_Minju adalah tokoh utama, sampai kamu yang bernada kesal menatap tajam kearahku_
Na Jaemin,
~*~
Dalam hidup Jaemin, setelah Minju tidak lagi membuka mata, adalah berjalan diatas impian gadis itu. Ia tidak pernah benar-benar tahu apa keinginannya selain menunggu gadisnya terbangun dari tidur panjang. Dan dunia merampas alasan Jaemin untuk melengkungkan bibir, bahkan sekedar berharap kalau hidupnya akan baik-baik saja.
Semua ikut lenyap dengan kepergian Minju kemarin, ia buta untuk merasa bahagia. Entah ada berapa banyak hal yang Jaemin gantungkan pada Minju, meminta kemurahan Tuhan untuk memutar balik waktu. Nyatanya Jaemin hanya semakin larut dalam semua mimpi buruknya. Hilang akal untuk melanjutkan semua aktivitas.
Telfon, chat, dan semua ketukan pintu apartement yang masuk, tidak pernah benar-benar membuatnya berselera untuk membalas. Jaemin hilang ingatan tentang semua hal, lupa tentang makan, kuliah, teman-sampai keluarganya sendiri.
"I miss you.."
Ribuan rintik air mata dari pagi ke pagi, Jaemin mulai membenci dirinya yang tidak bisa melakukan apapun. Harusnya ia membalas pesan, harusnya tidak pasrah melihat ventilator itu terlepas, harusnya ia tidak melihat Minju-tangisannya makin deras karna mengingat pemakaman.
Hujan turun, meredam dan menyembunyikan semua suara. Membuat Jaemin keluar dari selimut dan menatap kosong kearah jendela. Dan sesuatu seperti bintang kecil lewat didalam kepalanya, teringat akan hal yang ia lupakan.
Bunga.
Tanaman bunga kesukaan Minju yang masih tertinggal dirumah sakit.
~*~
Aroma khas dan hawa dingin yang menyengat sangat berhasil membuat Jaemin kembali hidup dalam masa lalu. Mengingat betapa seringnya ia menghabiskan waktu dirumah sakit. Hanya langkah ini yang membuatnya sanggup keluar kamar, yang berkaitan kuat dengan Minju.
Sebelum sampai juga ia sempat menghubungi perawat yang dulunya sering mengecheck kamar Minju, menanyakan apakah benda yang ia cari masih ada disana. Dan..
Tentu saja masih ada.
Tidak langsung masuk, Jaemin berdiam sebentar didepan pintu. Menutup mata sambil menarik udara sebanyak mungkin, mustahil hatinya tidak kembali rapuh dan luluh lantah, tapi senyuman kecilnya timbul karna merasa Minju masih didalam sana.
Ceklek!
Minju dan Hujan sudah sangat lekat dan tentu saja dengan rasa trauma yang mati-matian Jaemin tahan, matanya langsung menangkap pot bunga yang berada dipinggir jendela. Seperti menonton pertunjukan alam yang sangat riuh.
Lily kecil yang hampir seminggu sendirian, sama halnya seperti Jaemin. Ia mendekat, berjalan dan menangkup semua memori yang membuatnya menitikkan air mata. Menengok kearah kanan, tidak ada lagi Minju si putri tidur. Sangat hampa dari praduga awalnya.
Ia mengambil dan memeluk hangat Lily putih yang hampir layu itu, nafasnya semakin berat-Jaemin tidak sanggup lagi untuk menyembunyikan rindunya. Ia menginginkan Minju untuk membalas pelukan, rasa hangat yang sudah 3 tahun ia tunggu.
"I'm sorry..." gumam Jaemin menggigit bibir. "It hurts, please comeback to me.."
Sesak yang menuntun Jaemin secara perlahan, membuatkannya jalan pintas tentang bagaimana cara berdiri meski tidak memiliki kaki. Ia akan tetap melanjutkan-ada atau tidak adanya Minju. Jaemin akan tetap mengunjungi kamar ini, menghabiskan banyak waktu dengan bayangan kasat mata, dan memberikan kebebasan untuk Lily putih bertumbuh cantik di taman rumah sakit.
Terlalu sulit baginya untuk merelakan, semua masih terasa sangat cepat. Begini saja, ia ingin mengingat Minju dengan cara yang sama meski menyakitkan.
~*~
Hari ini lebih baik, cuaca yang mendukung Lia untuk mencari udara diluar. Musim hujan memang tidak buruk, hanya saha lebih sering mengingatkannya pada kejadian waktu itu. Dan tentang beberapa bulan kemarin.
Mustahil kan Lia memiliki perasaan pada orang asing, tapi perhatiannya tidak bisa teralih saat manusia yang menjadi topik adalah Na Jaemin. Bagaimana ingatannya berjalan pada isakan cowo itu dihari Minju dinyatakan meninggal dan saat ia tidak sengaja melihat Jaemin terisak dikamar yang dulunya berisi Minju.
Yaa, Lia tidak sengaja menangkap Jaemin dibeberapa bulan lalu. Tapi ia sadat untuk tidak berhak ikut campur, entah untuk hal apapun. Akhirnya Lia memilih untuk mendorong lurus kursi roda menuju kamarnya.
Setelah itu, entahlah. Lia tidak-lebih tepatnya sibuk dengan serangkaian kemoterapi dan tes-tes menyebalkan lainnya, belum lagi harus..ahh sial pikirnya. Lia benci harus hidup dengan banyak hal yang membuatnya kesulitan untuk menikmati waktu santai. Dan mustahil menyerah, dua orang yang sudah berusaha dengan mengeluarkan seluruh usaha dan tenaga agar ia bisa tetap hidup lebih lama. Lia tidak ingin mengecewakan orang tuanya hanya karna kenyataan dirinya malas untuk sekedar bernafas.
Beberapa kali ia sempat tidak sengaja mendengar beberapa percakapan dari perawat, tentang Jaemin yang malah lebih rajin daripada tukang kebun yang mengurus taman rumah sakit. Mungkin sekedar rindu, siapa yang tidak tahu tentang bagaimana bucinnya cowo itu. Pasti akan sangat berlarut kalau kejadian seperti ini terjadi. Sulit melepas.
Selesai dengan beanie, akhirnya ia punya kebebasan hari ini. Sendiri adalah hal terbaik yang sulit untuk didapatkan.
Perlahan memutar roda dikiri dan kanan sampai reflek menengok kearah kamar Minju. Dan bergeleng berupaya tidak memikirkan siapapun.
Lancar-lancar saja, ia cukup menikmati sore yang cerah berterik matahari nan terlindung awan. Terus mendorong roda untung memutari taman yang tidak pernah bosan untuk ia kunjungi. Deret bunga disebelah kanan adalah spot favoritnya, cukup berwarna dan memberikan healing tersendiri untuk mata dan..
"Jaemin?" Lia mengerutkan dahi sambil menerka punggung siapa yang baru saja ditangkap oleh matanya.
Ia mendekat untuk memastikan, apa benar rumor itu masih bertahan sampai 3 bulan? Atau bahkan lebih...
Cukup gila kalau memang benar, Jaemin sudah dalam masa putus asa dan terlalu bergantung segalanya pada nama Minju. Pasti cowo itu memiliki kehidupan yang sudah lama dia tinggalkan, kehidulan menyenangkan diusia muda. Lia tahu itu.
Ketidaksadaran Lia untuk berhenti membuatnya terkejut saat Jaemin yang tiba-tiba berdiri dari posisi jongkok.
Apalagi kalau bukan bertabrakan, membuat pergelangan kaki Jaemin terasa ngilu dan sedikit tergores. Percayalah kalau sikap orang itu tidak semanis wajahnya.
"Udah tau kan kalo didepan ada orang," sinis Jaemin kembali berjongkok mengelus Pergelangan kaki.
Apalagi Lia yang terkejut dengan respon Jaemin, "maaf, aku ga sengaja."
Tidak ada hal baik yang Lia dapatkan selain sebuah suara dengusan dari Jaemin, benar-benar mirip seperti bocah umur 7 tahun.
"Ngapain disini?" Tanya Lia mencoba membuka topik.
"Bukan urusanmu." Cepat Jaemin bangkit dan melewati Lia begitu saja, lalu kembali dengan membawa beberapa pot bunga untuk dipindahkan isinya.
"Aku tetangga kamar Minju."
"Pergi." Cukup baik membuat emosi Lia terpancing.
Ia memajukan sedikit kursi roda, "baru ngelamar kerja jadi tukang kebun?" Pancing Lia sedikit menggertakan gigi. Pokoknya ia ingin membalaskan dendam atas sikap rese Jaemin.
Tapi bukan Jaemin namanya kalau tidak pandai mengacuhkan, bahkan ia bisa seketika menjadi buta tuli.
"Kamu bakal jadi orang gila beneran kalo terlalu banyak hidup sama yang namanya masa lalu, dan..." Lia memutus kalimatnya menjadi memutar roda pada kursinya untuk melewati Jaemin.
"Selamat berkebun..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly After Rain ✔
Fanfiction[Done] Setelah kepergiannya aku menutup rapat semua pintu, sampai hari dimana kamu dengan paksa mendobraknya~ By Tomatoyou ●,○/^