⏱Prolog

73 17 0
                                    

Aku menatap mata Viola lekat-lekat. Mataku mulai memanas, berusaha menahan agar cairan bening ini tak jatuh dari tempatnya.

Viola balik menatapku dengan tatapannya yang terlihat bingung. Aku tak memperdulikan itu dan malah memeluknya. Pelukan paling erat yang tak pernah aku berikan kepada siapapun, seolah tak ingin membiarkannya pergi dari sisiku.

Viola bertanya ada apa, tapi lagi-lagi aku mengabaikannya. Aku melesat keluar kelas setelah menatap satu per satu siswa yang ada di dalam kelas. Dengan langkah kaki yang makin lama semakin bergetar, kupaksakan diriku untuk berlari melihat keadaan. Menatap satu per satu netra semua orang yang kini menatapku dengan aneh.

Dadaku terasa pedih, panas, dan terasa sesak. Air mataku mengalir dengan deras, sama sekali tak bisa aku tahan. Hingga akhirnya aku terduduk di lantai koridor kelas 10 dengan kedua telapak tangan menutup seluruh wajah sambil menangis sejadi-jadinya. Tak kupedulikan orang-orang yang saat ini tengah mengerubungiku. Orang-orang yang seharusnya sudah tiada. Orang-orang yang aku yakini adalah korban pembunuhan berantai SMA Negeri 1.


.

.

.

Sebelumnya cerita ini ada di akun WP aku satu lagi.

Aku pindahin ke sini dengan sedikit revisi.

Time: Killer at SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang