Jalanan yang mulai ramai sedikit menghambat laju motor pria yang tengah fokus mencari tempat sesuai titik koordinat yang beberapa menit lalu didapat dari salah satu rekannya.
“Kali ini aku nggak bakal ngelepasin kamu, Faruk Azwar,” desis Eijaz.
Motor itu kini masuk ke gang sempit yang belasan tahun lalu menjadi tempat pelarian Eijaz dan rekannya saat para petugas berwajib membubarkan kerumunan balap liar mereka. Masih ada sisa-sisa vandalisme yang mereka lakukan dulu di salah satu pos ronda yang kini beralih fungsi sebagai TPS di dekat jembatan.
“Kalau lu masih hidup, pasti lu ngetawain gue Ril. Kita dulu paling anti sama polisi, sedang sekarang itu jadi profesi gue. Lu juga, anak jenderal tapi begonya nggak ketulungan,” batin Eijaz.
Pria tadi menghentikan motornya dan memarkirkan di salah satu rumah. Seorang penjual cilok memberi hormat padanya. Tukang sampah yang tengah mendorong gerobak pun memberi kode hormat pada Eijaz. Tentu saja mereka bukan orang biasa.
“Mendalami banget, besok pensiun dini aja jualan cilok,” ledek Eijaz.
“Boleh juga Bang.” Pria itu mengulurkan plastik hitam pada Eijaz berisi kunci dan HT.
Kali ini Eijaz meneruskan aksinya dengan motor lain yang sudah disiapkan oleh anggotanya. Suara panggilan dari HT terdengar sebelum sang pria melajukan motor.
“8 1 3,” ucap pria itu sebelum menyimpan alat komunikasinya dan menggeber motor, mengikuti arahan si tukang sampah tadi.
Eijaz sedikit memelankan motornya saat melewati rumah milik sang kakak yang kini ditinggali oleh iparnya. Rumah itu gerbangnya masih tergembok seperti kemarin, sesuai laporan para anggotanya yang diam-diam mengintai rumah itu.
Motor berwarna hitam orange keluaran kawasaki itu kembali melesat, kini mengikuti mobil pengantar paket yang tadi menyalakan lampu, memberi tanda jika mereka bagian dari aksi pengejaran pagi itu. Eijaz sempat berhenti di depan rumah seseorang yang telah menunggunya menggunakan helm dan tangan kanan digendong.
Bukan patah tulang tentunya, juniornya itu tengah menyembunyikan senjata mematikan di sana.
“Kafe mulai kondusif, satu orang yang tinggal di sana sudah dievakuasi. Sekarang ada di rumah Pak Julian.”
“Tepat?”
“Lima belas awal.”
“Jam lima.”
Pria yang dibonceng Eijaz segera merogoh saku jaketnya dan mengarahkan cermin berbentuk ponsel seolah sedang berkaca. Eijaz mempercepat laju motornya.
“Ada semut di depan,” seru Eijaz.
Pria tadi sedikit melirik melihat anak-anak sekolah yang tengah menunggu mobil jemputan mereka. Eijaz berpikir cepat dan suara letusan senjata api terdengar mengarah pada mobil pengantar paket yang melaju di depan mereka.
“Shit!” desis Eijaz.
Tidak ada pilihan lain, dua orang dibelakang tadi sudah menggertak mereka dan terlalu beresiko jika melanjutkan aksi sedang di depan sana ada banyak anak-anak. Eijaz mengambil jalan gila.
Dia melajukan motornya dan tiba-tiba membelok ke kanan, menaiki taman pembatas jalanan berputar arah. Pria yang memboncengnya sempat kaget tapi dia segera tahu apa yang harus dia lakukan. Satu bidikannya tepat mengenai kepala pria yang sempat menembak ke arah ban mobil yang berisi rekan mereka tadi.
Letusan kedua terdengar bersamaan dengan suara jatuhnya motor karena si pengendara kini tengah meregang nyawa.
“Yeah, double kill!” seru pria di belakang Eijaz puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Past and Future (END)
RomanceMikayla Senandung Cinta, seorang wanita yang harus menyandang status janda di usia dua puluh empat tahun. Perjodohan yang dipaksakan oleh orang tuanya, menuntun gadis itu ke kelamnya kisah percintaan. Meski begitu, Kayla tetap menjaga hubungan baikn...