Part 45: Guardian of Life

455 65 2
                                    



Kit sedang duduk di bawah sebuah pohon yang merupakan pusat dari Aelius. Ia duduk bersandar di bahu suaminya sembari memejamkan kedua matanya.

Singto dari kejauhan mengamati anaknya yang sedang mengejar kelinci kesayangannya. Anak laki-laki berusia 4 tahun itu berlari kesana-kemari mengejar kelincinya yang sengaja berlari berputar-putar di sekitar pohon. Singto pun tanpa sadar mulai memejamkan matanya karena udara sepoi-sepoi di bawah naungan pohon rimbun yang sejuk itu.

Ketika Singto membuka mata dan terbangun dari tidurnya yang tidak disengaja, anaknya tidak lagi berada di depan matanya. Singto yang mulai panik berusaha untuk membangunkan Kit yang masih tertidur di bahunya.

"Ada apa?", tanya Kit yang membuka matanya ketika Singto memanggil-manggil namanya.

"Sio tidak disini.", jawab Singto dengan raut wajah mulai panik.

Lalu Singto pun dengan sigap berdiri untuk mencari anaknya, ia berteriak-teriak ke sekeliling, memanggil nama anaknya. Bagaimana pun mereka kini sedang berada di tengah hutan. Jika anaknya tersesat sampai larut malam maka akan berbahaya.

"Sio!! SIOO!!", teriak Singto memanggil anaknya dan tak kunjung mendapat jawaban. Ia pun melihat kelinci milik Sio berada di bawah kakinya. Kelinci itu melompat-lompat seolah memberi isyarat agar Singto mengikutinya.

Singto pun menemukan anaknya yang sedang berusaha membawa sebuah benda cukup besar yang terlalu berat untuk dibawa oleh tangan kecilnya.

"Sio!! Kamu bikin papa khawatir. Papa cari kamu kemana-mana.", Singto berjongkok agar ia dapat menatap anaknya yang masih jauh lebih pendek darinya itu. "Lain kali jangan jauh-jauh dari papa ya."

"Maaf papa. Tadi Cici (kelincinya) lari kesini. Terus Sio nemu ini...", anak itu menunjukkan barang yang dibawanya hingga kedua tangan kecilnya gemetaran. Singto pun langsung membantu anaknya membawakan barang itu. Bukan barang. Tepatnya sebuah telur. Entah apa yang berada di tangan Singto, bentuknya menyerupai telur yang berukuran sedikit lebih besar dari telur burung unta.

"Apa ini, Sio? Kenapa kamu bawa ini?"

"Kasian dedeknya sakit."

Dedek?

Setahu Singto, anaknya itu selalu memanggil calon adik yang masih berada dalam kandungan Kit dengan sebutan 'dedek'.

"Dedek di perut ayah baik-baik saja."

Anak itu menggeleng.

"Bukan dedek yang itu. Tapi yang di dalam sini. Dedeknya bilang gak bisa keluar.", ucap anak itu sambil menunjuk pada telur yang dipegang oleh papanya

"Sio bisa bantu dedeknya. Seperti Sio tolong papa dulu."

Anak itu menggeleng. "Sio gak bisa."

"Bisa. Coba Sio taruh tangan di atas telurnya. Lalu Sio tutup mata."

Anaknya melakukan apa yang dikatakan oleh Singto.

"Sekarang Sio coba rasakan aliran energi di sekitar Sio. Pasti Sio bisa rasain kan? Bawa energi itu ke dalam tangan Sio yang menyentuh telur ini. Lalu Sio pindahkan ke dalam telur."

Anak itu mengangguk-angguk dan melakukan seperti ucapan papanya. Singto merasakan angin yang berada di sekitarnya berputar mengelilingi mereka. Tak lama, telur itu mulai retak-retak, seperti saat anak ayam sedang mencoba untuk menetas keluar dari cangkangnya.

Extraterrestrial SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang