Dua orang wanita perlahan melangkahkan kaki mereka ke ujung lorong, senyum tak kunjung hilang dari wajah keduanya. Madam Scarlette, ditemani istrinya, Missus Teo, menunggu para murid berbaris secara mandiri di lorong luas tersebut. Rasanya sudah lama kami tidak berbaris di lorong lagi, terakhir kali kami melakukan ini adalah ketika Madam Scarlette menggantikan posisi si tua homofobik menjadi kepala sekolah, sungguh momen kemenangan bagi kita semua.
"Doesn't it feel so good to be bad?" seru kepala sekolah berumur 26 tahun itu. Seruannya membuat para murid berfokus pada dia dan istrinya, kupandangi ia dengan senyum menghias muka. Wanita muda mantan guru bahasa Indonesia itu mengenakan gaun putih selutut yang berhasil memberi kesan elegan pada dirinya.
Ibu kepsek adalah seorang lesbian yang menikahi istrinya di luar negeri setahun lalu, mereka berdua adalah teladan bagi kami, memang benar berkat dirinya sekolah ini dipandang buruk oleh masyarakat karena peraturan yang dibuatnya untuk melindungi komunitas LGBTQ, namun hal itu tidak pernah dan tidak akan pernah mengurangi kualitas sekolah.
"Scarlette! Scarlette! Scarlette!" jawab para murid. Sekolah kami telah memakai attention getters ini sejak Madam Scarlette naik jabatan setahun yang lalu. Usai bersorak demikian, beberapa dari murid—yang kemungkinan besar adalah penggemar berat film despicable me—melempar senyum lebar pada ibu kepsek.
"Berhubung sebentar lagi kita akan menyampaikan salam perpisahan pada kelas 12, ada beberapa rencana yang sudah didiskusikan oleh kami para guru..." Madam Scarlette menyampaikan rencana-rencana itu satu persatu, tak ada yang menarik, kebanyakan justru soal libur dan pengejaran nilai, tak lupa pula pengingat kecil agar murid-murid tetap rajin membayar uang sekolah. Beberapa basa-basi kemudian, Madam Scarlette mengucap sesuatu yang langsung menarik perhatianku, "...Festival seni akan kembali diadakan!"
Siswa-siswi bersorak gembira, senyum dan tawa menghiasi wajah mereka, terutama muda yang biasa mengisi acara. Dengan 'mereka' yang aku maksud adalah Cia. Aku bersumpah, remaja itu memancarkan sinar seterang mentari ketika senyum menghiasi. Andai aku bisa mendampingi grup musik mereka tampil seperti tahun lalu, tapi pastinya aku akan dinilai tak tahu malu.
"Pensi seminggu penuh, buang-buang waktu." Sebuah tangan menepuk pundakku tepat setelah aku berucap begitu. Hampir meloncat aku dibuatnya. Aku tolehkan kepalaku ke arah pemilik tangan tersebut, pandanganku pun bertemu dengan Miss Wynnie, guru seni budaya kelas 12. Ia tersenyum lebar ke arahku, menunjukkan lesung pipinya yang manis. Dengan lembut ia berbisik di telingaku, "Miss tunggu penampilanmu sama Cia, ya."
Suara batinku berteriak-teriak, ingin rasanya kupeluk guru itu dan menangis di lorong sampai seseorang menyeret aku ke ruang konseling. Tapi aku tidak gila, belum. Sebelum suara hati semakin diluar kendali, aku mengangguk dan meringis kepada wanita itu. Cia tidak mungkin membiarkan aku dan dirinya tampil berdua saja dalam satu panggung lagi, kemungkinan besar Deus yang akan mengisi posisi itu. Tapi, aku memiliki harapan besar pada grup musiknya, semoga saja mereka masih membolehkan aku untuk ikut bernyanyi bersama. Walau mungkin akan sulit bagiku dan Cia.
"Lu yakin mau tampil bareng Cia?" tanya Sean, teman sekelasku. Lelaki itu berdiri di belakang aku, tampangnya terlihat sedikit khawatir, mengingat aku dan Cia putus dengan alasan tidak jelas. Tidak segera mendengar jawaban dariku, pemuda itu meletakkan tangan hangatnya pada bahuku lalu berkata, "Kalo lu mau ikut ngisi acara tanpa doi, lu bisa minta bantuan sama gue atau Louis, ya?"
Kuanggukkan kepalaku, senyum kecil kukembangkan agar pemuda itu tidak merasa khawatir. Sebut aku berlebihan, tapi selama seminggu kami berpisah aku seakan kehilangan harta berharga. Dua tahun aku dan Cia bersama, muda itu tidak pernah sekalipun bertengkar denganku, yang mana hal ini membuatku bingung, kenapa hubungan kami harus berakhir di sini? Dan kenapa Deus yang harus menggantikan posisiku? Kepribadian kami memang jauh berbeda, tapi wajah dan kebiasaan tentu sama, mengingat aku dan dirinya lahir serta tumbuh bersama. Tidakkah dia merasakan deja vu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Moving O-not
Romance"Do you tell them they're the most beautiful person you've ever seen? An eternal love bullshit you know you'll never mean. Remember when I believed you meant it when you said it first to me?" Visualized by : Son Dongju Inspired by : Driver's...