1

15 5 6
                                    

Gadis 17 tahun itu sedang bergegas meraih handuk untuk mandi, dia bisa saja terlambat ke sekolah jika dia masih bermalas-malasan di tempat tidur.

"Bodoh banget sihh gua, hari Senin ini woy, bisa-bisanya kebiasaan ngebo gua gak hilang-hilang, bisa mati gua diamuk emak gua."

Selangkah lagi dia menuju kamar mandi tiba-tiba suara khas milik sang bunda terdengar menembus dinding kamar begitu juga dengan dinding telinga gadis tersebut.

"Dinda... Sudah jam berapa ini? jika kamu masih juga belum bangun, bunda gak bakalan ikut-ikutan kalau sempat nilai kamu jelek".

"Iya bunda, ini Dinda juga mau mandi, sampein ke ayah 15 menit lagi Dinda turun". Setelah itu tidak ada lagi suara sahutan dari luar Dinda segera melanjutkan kegiatannya.

----

"Pagi bunda ku sayang...". Gadis tersebut sudah siap dengan seragam sekolah lengkap dan juga tasnya.

Dia, Dinda Amelia, gadis 17 tahun yang tingkahnya lakik abis. Terkadang orang tuanya saja bisa heran dengan anak gadisnya yang satu ini, Fyi Dinda satu-satunya anak perempuan dari pasangan suami istri Zaki Efendi dan Maya Yanti, dan Dinda juga anak paling besar dari 3 bersaudara dan memiliki 2 orang adik laki-laki.

"Bunda aja disapa, ayah enggak?"

"Pagi ayah, yuk berangkat"

Setelah memakan sepotong roti miliknya, ia mengikuti ayahnya menuju garasi untuk mengambil motor.

"Bunda, kakak pergi dulu. Assalamualaikum"

Motor tua itupun segera melaju menelusuri jalan-jalan kota, pagi ini udaranya cukup bersahabat.

---

"Belajar yang bener ya kak, ingat buat ketemu Niall Horan gak dibayar pake daun". Gurau sang ayah.

"Okeyy captain, dadahh ayah, kakak masuk ke kelas dulu. Assalamualaikum"

---
Disinilah dia bersekolah, disalah satu sekolah negeri di kota ini. Dinda juga termasuk murid unggulan di sini.

"Woy pagi Ndut...." Sapa Dinda kepada teman akrabnya, Khairunisyah atau singkat saja Ica.

"Weh hantu, pagi-pagi ngerusak mood lu". gerutu si Ica.

"Hehe... Maaf bro"

"Seenak jidat lu manggil gua bro. Cewek ni emang situ apa cewek setengah cowok"

"Wah ngajak ribut lu". Dinda mendekati Ica bersiap untuk mengambil kuda-kuda.

Kring...kring

Bel pun berbunyi, kali ini nyawa Ica selamat dari terkaman Dinda.

"Pagi anak-anak, disini bapak mau memberikan informasi mengenai serangkaian ujian yang akan kalian hadapi pada tingkat akhir ini, saya harap kalian bisa belajar dengan sungguh-sungguh". Perintahnya.

"Baik pak". Seru seluruh murid, dan pastinya ada beberapa dari mereka yang mengeluh, dasar generasi milenial.

---

"Wih parah sih, kebakar otak gua belajar matematika", eluh Ica.

"Gini nih kalau guru jelasin kebanyakan tidur, tiba dikasih soal ngeluh, dasar human". Ucap Dinda tak terima. Mereka sedang bersantai di kantin setelah percobaan panjang simulasi matematika.

"Ehh itu Congor kalau ngomong enak banget dahh, ya elu mudah, lah di gua gak muntah aja sukur dahh gara-gara liat tuh papan tulis penuh dengan angka".

"Serah deh, makanya belajar"

"Makanya jangan belajar Mulu lu, move juga harus. Udah mau tamat masak masih stuck di mantan. Dasar kaum gamon lu"

OppositeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang