4 ; Tentang aku dan kamu

26 30 2
                                    

Tidak setiap hari. Hanya ada kalanya bulan nampak indah di tengah langit yang gelap. Namun ada kalanya juga langit gelap tanpa bulan sebagai penerangan. Untuk Shamara, sisi terangnya itu hanya untuk Bunda dan Candra. Mereka penguat kala Abi sudah tidak ada di dunia. Berjuang keras menamatkan kuliahnya dan bekerja untuk hidup Bunda. Menjadi anak satu-satunya, cukup menjadi beban yang berat. Ada syukurnya Ia mendapat beasiswa perguruan tinggi negri di Jogja. Tak apa jauh dari Bunda, untuk segera meninggikan derajatnya.

Jika ditanya kenapa jatuh cinta dengan Candra dengan sangat? Shamara juga tak tahu. Berawal Ia mengetahui bahwa lemahnya Candra dibalik tawa terbahaknya. Juga se-Cup kopi kala itu, Shamara tak lagi menggubris kata-kata orang untuk menjauh dari Candra.

Jadi jika di ibaratkan hati Shamara, sebelah kiri itu Bunda dan Abi, sebelah kanan itu Candra. Hanya itu, sederhana tapi pasti.

Sore ini,

"Go!Go!Candra! Go!Candra!, Go!Go!Candra Go!Candra!",

Suara Shamara terdengar nyaring diantara mahasiswa lainnya. Bukan pertandingan besar. Hanya permainan bola basket biasa antara fakultas. Hanya untuk bersenang-senang. Tapi Shamara menanggapinya seperti mendukung pertandingan besar. Dasar Shamara.

"Bucin, bucin, kaya sama pacarnya aja. Jadian aja belum.", Irma menutup telinganya. Sedikit geram dengan insan disampingnya yang teriak-teriak. Jika Irma tidak mengingat betapa baiknya Shamara, Ia sudah bekap mulut Shamara.

"Eh jangan gitu. Kamu ga tahu ya, kemarin lusa aku di antar pulang sama Candra. Ahkkkk seneng banget.", Shamara dengan senang hati menutup mukanya yang tersipu malu.

"Ga mungkin. Halu terus.", Irma menonyong kepala Shamara. Hingga Shamara terjengkang kebelakang. Mungkin akan jatuh jika tangannya tidak menyangga kebelakang.

"Serius Ir, dua rius malah."

"Jangan percaya diri dulu! Mungkin dia cuma iba aja.", Kata-katanya mungkin agak menyakitkan hati. Namun niat Irma baik, untuk membuat sahabatnya itu sadar. Bahwa ia sedang kena sawan tresno.

"Jahat kamu tuh.", Shamara tahu Irma tak berniat berkata seperti itu. Ia hanya sedikit tersentak, berpikir benar juga kata Irma. Ia memilih menutup pemikiran itu. Tak apa cinta itu tak harus saling berbalas, kan?

"Yah marah. Bercanda, Sha. Tuh tuh Candra udah selesai basketnya."

Dengan begitu, Shamara berhasil terhenyak dan berlalu mengejar Candra. Siapa sangka jika Candra, 100% bertambah tampan saat berkeringat. Wah, jaga pikiran ya. Maksud Shamara itu habis main basket.

Berkaos hitam juga celana traning hitam. Membuat Candra terlihat- wah shamara tidak bisa berkata-kata, biasa bucin.

"Jangan deket-deket bisa ga, Sha? Duduk disana bisa, kan? Gerah aku tu.", Candra menjauhkan badannya dari Shamara yang dengan tidak tahu malu mendudukkan tubuhnya di sampingnya.

"Air putih, Can.", Shamara mengulurkan air mineral yang sengaja ia beli saat berniat melihat pertandingan tadi.

"Aku bawa sendiri, makasih.", Candra beranjak pergi.

Shamara hanya menatap nanar punggung itu. Baru saja kemarin ia senang sampai tidak bisa tidur. Apa Ia harus sakit, untuk dapat perhatiannya Candra.

Apa ia harus berhenti dari satu tahunnya berjuang?

•♪•

Jujur Candra ingin segera membuka hatinya sehingga ia bisa merengkuh Shamara tanpa ada penghalang lain. Namun kenapa cukup sulit untuk Candra. Ia akhir-akhir ini dibuat pusing oleh pikirannya. Semenjak kejadian Shamara sakit lusa lalu. Ia tidak bisa menampik Shamara dari pikirannya.

Perihal Rasa SesalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang