu dan bersikeras untuk mencabut alat penyokong hidup suami kecilnya.

"udah mau enam bulan-"

"kenapa? kenapa kakek selalu menanyakan itu?"

ucapan kakeknya terpotong oleh changbin, ia hanya tidak suka bila kakeknya mulai membicarakan hal itu.

"changbin, kapan kamu sadar?"

"sadar buat apa? aku yakin semua yang aku lakuin itu ada baiknya buat felix."

"dengan kamu kayak gini sama aja mempersulit felix buat tinggal di kehidupan yang lebih baik, kamu kayak gini sama aja nyiksa felix, seo. raga dia emang ada di sini tapi rohaninya pasti bingung mau melanjutkan hidup dengan tersiksa gini atau-"

"kakek ngomong gini juga nyiksa felix! orang yang kritis itu inderanya gak ikut mati, felix pasti nangis di sana denger kakek yang selalu ngomong kayak gini."

kakek seo memberhentikan usapan di surai felix, ia tarik tangannya lalu mengepal, menyembunyikan tangannya dengan bertumpu pada sisi ranjang felix.

"jangan egois, seo," telaknya lalu pergi meninggalkan changbin yang menahan emosinya pada kakeknya.

ia yakin dirinya sama sekali tidak menyiksa felix dengan semua ini dan pasti felix tetap bertahan untuk menemuinya. memang benar dengan apa yang dikatakan changbin bahwa orang yang kritis, inderanya tidak ikut mati karena felix menitikkan air matanya.



-




sunyi, hanya ada suara detik jam dinding ruangan ditambah dengan deru alat pendeteksi jantung milik felix. changbin tetap diam, hanya menatap dengan lelah berharap suami kecilnya segera sadar untuk membawa senyum pada bibirnya.

matanya mulai beralih pada meja dengan tas kecil yang berisi makanannya, tidak ada nafsu sama sekali untuk makan bahkan di jam yang hampir pukul sepuluh malam ini.

dengan langkah gontai, changbin mulai memaksakan dirinya untuk makan karena pasti besok kakeknya akan datang dengan semburan amarahnya soal makanan itu.

ia buka perlahan dan menciumi bau masakan neneknya itu yang ia yakini masih layak untuk makan. merapalkan doa lalu mulai memakannya dengan perlahan seraya menatap felix yang masih setia tertidur di ranjang itu.

"waktuku gak banyak, lix. cuma beberapa hari yang ku punya dan kakak .. harus nepatin janji kakak," racaunya dengan lirih.

changbin mulai meminum minumannya lalu kembali menuju ranjang di mana ia biasa menunggu felix hingga terjun ke dalam mimpinya.

"kak chacha!"

lamunan changbin buyar, ia tatap sekelilingnya tetapi tidak menemukan satu orang pun dalam ruangannya. tidak, itu bukan suara orang lain, yang ia dengar adalah suara felix saat bertemu di cafe, siang hari yang cerah lalu memakan brownis coklat buatan suami kecilnya.

ingatan pada memorinya kembali membuat changbin sedikit pusing dan memukul kecil kepalanya agar rasa pusing itu hilang.

"kak, kita se-penerbangan lagi!"

"gimana rasanya jadi captain pilot?"

"wih, ini ruangan kakak bagus banget. ada jasnya juga, keren!"

"lee fe-lix .. s-stop it!" bagai perintah yang berada dalam pikirannya, bukannya memori itu berhenti berputar layaknya kaset rusak, tetapi semakin menjadi membuatnya sangat pusing.

ingatlah, dirinya dengan felix memang selalu se-penerbangan bahkan sampai insiden itu terjadi.

"seo felix .."

lirihnya pelan, secara bertahap memori diimbangi dengan pusingnya mulai berkurang. mengatur nafasnya hingga normal lalu mengusap kecil wajahnya sampai ia benar-benar tenang.

entah kenapa, dirinya sangat sakit bila memorinya tanpa sengaja berputar, dirinya seperti disiksa dengan pikirannya sendiri.

namun, sayangnya changbin masih sibuk memikirkan dirinya sendiri sampai tidak sadar bila pendeteksi jantung felix sudah horizontal.




-

📝 kritik saran bisa ke link yang di profil ya!

everything will be okay. so, stay with stray kids untill the last step out.

the day | changlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang