Part 19. Ungkapan Rindu

1.2K 85 8
                                    

Wanita yang sudah seminggu lebih terbaring di rumah sakit itu akhirnya bisa menghidup udara bebas meski harus terus memenuhi kewajiban kontrol sesuai dengan jadwal dokter yang menanganinya.

“Aku mau ke kafe dulu.”

“Kenapa sih? Romo dan yang lain udah nunggu di rumah.”

Kayla mendengus.

“Nggak mau! Aku mau ke kafe dulu.”

“Sayang—“

“Kalau kamu sayang sama aku, turutin dong. Aku kan nggak minta apa-apa. Aku cuman minta anter ke kafe. Tuh belok depan situ, bentar doang!”

Eijaz akhirnya menghela napas dan pasrah. Sedari tadi Kayla merajuk dan ingin kembali ke rumah mungil yang ia tinggali selama beberapa bulan ini. Saat mobil itu terparkir di depan tempat yang kini terlihat asing bagi Kayla, mata sang wanita membelalak. Dia segera turun dari mobil sang suami dan menatap pada lahan yang kini ata dengan tanah itu.

“I-ini kenapa?”

Eijaz mendekati sang istri dan menyentuh punggungnya.

“Maaf aku belum cerita. Waktu itu, di hari aku nyuruh kamu ke rumah. Di hari kacau itu, mereka meledakkan kafemu. Mereka nyasar kamu. Mereka pikir kamu di dalem. Beruntung waktu itu Arin selamat karena dia posisinya baru mau pergi nyari sarapan. Riko bisa nyelametin dia.”

“Kenapa kamu nggak cerita?” Mata Kayla memerah, dia sangat sedih melihat tempat yang menjadi sumber mata pencahariannya itu luluh lantak.

Eijaz menangkupkan tangannya pada kedua pipi sang wanita, mengecup bibir berpoles lipstick orange sekilas.

“Besok kita bangun lagi. Yang penting kamu sehat dulu. Ya?”

“Tapi anak-anak yang kerja di sini gimana?”

“Aku udah alihin mereka ke tempat lain. Kamu lupa suamimu punya banyak kolega?”

Bibir Kayla mengerucut. “Terus barang-barangku gimana? Buku, laptop, dan bajuku?”

“Beberapa yang masih bisa diselamatkan udah ada di rumah kita. Kamu jangan khawatir.”

Kayla mendesah, dia menyembunyikan wajah di dada sang suami. Tangis tak tertahankan lagi.

“Kamu nangis?” tanya Eijaz.

Kayla menggeleng. “Mataku pipis lagi. Jangan liat, aku nggak mau kamu marah kalau liat mataku berair.”

Eijaz terkekeh dan memaksa Kayla mendongakkan wajahnya.

“Aku nggak suka liat kamu nangis, soalnya aku nggak tahan. Aku pengen nangis juga kalau liat kamu nangis,” ucap Eijaz sembari mengusap pipi Kayla yang dibasahi air mata.

“Kamu sayang aku?” tanya Kayla bodoh.

Pertanyaan Kayla justru membuat Eijaz kesal.

“Enggak.” Wajah tampan yang sempat berhias senyum itu kini berubah menjadi sedatar biasanya. Eijaz menghembus napas kasar dan melepaskan tangannya dari wajah sang istri.

Kayla bukannya marah atau takut justru tertawa. Pria itu menunduk menatap sang istri heran.

“Nah, gini aja. Aku udah kebiasa sama kamu yang kayak gini. Jangan berubah. Aku nggak kuat kalau kamu jadi manis. Tetep jadi misterius, tetep jadi nyebelin, tetep jadi manusia triplek.” Kayla merangkulkan tangannya di salah satu lengan Eijaz.

Pria itu tersenyum tipis. “Dasar aneh.”

“Aku nggak kuat soalnya kalau kamu manis-manis gitu. Bisa meledak jantungku,” kata Kayla jujur.

My Past and Future (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang