10.
SAD VINO & SAD IRENE
Kenyataannya, kemarin Irene tetap tak menemukan Vino di manapun.
Irene sempat menyambangi rumah Vino—ia meminta alamatnya ke Juan, namun bangunan itu tampak gelap dan sepi, seolah-olah tak ada yang menempati. Ia tak tahu harus bertanya ke siapa lagi. Ia putus asa sekali.
Jumat siang, setelah menjalani perkuliahan yang memuakkan, Irene mengumpulkan ketiga temannya di sebuah kelas kosong.
"HUHUHUHU..." isak Senada. Pipinya sudah berlumuran air mata, melampiaskan rasa bersalah.
"IRENE, MAAFIN GUE! PADAHAL, GUE CUMA MAU BANTU LO BIAR GAK ADA SALAH PAHAM LAGI. TAPI, TERNYATA GUE MALAH BIKIN SEMUANYA TAMBAH RUNYAM. HUHUHUHU... MAAFIN GUE, IRENE, PLEASEEE..." sedu Senada, seraya mengguncang-guncang tubuh Irene.
Ya, Irene sudah menceritakan seluruhnya ke mereka. Tentangnya dan El Vino Atmadja. Pembicaraan di loker, bertukar pandang di kantin, kencan di pasar malam, teras rumahnya, danau, lapangan basket, peternakan, kelas kosong, sampai puncak pegunungan. Semuanya. Semua tentang Vino-nya. Mereka tentu terkejut, tak menyangka sama sekali, dan Irene sudah menduga reaksi itu.
Irene pun telah mendengarkan cerita mereka. Ya, dari sudut pandang mereka. Tentang Sena yang kerap mendapati Vino menangkring di depan lokernya. Gadis itu kira, Vino hendak iseng atau ingin mengganggunya. Tentang mereka yang sering memergoki Vino sedang memperhatikannya dari jauh. Mereka kira pemuda itu masih terus mengintimidasinya.
Sehingga Senada yang merasa bertanggungjawab, lantas mengumpulkan nekat dan nyalinya untuk jujur pada Kak Zayn dan Vino atas kesalahpahaman yang dibuatnya. Tetapi, sudah jatuh tertimpa tangga. Niat baik Senada justru mengakibatkan situasi bertambah kacau.
Lantas Irene menarik Senada lebih dekat, membawa gadis itu ke dalam dekapannya. Sambil menepuk bahu gemetaran itu, ia kembali menegaskan, "Udah, Sen. Semuanya udah terjadi. Lagipula, ini bukan murni kesalahan lo, kok. Gue juga salah di sini," katanya berusaha menenangkan.
"Seharusnya, gue jujur sama kalian tentang hubungan gue dan Vino. Tapi, gue justru lebih mengutamakan ego gue untuk alasan sepele. Hanya karena gue gak mau diledek dan diketawain sama kalian. Selama ini gue bilangnya amit-amit sama Vino, ternyata sekarang gue telanjur sayang sama dia. Gue takut kalian bakalan mengejek gue yang jilat ludah sendiri. Padahal, kenyataannya kan memang begitu. Huhuhu..." sambung Irene sambil tersedu-sedu.
Biasanya, Felicya akan terbahak-bahak. Tetapi kali ini, ia betul-betul mengunci mulut. Ikut bersimpati menyaksikan kondisi Irene dan Senada yang tampak menyedihkan.
"Sekarang Vino menganggap gue udah mainin dia. Dia udah gak mau ketemu gue lagi, makanya dia menghilang dua hari ini. Chat gue gak dibalas, telepon gue gak diangkat. Semalam dia block semua media sosial gue. Vino udah benci sama gue. Bentar lagi gue di-block dari kehidupannya huaaa..." isak Irene, kian deras.
Napasnya tersengal-sengal, bikin ia jadi terbata-bata. Kedua bahunya sudah naik-turun. Dahinya mengerut. Hidungnya memerah. Sepasang matanya terus produktif menghasilkan tetes-tetes air mata. Intinya, satu kata yang dapat menggambarkan kondisi Irene Valencia saat ini: mengenaskan.
Jodie sampai bergeser, menarik Irene dan Senada ke dalam pelukannya.
"Tolong beliin hansaplast, dong. Hati gue terluka, nih," pinta Irene, bikin mereka makin iba.
"Huaaa... lo butuh berapa? Satu lembar cukup, kan? Soalnya, luka lo gak boleh banyak-banyak, gak boleh lebar-lebar," isak Sena.
"Sekalian betadine juga, ya? Biar gak infeksi dan cepat sembuhnya," sahut Jodie pilu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA-GARA SENADA!
Fanfictie"Masa jodoh gue kaya anggota gangster?!" Irene Valencia tak pernah menyangka ia akan berurusan dengan El Vino Atmadja, anggota Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) yang gondrong, bertindik, urakan, jutek, dan punya mata mengintimidasi. Ih, pokoknya sanga...