Bagian 8

277 36 7
                                    

"Oi..... Apa yang kau lakukan di sini hah?" Ucap pelayan itu, menjatuhkan buku catatan dan menggebrakkan tinjunya ke meja dengan keras.

Aku dan Nami melompat kaget. "A-Apa maksudmu?" Tanyaku dengan suara gemetar.

Pria pirang itu berdecak sebal dan melihat ke sekeliling restoran, tampak beberapa pelanggan yang sedang makan tengah memperhatikan kami.

Ia kemudian menatap dengan tatapan dingin kearahku. "Kalian berdua ikuti aku, sekarang." Ucapnya lirih, melangkah menjauh dari meja

Aku dan Nami saling menatap dan berkedip, merasa bingung dan takut. Namun akhirnya kami pun menuruti permintaan pria yang marah itu. Kulihat Ace juga sama bingungnya, pun ikut bersama kami.

Pria pirang ini membawa kami melewati dapur, lalu masuk ke dalam pintu yang didalamnya hanya ada sebuah tangga yang panjang. Ia melangkah turun, dan memberikan isyarat tangan untuk mengikutinya. Aku, Nami, dan Ace pun mengikuti ke bawah, menuju ruangan bawah tanah yang besar dan minim cahaya. Kami menyusuri sepanjang aula, tampak pintu kayu besar di ujungnya. Pria itu mengetuknya.

Aku dan Nami saling bertukar pandang cemas saat suara dari dalam ruangan itu terdengar, "Masuk."

Pria pirang ini lalu memandangku, mencengkram lenganku dan menarikku ke dalam ruangan, diikuti Nami dan Ace di belakang.

Begitu memasuki ruangan besar ini, tampak seorang pria besar dengan kumis putih duduk di sofa, di sebelah seorang pria bergaya rambut pompadour besar. Terasa sekali tatapan kedua pria ini tertuju padaku, cukup untuk membuatku merinding dan menelan ludah.

"Oyaji, gadis ini punya keberanian yang cukup besar dengan berpura pura bodoh mendatangi wilayah kita, dan makan masakan kita. " Ucap pelayan pirang itu mendorongku ke depan, melepaskan lenganku.

Dalam hati aku sungguh ingin berkata kepada mereka 'aku memang tidak mengerti apapun!!', tapi rasa ketakutan mencegahku membuka mulut sialan ini.

Kedua pria itu kemudian menatapku dengan tatapan teliti. Pria berkumis putih mengangkat alisnya, lalu bertanya dengan suara menggelegar. "Siapa namamu, gadis?"

"(Name)." Jawabku, berusaha setenang mungkin.

Pria besar itu menyipitkan matanya, "Apa kau tahu siapa aku, (Name)?" Tanyanya, tatapannya masih tampak dengan mencermatiku. Aku pun dengan cepat menggelengkan kepala, belum sanggup membuka mulut.

"Dia jelas berbohong!" Terdengar teriakan marah, yang tentu saja dari pelayan pirang itu. Lagi lagi aku merasa sedikit gemetar, rasanya seperti rusa yang terjepit pemangsa.

"Oyaji, apakah aku melewatkan sesuatu?" Ace bertanya dari belakang, kebingungan terlihat dalam suaranya.

Pria itu, 'Oyaji', lagi lagi mengamatiku selama beberapa saat, matanya tampak seperti sedang mencari tanda-tanda apakah aku berbohong.

Kelihatannya dia tidak menemukannya, karena tiba tiba dia tertawa terbahak-bahak.

Aku sedikit melompat kaget karena suara keras itu. Para pria yang lebih muda tampak saling memandang.

"Aku yakin kau salah, Marco." Ucap pria tua itu menyeringai. "Si kecil ini sepertinya benar-benar tidak tahu siapa aku, dan di mana dia sekarang ini." Dia terkekeh, menertawakan pria pirang di belakangku.

Aku menelan ludah, masih sangat bingung dengan semua ini. "Ee-maaf, tapi kenapa kalian semua sepertinya mengenalku?" tanyaku ketika Nami menuju ke sampingku. Mata kami bertemu sesaat, dan ia tampak ketakutan.

Pria tua itu melirik pria berambut pompadour di sebelahnya, yang mengangguk dan berdiri.

Ia menuju ke sebuah meja di sudut ruangan, membuka laci dan mengeluarkan file. Dari file, tampak pria itu menarik sebuah foto. Ia kemudian mendekatiku dan Nami. Aku pun menatap matanya sesaat lalu mengerutkan kening saat dia menunjukkan foto itu.

Gangland || Shanks x Female! Reader (AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang