Patah

3 0 0
                                    

Saat petang, yang diingat hanya soal mimpi buruk. Dengan peluh mengalir deras, serta tangan gemetar menahan takut.

Kasihan, anak gadis remaja satu ini. Penuh resah, ingin berkesah tapi katanya jangan terus bergantung pada orang-orang.

Sahabat yang dipercaya satu-satunya mengatakan, bahwa pada akhirnya hanya gadis menyedihkan ini yang bisa menolong dirinya sendiri.

Kalau boleh jelaskan, apa bisa?

Sungguh. Anak gadis satu ini hanya ingin ditanya apakah baik-baik saja atau tidak. Karena, bertanya pada diri sendiri terkesan menyedihkan.

Tulisan-tulisan ini seperti minta dikasihani, bukan? Atau memang betul, sang penulis sedang meminta pertolongan.

Tolong, boleh?
Sepi, gelap.

Takut, menakutkan.
Di sudut ruangan, ada anak gadis sedang meringkuk ketakutan. Aku, iya aku yang ketakutan.

Kalau bisa menolong diri sendiri, anak gadis ini sudah waras dengan senyuman tulus, bukan baik-baik saja dengan penuh kepalsuan.

Tuhan, ya?
Kadang lupa, Tuhan itu betulan ada?
Bodoh. Memang tidak tahu diri.

Mati lebih cepat, mati lebih cepat.
Boleh dihampiri?

Memeluk diri sendiri, sekarang sudah dingin.

Tadi anak gadis remaja ini bertemu dengan ibu yang sudah lama tidak jumpa. Hatinya bimbang. Lantas, harus merasa bahagia atau terluka karena membawa perih yang belum usai?

"Ibu, ibu, anak gadis remaja ibu tidak baik-baik saja. Berjalan di tengah gelap sendirian itu menakutkan. Ibu, sudah lama aku tidak memanggil namamu. Ibu, ya? Ibu dimana? Anak gadis ini rindu."

Semesta, mohon bantu. Gadis ini menangis di akhir katanya. Rapuh, keruh.

Boleh bantu?
Aku mohon?

Hah salah satu alasan membenci tulisan sendiri, ialah tidak ada bahagia dalamnya, penuh kelam sang penulis.

Pengemis belas kasih.

Cerita baru ey kalau niat hehehe.

MeiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang