⏱ Bagian 9

28 7 0
                                    

Kamis, 22 September 2011.

Siswa-siswi SMA Negeri 1 kembali masuk ke sekolah seperti biasanya. Suasana duka masih terasa di kelas 11-A. Tentu saja, Fika adalah teman yang baik. Ia pintar dan ramah. Orang-orang masih tak menyangka kalau dia mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

Kelas berjalan seperti biasa hingga bel tanda jam istirahat berbunyi. Tanpa pamit pada Viola Zeline buru-buru keluar dari kelas menuju kelas 11-D, kelas Mistah. Bukan untuk bertemu dengan Mistah, melainkan ingin bertemu dengan Abyan. Ya, Abyan memang sekelas dengan Mistah.

Tapi sesampainya di kelas 11-D tidak ada Abyan di sana. Zeline bertanya pada teman sekelas Abyan, tapi tidak ada yang tau.

"Ngapain lo nyari dia?" tanya Rian. "Tumben," imbuhnya.

"Ada urusan. Yang pasti bukan urusan lo." Jawab Zeline setelah itu dia tersenyum dengan maksud mengejek.

"Ehm, pasti ada apa-apa nih,"

"Dih apaan, sih. Serius gak lihat dia?" tanya Zeline lagi.

"Kasih tau dulu ngapain lo nyari dia?"

"Dasar kepo." Cebik Zeline.

"Kepo?" Rian mengerutkan alis.

"Kepo itu ganteng." Zeline berlalu dari hadapan Mistah sambil cekikikan sendiri. Tentu saja Rian tidak tau apa arti kata itu, karena kata 'kepo' baru populer di Indonesia sejak tahun 2012.

***

Rencana Zeline untuk mencari sosok Abyan tidak tertuntaskan. Pasalnya ia melihat di depan ruang kepala sekolah kini telah ramai oleh beberapa guru dan juga beberapa siswa yang penasaran ingin tau apa yang terjadi di dalam sana.

Zeline mendekati salah satu kumpulan siswi di sana. Sayup-sayup Zeline mendengar suara wanita dewasa yang menangis sambil membentak di dalam ruang kepala sekolah.

"Ada apa, kak?" tanya Zeline pada kumpulan kakak kelas itu.

"Itu, kayaknya orang tua siswi yang bunuh diri kemarin." Jawab salah seorang kakak kelas.

"Orang tua Fika?" Zeline memastikan.

Tiga orang kakak kelas itu mengangguk.

"Ngapain kalian berkumpul di sini?" Bubar! Bubar!" Pak Hendra berdiri di ambang pintu seraya mengibas-ngibas tangannya menghalau siswa-siswi yang berkerumun.

"Bubar!" Ulang pak Hendra garang.

Semua menjauh, takut melihat tatapan pak Hendra yang terkenal suka menghukum siswa.

Zeline ikut penasaran dengan apa yang terjadi di dalam sana. Tapi kepala Zeline tiba-tiba berat. Ingatannya kembali ke masa itu. Tahun 2011 sebelum dia kembali ke masa ini.

"Anak saya pasti dirisak! Setiap malam dia selalu mengerjakan tugas yang bukan miliknya bahkan hingga larut malam! Sekolah harus bertanggung jawab. Kalian harus mencari tau siapa yang telah membuatnya memilih mati!" Ibu Fika tak dapat menahan tangisnya. Ia tersedu-sedu dalam posisi terduduk di lantai.

Zeline melihat itu dengan jelas. Ia berdiri tepat di depan pintu ruang kepala sekolah sebelum pak Hendra mengusir mereka agar bubar. Zeline perlahan menjauh, tapi masih bisa mendengar suara ibu Fika meski semakin lama semakin pelan.

"Bukankah sudah ada empat anak yang bunuh diri dari sekolah ini termasuk anak saya? Itu menunjukkan bahwa sekolah ini tidak mendidik dengan benar."

Zeline memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing kemudian menatap ruang kepala sekolah itu dengan miris.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Time: Killer at SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang