0.4

395 93 22
                                    

Surya belum nampak setengahnya, masih malu-malu untuk menampakkan sinar rupawan yang kini mulai menembus gumpalan putih yang mengapung di langit. Tiga pemuda Choi berada di bawah atap halte bis, menunggu kedatangan kendaraan setinggi 3 meter yang sebentar lagi dijadwalkan melintas.

Sebenarnya, Yeonjun sedikit heran melihat gelagat Beomgyu yang ingin ikut bersama mereka. Bukankah Beomgyu bilang ia enggan keluar karena dirinya buronan? Ada yang aneh.

Beomgyu sudah siap dengan pakaian serba tertutupnya, begitu pula Soobin yang minta diantar oleh sang kakak. Ia tidak menyangka bahwa Beomgyu ingin ikut, padahal awalnya mereka ingin mengobrol serius berdua setelah sampai rumah.

"Kamu berangkat sendiri berani, tapi pulang harus dianter." Yeonjun berceletuk demikian, mengundang decihan Soobin yang mengunyah permen karet di sisi kirinya.

"Aku dianter Om, males banget sendiri."

"Bocah."

"Biarin, dih."

Beomgyu yang bersandar di salah satu tiang besi terkekeh pelan dari balik masker hitamnya, mulutnya memainkan sebutir permen manis yang terhitung sudah 1 menit ia resapi.

"Tuh bisnya." Soobin bergegas berdiri, membenarkan tas punggungnya dan masuk ke dalam bis yang pintunya sudah bergeser terbuka, diikuti 2 orang lain.

Ketiganya secara spontan duduk di kursi paling belakang, bersebelahan dengan Yeonjun di tengah.

"Jauh enggak?" Beomgyu bertanya demikian, membuat Yeonjun menggeleng sembari mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

"Abis nganter Soobin, kita pulang lagi."

Beomgyu ber-oh ria, ternyata tidak akan lama. "Biar aku yang bayar semua ongkosnya."

"Punya uang berapa kamu?" Yeonjun mengerutkan keningnya. Beomgyu ingin membayar ongkos mereka? Bukankah kesepakatannya tidak begitu?

"Enggak sebanyak uangmu yang penuh beban," ujar Beomgyu sambil membenarkan letak topinya.

Soobin terkekeh, "Biarin, rezeki enggak boleh ditolak."

Merasa cukup dengan pembicaraan mereka, ketiganya memutuskan mencari kegiatan masing-masing. Soobin dan Yeonjun dengan ponselnya, serta Beomgyu dengan matanya yang menatap binar pemandangan di luar jendela.

Ia rindu, rindu suasana luar.

Ngomong-ngomong, Beomgyu tidak bercanda tentang membayarkan ongkos penuh, siapa tahu ia mendapatkan pahala kebaikan, betul?

Ngomong-ngomong, Beomgyu tidak bercanda tentang membayarkan ongkos penuh, siapa tahu ia mendapatkan pahala kebaikan, betul?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


•••

"Kamu bawa kuncinya?"

"Kunci serep, Om sama Tante udah berangkat."

Tepat di depan rumah bernuansa oranye mereka berpijak. Soobin berada paling depan, memutar kunci pintu 2 kali sebelum akhirnya pintu ia geser ke sebelah kanan.

"Yuk! Masuk!"

Sudah seperti rumah sendiri saja.

Soobin masuk terlebih dahulu, diikuti 2 pemuda lainnya yang kemudian menyusun alas kaki di rak sebelah pintu. Soobin berjalan ke arah dapur, membiarkan Yeonjun dan Beomgyu duduk manis di ruang tamu untuk meluruhkan penatnya.

"Capek?" tanya Yeonjun sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa.

"Pantatku aja yang pegel."

Lelaki jangkung yang tadi menghilang di balik pintu dapur akhirnya kembali, membawa 3 kaleng soda dan se-toples makanan kering.

"Eh, Bin! Kemaren kenapa enggak ajak Om ke apart Kakak dulu?"

Soobin yang baru saja duduk langsung mengangkat bahunya. "Males, aku tau apart Kakak pasti berantakan banget."

"Enggak salah, sih. Belum sehari aja udah kaya kapal pecah." Beomgyu menimpali sambil membuka salah satu kaleng soda. "Diminum, ya, Bin."

Yeonjun menghela napasnya, "Aku dipojokkin mulu perasaan."

"Udah takdir." Soobin terkekeh pelan sambil membuka toples di atas meja.

Beberapa menit berselang, 3 remaja itu masih bergulat dengan makanan dan soda di atas meja. Beomgyu sendiri kini sudah membuka masker dan topinya, kedua matanya sempat mengedar untuk mencari jikalau ada CCTV yang menangkap wajahnya.

"Bin, Kakak mau ambil barang." Yeonjun berujar pada adiknya seraya berdiri, diikuti Soobin yang mengangguk dan berlalu mendahului sang kakak.

"Gyu, aku sama Soobin ke dalem dulu bentar, ya."

Beomgyu mengangguk menyiyakan, membiarkan kakak-beradik itu meninggalkannya seorang diri di ruang tamu yang pintu utamanya sudah ditutup. Ia maklum, bukankah Yeonjun membutuhkan waktu bersama adiknya setelah sekian lama?

Keduanya melupakan sesuatu, Beomgyu itu cerdas.

















Bersambung ...

Never KnownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang