💌 Niat Baik Senada

694 168 79
                                    

9.

NIAT BAIK SENADA


Hari ini ada yang aneh.

Sekarang masih Kamis, belum akhir pekan. Tetapi, yang tercinta El Vino Atmadja tak terlihat dimanapun, baik itu di kelasnya, di kantin, ataupun di ruang Mapala.

Iya, Irene sampai mengubah rutenya sehari-hari demi sengaja melewati tempat-tempat yang biasa Vino huni. Namun, pemuda itu nihil.

Irene tak akan sekhawatir ini bila Vino bisa dihubungi. Masalahnya, chat dan telepon darinya bahkan tak digubris sejak pagi. Ia sampai meminta nomor Juan pada Kimberly, untuk bertanya siapa tahu saja si botak mengetahui di mana keberadaan Vino. Namun, Juan pun tak melihat batang hidung sang senior. Apa Vino absen hari ini? 

Namun, karena apa? Sekadar terlambat bangun saja atau justru (amit-amit) jatuh sakit? Seandainya benar sedang sakit, apakah ada yang menjaga dan mengurus Vino? Bagaimana jika pemuda itu hanya seorang diri? Setahu Irene, kedua orangtua Vino masih bekerja.

Kemungkinan lain adalah... Vino sedang mempersiapkan segala perlengkapan untuk pendakiannya besok. Irene agak sangsi, lantaran batang hidung Vino tak ia dapati berlalu-lalang di sekitaran ruang Mapala. Bahkan, ruangan itu sepi dan tertutup rapat. Atau jangan-jangan Vino sedang dibebankan tugas di luar kampus? Entah untuk membeli, entah untuk menyewa.

Namun, tanda tanya Irene tak akan mendapatkan jawabannya jika ia hanya duduk-duduk di kelas sambil menunggu balasan Vino muncul di ruang chat mereka. Akhirnya, ia kembali bergegas ke kantin, untuk menemui seseorang yang kemungkinan tahu di mana keberadaan El Vino Atmadja saat ini.

Masa bodoh dengan masa lalu. Perasaan janggal di benaknya lebih penting. Rasa khawatirnya akan Vino lebih utama.

Namun, sosok yang ingin ia temui justru tak lagi menghuni kantin. Padahal, terakhir Irene ke tempat ini setengah jam yang lalu, laki-laki itu sedang berbincang-bincang dengan circle-nya di pojok kanan kantin. Seperti biasanya.

"Irene!"

Irene sedang melangkah ke luar kantin dengan langkah lunglai, ketika suara maskulin yang ia kenali tiba-tiba bertamu ke lorong telinganya. Kepalanya sontak mengedar, mencari-cari sumber suara.

"Kak Zayn!" pekiknya senang.

Irene langsung berlari menghampiri Kak Zayn secepat kilat.

"Halo, Irene!"

Irene tersenyum singkat, "Hai, Kak Zayn," sapanya balik, sok dekat.

Berhadapan dengan Kak Zayn saat ini, bikin Irene sadar bahwa jantungnya tak lagi berpacu untuk lelaki rupawan itu. Ia tak merasakan percikan apapun, karena hatinya sudah ditawan oleh lelaki lain yang sedang menghilang tanpa kabar hingga menyebabkan ia cemas setengah mati.

"Masih ada kelas, ya?" tanya Kak Zayn.

Irene menggeleng pelan. "Gak ada kok, Kak."

"Oh, kirain kamu ada kelas, makanya tadi mau cabut dari kantin," terka pemuda itu keliru.

"Nggak, kok," Irene menggeleng sekali lagi, "Tadi Kak Zayn kenapa panggil aku?"

Pemuda itu mengulas senyum semanis madu yang dahulu bikin Irene mencandu, "Gak apa-apa. Kak Zayn mau sapa kamu aja," jawabnya.

"Hah?"

Aneh sekali. Ini pertama kalinya seorang Zayn Aviera menyapa sampai memangil namanya. Biasanya, mereka hanya akan bertukar senyum dari kejauhan bila tak sengaja bersinggungan.

GARA-GARA SENADA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang