"Ada payung ngga di dalem?" Deus bertanya. Remaja itu berdiri di bawah atap teras rumah Cia dengan pintu gerbangnya yang dibuka lebar, sedangkan Cia memandangi gerak-geriknya dari belakang saudara kembarku itu. Hujan sedang mengguyur ibukota Indonesia, sungguh menangis dan meratap rasanya lebih nikmat, namun saat ini bukan waktu yang tepat.
Aku membiarkan mesin mobil tetap menyala, kulangkahkan kaki keluar kendaraan dengan payung terbuka menghalangi rintiknya air mata awan. Kuhampiri dua remaja itu untuk menjemput saudaraku, kulemparkan senyum kecil pada Cia sementara ia membalasnya dengan kecupan kecil di pipi Deus, padahal senyuman atau anggukan balik yang aku harapkan. "Dah, yuk!"
Aku mengantar Deus ke tempat duduknya di samping kursi pengemudi. Begitu telah kupastikan pintunya tertutup rapi, aku kembali mencuri pandang kepada Cia, namun dirinya hanya melambai pada sang kekasih dan menutup pintu gerbang seakan aku tidak ada. Rude.
"Di, weekend aku diajak jalan sama Cia, mau ikut ngga?" tanya Deus begitu aku menginjak gas. Suara radio yang samar-samar dan rintih air hujan di luar berhasil menciptakan suasana damai dalam diriku. Namun, keberadaan Deus dan pertanyaan yang baru saja ia lontarkan kembali membuat darahku mendidih.
"Ke mana?"
"Galnas!" Deus berseru dengan penuh antusias. Sayangnya dia tidak tahu, aku terlampau sering mengunjungi tempat itu bersama Cia. Dan apa-apaan dia? Mengajakku hanya agar aku dapat menjadi roda ketiga? Tidak tertarik. Maka dari itu aku menggelengkan kepala, kulepas tawa kecil tanpa menengok ke arahnya. "Loh, kenapa? Biasanya kan kita ke mana-mana bareng."
"Ya... ini kan quality time kalian, masa aku ganggu?" Aku bersumpah usai berucap begitu, aku dapat melihat seringai kecil melayang di wajahnya.
☆★☆
"Good mornin', good lookin'!" Dua tangan kecil melingkar di pundakku begitu aku dan Deus turun dari mobil. Parkiran itu cukup ramai oleh kendaraan guru dan murid-murid kelas 12. Helios melambaikan tangannya pada Deus tanpa melepas pelukannya padaku, setidaknya laki-laki pendek penuh semangat ini berhasil menyalurkan aura positifnya padaku. Sungguh, aku tidak membenci hari Jumat, tapi percakapanku bersama Deus kemarin membuat pagi hari ini terasa suram.
Pemuda itu mengembangkan senyum mencurigakan miliknya sambil tertawa-tawa kecil, aku mengerutkan alisku sebagai tanda, ia yang segera sadar pun berbisik, "Pinjem tugas seni budaya lu dong."
"Nih, cari sendiri." Kusodorkan tas biruku kepadanya, membiarkan ia mengutak-atik isi tas itu tanpa ragu. Helios mengikuti aku di belakang selama kakiku melangkah masuk ke dalam gedung sekolah, sebelum dapat menyentuh loker di ujung lorong, bel nyaring berbunyi.
"Hah? Tapi masih ada 30 menit sebelum masuk, Madam Scarlette lagi high apa gimana?" tanya Helios tanpa menyaring perkataannya. Khandra, lelaki tinggi berwibawa yang baru saja keluar dari ruang kelas menyumpal mulut si pemuda pendek dengan roti, isi cokelat aku rasa.
"Ada pengumuman penting," katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moving O-not
Romance"Do you tell them they're the most beautiful person you've ever seen? An eternal love bullshit you know you'll never mean. Remember when I believed you meant it when you said it first to me?" Visualized by : Son Dongju Inspired by : Driver's...