Jogja 2021
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam.
“Le, kamu nggak nginep aja?”
“Mboten, Bu. Langsungan mawon,” jawab sang pria sembari mencium punggung tangan sang ibu sebelum kembali ke mobilnya dan pergi menuju ke tempat yang sedari kemarin ingin dikunjunginya.
Pria itu menyempatkan diri untuk membeli buah dan kue sebelum berhenti di parkiran rumah sakit. Di ruang bertulis 203 dia mengetuk pintu. Lantunan suara yang sudah lama tak ia dengar menyapanya saat melangkah masuk.
“Mas Jaz?” Suara wanita paruh baya itu terdengar tercekat.
“Ma,” sapa Eijaz sembari mencium punggung tangan ibu Kayla.
Sementara Kayla masih mengaji di samping sang ayah. Matanya beralih dari mushafnya ke arah si pria. Eijaz mendekat ke arah panjang, pria yang pernah dijabat tangannya di depan penghulu untuk mengucap qobul itu kini terbaring tak berdaya dengan mata setengah terbuka. Ada selang di mulutnya, suara napas yang terdengar memilukan, menandakan jika tubuh sang pria tengah tak baik-baik saja.
“Assalamualaikum, Pa. Maaf, Jaz baru ke sini.”
Eijaz tidak sedang berdrama, dia benar-benar tidak bisa menahan bulir air mata di pelupuknya. Sembari berbisik di telinga sang mertua, dia menangis.
“Pa, mantu kebanggaanmu datang. Jaz datang, Pa. Papa mau ketemu Jaz kan? Papa mau main badminton lagi sama Jaz kan?” kata Marini pada suaminya berharap sang suami akan memberi respon.
Eijaz masih berlutut di samping ranjang sembari menempelkan kepalanya di tangan sang mertua, menyembunyikan wajahnya yang kini penuh air mata. Rasa bersalah, rasa sedih, dan semua penyesalan masa lalunya membuat si pemburu kriminal itu bak aak kecil yang tengah menangis setelah dimarahi orang tuanya.
“Pa, ada pak polisi nangis. Jelek banget sumpah, Pa. Papa bangun dong, nanti kami ajakin ke pantai lagi, ya kan Yah?”
Eijaz menghapus air matanya dan mengangguk.
“Papa mau umroh kan sama-sama? Besok kalau papa udah sembuh, kita berangkat sama-sama ya?” ucap Eijaz.
Kayla berusaha tegar meski sejujurnya dia juga ingin menangis. Wanita itu beranjak dari kursinya dan mengambil tisu kemudian menyodorkan pada snag mantan suami.
“Nih, jangan peper ingus sembarangan. Jorok,” celetuk Kayla.
Eijaz mengambil tisu itu dan mengelap wajahnya.
“Ayah dari Solo langsung ke sini?” tanya Kayla.
Eijaz mengangguk. Marini melirik sang putri yang masih menyebut laki-laki itu dengan panggilan ayah.
“Habis nganter romo sama ibu, aku ke sini.”
“Udah makan?” tanya Kayla.
“Tadi siang udah.”
“Berarti malem belum?”
Eijaz menggeleng. “Aku nggak laper.”
“Yang bener? Ya udah kalau gitu, aku mau keluar dulu cari makan. Titip mama dulu ya,” kata Kayla sembari mengambil dompetnya.
“Aku temenin,” sahut Eijaz cepat.
“Iya, sana, kalian makan dulu. Mama tadi udah makan, dibelikan sama Bara.”
Rahang Eijaz menegang mendengar nama Bara disebut.
“Kami tinggal dulu ya Ma?” pamit Kayla.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Past and Future (END)
RomanceMikayla Senandung Cinta, seorang wanita yang harus menyandang status janda di usia dua puluh empat tahun. Perjodohan yang dipaksakan oleh orang tuanya, menuntun gadis itu ke kelamnya kisah percintaan. Meski begitu, Kayla tetap menjaga hubungan baikn...