0.2

473 97 39
                                    

"Kamu bisa aja keluar terus jadi manusia pada umumnya."

Beomgyu-lelaki asing yang mendadak hadir di kamar Yeonjun-mendecih, "Enggak gampang, aku buronan, Choi."

Beomgyu bilang dirinya adalah buronan yang sudah bertahun-tahun bersembunyi dari kejaran polisi. Ia melakukan pembunuhan berantai di masa lalu dan beberapa kali mencuri di rumah-rumah besar, jika dihitung hingga sekarang, tindak kriminal Beomgyu sudah beratus-ratus.

Ada yang berpikir Beomgyu kanibal? Bagus, kalian salah. Beomgyu tidak se-sadis itu untuk memakan makhluk yang sejenis dengannya, tapi bukan berarti ia bisa memakan hantu, ya.

Lelaki itu bilang pada Yeonjun, dirinya membunuh untuk mendapatkan makanan dan bertahan hidup. Bukan daging manusia, melainkan persediaan makanan korbannya yang sudah pasti mereka taruh di apartemen tersebut. Tidak mungkin, 'kan, kalau Beomgyu membiarkan makanan-makanan malang yang pemiliknya sudah tewas basi begitu saja?

Sudah lihai, jejaknya tidak pernah ditemukan, bahkan polisi sudah tidak berminat mencarinya, kenapa? Karena mayoritas masyarakat bilang bahwa pembunuhan-pembunuhan yang terjadi di apartemen itu ulah makhluk astral.

Disangka makhluk astral, Beomgyu hanya bisa tertawa.

"Kamu juga Choi, Choi."

"Lawak."

Beomgyu yang tadinya hanya duduk diam kembali berdiri. "Aku enggak bakal bunuh kamu, asal kamu tutup mulut dan mau kasih aku makan selama aku di sini, gimana?"

Yeonjun sontak mengangguk cepat, ia juga takut kalau hidupnya tidak lama lagi hanya karena tidak memberi makan seorang tuna wisma.

"Kalau gitu ...." Beomgyu berjalan keluar kamar, mencari letak kulkas dan mengambil beberapa susu kotak di sana diikuti Yeonjun. "Ini buatku, ya? Jangan lupa isi persediaannya lagi."

Beomgyu tergelak, membuat Yeonjun yang bahunya baru saja ditepuk sedikit meremang. Mulai hari ini biaya hidupnya jadi 2 kali lipat, ya? Tak apa lah, asal umurnya panjang.

Yeonjun melangkah mengikuti Beomgyu kembali ke kamarnya, melihat gerak-gerik remaja itu yang kemudian naik ke lemarinya dan masuk ke dalam lubang yang muat untuk satu orang. Sudah Yeonjun duga, pasti Beomgyu tinggal di atap selama ini.

Mengabaikan hal itu, Yeonjun segera naik ke ranjangnya. Ia mengantuk, lebih baik tidur saja. Tubuhnya dibaringkan, ia menarik selimut sebatas dada dan mulai terpejam.

Dengkuran halus mulai terdengar, disusul hujan deras yang kemudian turun. Menegangkan sekali, 'kan?

 Menegangkan sekali, 'kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Pagi menyambut, cahaya mentari masuk ke celah-celah tirai apartemen Yeonjun. Kedua penghuni apartemen ini sudah membuka matanya, bahkan mereka sudah menghabiskan semangkuk makanan yang beberapa menit lalu tertata rapi.

Masing-masing mulut mereka masih mengunyah, bisa dibilang makanan penutup, padahal kedua perut mereka sudah membesar karena kekenyangan.


"Keluargamu, di mana?"

"Langit."

Saat itu juga, berputar backsound, 'Langit ... bisakah kau turunkan hujan? Aku ....' bercanda.

Yeonjun bergeming, sedikit merasa bersalah karena pertanyaan yang ia lontarkan begitu saja dari mulutnya. Keluarga Beomgyu sudah meninggal semua? Itu artinya, Beomgyu sebatang kara?

Kasihan sekali.

"Kamu?"

"Sisa adik."

"Pfttt ... sisa?" Beomgyu hampir tergelak, "kenapa harus sisa gitu."

"Ya, 'kan emang sisa." Yeonjun mendelik, kembali menyiapkan selembar keripik yang ada di piring kecilnya.

"Kasian banget," ujar Beomgyu seraya menggeleng pelan. Tangannya meraih kopi yang tersisa setengahnya, lalu meminum cairan pekat itu hingga tandas.

"Kamu lebih kasian."

"Setidaknya aku enggak punya beban."

Beban? Soobin beban?

Yeonjun mendadak berpikir, apa benar Soobin itu bebannya? Anak itu hidup dengan uangnya, hanya bisa menumpang di rumah saudara mereka dan menunggu Yeonjun mencari rumah sewaan baru.

Kepala Yeonjun menggeleng kencang, mencoba menghalau pandangan kalau adiknya adalah beban. Soobin itu tanggungjawabnya, 'kan?

"En—"

Tut tut tut ...


Kedua kepala itu menoleh ke sumber suara, di pintu apartemen yang perlahan terbuka setelah suara tombol untuk pin di depan sana tertekan. Siapa yang masuk?

Cklek


"Kak! Ini Soobin!"

















bersambung ...

















________________
pemberitahuan lagi, cerita ini kayanya bakal cringe gitu, jadi jangan kaget ya:')

btw, chap ini ilang ... jadi aku harus ketik ulang ಥ╭╮ಥ
tapi gapapa, aku ceriaa

okay, thanks!

Never KnownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang