6

6 3 0
                                    

Ica melangkah menyusuri lorong sekolah siang ini, pasalnya semenjak istirahat sampai sudah bel masuk begini Dinda tidak kunjung masuk kelas, memang sedang jamkos jadi mungkin saja Dinda sedang berada di suatu tempat.

"Yaampun nyariin itu anak kemana lagi dah gua". Ica mengeluh capek mencari temannya yang satu itu.

"Eh tunggu dulu, hari ini pak Habibi masuk di kelas 12 MIPA 2, dan posisi kelas itu berhadapan dengan lapangan basket. Kayaknya gua tau harus nyari Dinda kemana". Ica segera lari menuju lapangan basket sekolah dan benar saja Dinda tengah bermain basket di sana. Panas terik seperti ini dia bermain basket bukan tanpa alasan, melainkan demi melihat guru tertampan seantero sekolah. Lihat saja sekarang dia melakukan tembakan tapi dengan arah yang ngasal alias itu mata dipakai buat ngelihat pak Habibi.

"Woy!". Ingin rasanya Ica menyeret Dinda sekarang juga.

"Anjir! Buat kaget gua lu"

"Bisa-bisanya lu ya, gua capek nyariin lu, tau-taunya lagi panas-panas di sini sambil ngelihat pak Habibi ya, bagus!"

"Gini nih, lu tau kan udara lagi panas nah dengan gua melihat ayang bibi membuat udara sekitar menjadi sejuk"

"Zina itu zina, ayok balek ke kelas". Ica menyeret paksa Dinda tanpa ampun.

"Gila lu yaa, lu kira gua karung sampah apa maen seret kayak gini". Ica pun memberhentikan langkahnya.

"Ingat lu lagi masa pedekatean sama Bariq jaga sikap", jelas Ica.

"Ca gua emang sedikit kagum sama Bariq, tapi bukan berarti gua harus berubah supaya Bariq suka sama gua". Setelah berkata seperti itu Dinda pergi meninggalkan Ica. Kali ini Ica benar-benar kelewatan.

"Din tunggu, bukan gitu maksud gua". Dinda terus saja melangkah menjauh dari Ica.

____

Di sinilah Dinda sekarang, di taman belakang perpustakaan. Dinda sering kemari jika dia sedang tidak baik-baik saja.

"Gua tau, gua bukan cewek Sholehah yang mungkin Bariq inginkan, tapi gak sampe segitunya gua harus berubah hanya supaya dia bisa tertarik sama gua".

Srek

Ada suara langkah kaki mendekat, Dinda langsung mencari sumber suara itu. Ternyata Ica yang berjalan mendekat.

"Din sorry banget, gua gak bermaksud apa-apa gua cuman mau lu dapat yang terbaik tanpa harus merasa tersakiti lagi", jelas Ica.

"Iya udah santai aja"

"Gini deh, besok kan acara ulang tahun Bariq, gua jemput lu dari rumah. Lu siap-siap".

"Oke. Yaudah yuk balik"

____

Dinda tengah memikirkan baju yang mana yang akan dia pakai untuk acara Bariq malam ini. Untuk kado? Tenang saja Dinda sudah menyiapkannya jauh-jauh hari, mungkin saja benar, Dinda mulai tertarik kepada Bariq.

"Buset ini baju gak ada yang muslimah sejati apa yak, modelan ughtea ughtea semua mah ini". Dinda kesal melihat semua tumpukan bajunya, pasalnya tidak ada satu pun baju yang menurutnya cukup syar'i untuk dikenakan pada acara syukuran Bariq.

"Kenapa sih kak dari tadi bunda dengar kayak ngomel-ngomel gitu". Bunda pun masuk mengecek keadaan anak gadisnya.

"Ini Bun, bajunya gak ada yang pantes kayaknya"

"Ini pakai". Bunda mengambil satu dress putih simple dengan motif bunga-bunga kecil di dalamnya.

"Nah untuk hijabnya kamu bisa pakai yang warna hijau ini".

OppositeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang