⏱ Bagian 8

19 9 0
                                    

Pria manis berkulit kuning langsat yang selalu mengenakan baju lengan panjang tengah duduk di teras belakang rumah bertingkat dua dengan hanya ditemani segelas teh hangat dan cahaya jingga matahari senja.

Dari ambang pintu, Zeline menatap pria itu dengan netranya yang berkaca-kaca. Pria yang tak pernah menunjukkan emosi. Pria yang bahkan tak pernah tampak peduli dengan sekitarnya. Pria yang menyimpan sejuta rahasia untuk dirinya sendiri. Affan Arion. Seorang pemuda yang pertama kali diasuh oleh Jaka dan Dewi.

Walaupun Affan tak pernah menunjukkan emosi pada siapapun, tapi pemuda itu pernah menyelamatkan hidup Zeline sekali. Saat kebakaran itu terjadi.

Ya, rumah mereka mengalami kebakaran pada tahun 2014. Untungnya tak ada korban jiwa, hanya saja Zeline yang tak sadar akan kebakaran itu dan masih tidur di kamarnya. Saat itu kamar Zeline dan Viola sudah terpisah. Zeline juga tak ingin membicarakan tentang kebakaran itu kepada siapapun.

Zeline perlahan mendekati pemuda 19 tahun itu. Walaupun ia merasa sedikit canggung karena sebelumnya mereka belum pernah berbicara secara pribadi meskipun ketika mereka dewasa. Ketika dewasa, Zeline dan Viola pindah ke apartemen sendiri, begitu juga dengan Mistah. Tapi Affan tetap tinggal bersama Jaka dan Dewi.

Zeline tak ingin hubungannya dengan Affan masih sama seperti sebelumnya. Saat ini, saat umur Zeline 16 tahun, ia belum mengetahui apa kebiasaan yang selalu dilakukan Affan untuk melampiaskan rasa sakit di hatinya ataupun jika pemuda itu ada masalah.

Zeline baru mengetahui hal itu saat Affan menolongnya pada kebakaran itu. Zeline melihat banyak bekas luka sayatan maupun luka-luka yang tampaknya masih baru di tubuh maupun lengan pemuda itu.

Zeline yang sekarang sudah tau, Affan selalu menyalurkan luka di hatinya dengan membuat luka di tubuhnya sendiri. Self-Injury. Entah apa yang telah Affan alami di masa kecil atau mungkin di masa sekarang sehingga ia melakukan hal itu. Atau apa mungkin bahkan saat sekarang Affan mengalami hari yang berat? Entah apa itu Zeline masih belum tau.

Makanya sekarang Zeline berniat untuk mencoba membuat hubungan yang baik pada kakak laki-lakinya itu. Entah Affan terbantu atau tidak, Zeline merasa harus mencobanya.

"Bang Affan," panggil Zeline pelan. Lalu ia duduk di kursi yang berhadapan dengan Affan.

Affan tak menjawab, ia bahkan tak melirik ke arah Zeline.

"Bang, Ze mau cerita."

Affan menyeruput tehnya yang hangat, masih tak tertarik dengan gadis di depannya.

"Bang, abang percaya gak kalo Ze kembali ke masa lalu? Ze mengulang waktu. Seharusnya Ze ada di tahun 2022 sekarang."

Affan masih tak tertarik. Kini ia meletakkan kembali teh ke atas meja.

"Ze mengalami kecelakaan di tahun 2022, dan setelah itu bukannya mati Ze malah kembali ke sini. Ke tahun 2011." Zeline lanjut bercerita meskipun Affan seperti tak memperdulikannya. Tapi Zeline tau, pria itu pasti mendengarnya.

Zeline hanya ingin lebih dekat dengan Affan. Pemikiran Zeline sudah dewasa sekarang, dan ia tak ingin Affan terus hidup dalam kesendiriannya. Apalagi dengan melukai dirinya sendiri.

"Kok bisa, ya? Apa ini kilas balik sebelum meninggal, atau Ze beneran pergi ke masa lalu. Pasti ada alasan kenapa Ze kembali ke sini. Abang pasti gak percaya, kan? Tapi ini beneran."

"Jangan ngarang." Suara Affan akhirnya terdengar. Walaupun terdengar ketus, tapi mendengar Affan meresponnya saja sudah cukup membuat Zeline sedikit senang.

Zeline tertawa pelan. "Gak ngarang, kok. Serius ini. Ya, mungkin abang anggap Ze udah gila. Tapi Ze rasa, semua ini terjadi karena di masa depan itu Ze sedang menyelidiki kasus bunuh diri yang terjadi pada salah satu alumni sekolah Ze. Abang tau, tidak? Mereka gak murni kecelakaan maupun bunuh diri, tapi mereka dibunuh." Intonasi suara Zeline memelan di akhir kalimat.

Affan kini manatap Zeline, membuat gadis itu semakin semangat untuk bercerita.

"Bayangin aja, sampai tahun 2022 itu lebih dari setengah siswa sekolah Ze yang meninggal, tapi hanya siswa yang ada di tahun pelajaran 2011-2012 aja, ya. Rata-rata mereka meninggal karena kecelakaan dan bunuh diri. Ada sih beberapa yang meninggal karena sakit. Terlebih dalam dua bulan ini sudah empat siswa yang bundir. Gak masuk akal, kan?"

Pemuda itu berdiri, hendak pergi dari sana karena menurutnya apa yang ia dengar hanyalah bualan remaja SMA yang tak penting sama sekali.

"Bang," Zeline menarik ujung lengan Affan, menahannya agar jangan pergi dulu dari sini. Tak sengaja, tangan Zeline sedikit menyentuh punggung tangan pemuda itu.

Affan terdiam beberapa detik dengan pandangan kosong, kemudian menepis tangan Zeline lantas menatap gadis itu dengan tatapan yang Zeline pun tak dapat mengartikannya.

"K-kamu...,"

"Kenapa, bang?" Zeline masih tak mengerti dengan tatapan yang tersorot dari mata kakak lelakinya.

"Kamu benar-benar mengulang waktu?"

Ekspresi Zeline berubah, lalu ia mengangguk. "Abang percaya?"

Affan kembali duduk dan menatap Zeline serius. "Bagaimana bisa?" tanyanya.

Zeline melongo. Kenapa tiba-tiba Affan menjadi percaya bahkan bertanya dengan nada yang tidak dingin sama sekali?

"Ze juga gak tau. Bagaimana bisa?" tanya Zeline balik.

Affan menghela napasnya. Seperti orang yang ragu-ragu melakukan sesuatu, ia meremas-remas tangannya sendiri. Zeline yang melihatnya pun mengerutkan alis bingung.

"Kenapa, bang?" tanya Zeline.

Affan tak menjawab, ia malah menjulurkan tangannya untuk memegang lengan Zeline sambil memejamkan matanya. Zeline tersentak.

Apa yang dilakukan bang Affan? Tanyanya dalam hati.

Hampir satu menit Affan memegang lengan Zeline tiba-tiba Affan berguman dengan masih menutup matanya. "Tidak masuk akal."

***

Abyan menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. Ia menengadah, menatap langit-langit kemudian menutup matanya sambil menghela napas dengan tenang.

Kemarin, untuk kedua kalinya ia melihat bagaimana ia mati. Hanya melalui gadi itu. Gadis yang menjadi penyebab kematiannya.

Ia membetulkan duduknya kemudian mengangkat kedua tangan. Abyan menatap kedua telapak tangannya, sambil menghela napas kasar.

Kenapa aku harus memiliki kemampuan ini? Kenapa harus melalui dia? Kenapa aku tak bisa melihat kematianku melalui diriku sendiri? Lagi-lagi Abya menghembus napasnya dengan keras.

Dan cerita konyol macam apa ini?! Kenapa aku kembali ke masa lalu?!

"Aaaargh!!" Pemuda itu mengacak rambutnya frustasi.


.

.

.

Part 8 pendek bet yaa..

Btw part ini cuma mau ngenalin Affan aja sih..

Sampai jumpa di part selanjutnya!!

Baii Baii

Time: Killer at SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang