Mengintai Isi Hati

91 9 2
                                    

Ammy menikmati suasana di suatu sore, hiruk pikuk Mexico City tampak menenangkan dari atas jembatan gantung yang memisahkan sungai kecil di dekat San Pablo De Las Salinas. Suasana tidak sepi, pun tidak ramai. Angin membelai uraian rambut Ammy dan membuatnya melayang seperti air mengalir dan bergelombang. Nikmat menyesap kesejukan membuatnya tersentak saat seorang gadis kecil datang membawa seikat bunga Lilac untuknya.

"Bunga untukmu, Nona."

Ammy mengarahkan telunjuk pada dirinya sendiri dan menaikkan salah satu alisnya.

"Dari siapa?"

"Aku tidak tahu namanya, tapi dia keren sekali, kurasa dia seorang angel man."

"Angel Man?"

Gadis itu mengangguk sebelum akhirnya minta diri dan pergi.

Ammy menghirup aroma Lilac yang lembut itu. Menemukan sebuah kartu ucapan.

"I'm sorry, Ammy. I miss u, Jack."

Mata Ammy menyisir sekeliling, menemukan Jack sedang berdiri di bawah rimbun pohon Poinsettia yang berjajar di tepi sungai melambaikan tangan dan tersenyum padanya. Ia menikmati sejenak perasaannya, entah perasaan macam apa. Tak peduli jauh atau pun dekat, Jack tetap sama menawannya. Tak tahu apa arti laki-laki itu di matanya. Apakah Angel Man, atau hanya seorang Devil Man. Ataukah mungkin dia adalah sosok Devil yang sedang dalam kamuflase untuk terlihat bagai seorang Angel Man.

Ammy menatap laki- laki itu tajam, tak bermaksud sama sekali membalas senyumnya atau pun lambaiannya. Ammy kemudian menghirup aroma Lilac di tangannya sekali lagi, kemudian melemparnya ke sungai, menyisir rambut depannya yang berantakan tertiup angin menggunakan jemarinya lalu pergi tanpa menoleh lagi.

"Kena, kau ... Jack! Kau pikir kau saja yang bisa mengerjaiku! Makan rasa bersalahmu! Kau hanya tak tahu bahwa kotak musik itu hanya duplikasi. Dasar idiot!" batin Ammy.

Jack melihat Lilac yang mengapung di antara tarian air yang meliuk. Mematahkan kembali harapannya untuk mendapatkan maaf dari Ammy. Namun Jack tak akan berhenti sampai Ammy akan bertekuk lutut di hadapannya.

***

Jack mendengkus, berpikir apa yang mungkin bisa membuat Ammy tertarik untuk memperhatikannya. Ia tahu Ammy tidak benar-benar membencinya, atau mungkin terlalu percaya diri untuk merasa begitu? Dia harus mencari tahu, bagaimana perasaan gadis itu sebenarnya padanya. Tak tertarik padanya? Jack merasa tak percaya ada gadis yang berani menolaknya mentah-mentah.

"Angelito, lacak keberadaan gadis ini. Alamat email perangkatnya kukirim padamu setelah ini, lalu beri tahu aku lokasinya," ucapnya pada sambungan telepon. Menunggu beberapa saat, ia mendapatkan pesan singkat. Lokasi Ammy, dapat.

Jack beralih, entah kapan ide gila itu muncul, segera bergegas memasuki Aston Martin mewahnya, ia kembali menelepon tapi kali ini bukan menelepon anak buahnya.

"Esperanza, aku akan menjemputmu. bersiaplah dalam sepuluh menit!" ujarnya kemudian langsung memutuskan sambungan telepon sebelum sempat dijawab olehnya.

Esperanza adalah salah satu teman kencan bayaran Jack. Setelah semuanya siap, ia segera menjemput wanita itu lalu menuju sebuah caffe di mana ada Ammy di sana.

Mendapati keberadaan Ammy yang sedang makan malam, Jack sengaja membiarkan Esperanza menempel padanya.

Ia ingin tahu seperti apa reaksi Ammy nanti. Sikapnya akan mencerminkan seperti apa perasaannya yang sesungguhnya. Apakah dia akan bersikap biasa-biasa saja? Atau akan marah? jika Ammy marah padanya atau ikut campur, itu artinya ada kecemburuan serta kepedulian di hatinya. Dan tentu saja Jack tak perlu repot-repot bekerja terlalu keras untuk mendapatkannya.

Jack tak yakin wanita muda itu benar- benar tidak bersimpati padanya. Bukankah selama ini makhluk yang namanya wanita selalu jatuh bangun mengejarnya? Ia hanya ingin memastikan benarkah gadis itu tidak peduli padanya. Benarkah gadis itu sama sekali tak tertarik padanya? Padahal Jack tahu, ada debaran keras yang tak bisa gadis itu sembunyikan saat ia memeluk tubuhnya.

Ammy menatap Jack yang duduk tak jauh darinya. Tampak mesra dengan wanita berpakaian serba ketat dan belahan dada rendah, Ammy sudah bisa menebak bahwa itu pasti wanita murahan barunya. Ia tersenyum remeh. Muak dengan pemandangan di depannya. Entah kenapa terasa tidak nyaman. Ada kemarahan yang tak bisa ia mengerti alasannya.

Ammy menyambar tas jinjing miliknya, membukanya dan melakukan pembayaran. Ia menyempatkan diri menghampiri Jack, melihat betapa wanita menjijikkan itu menempel erat di pundaknya.

"Hai, Jack! Tak enak melihatmu tanpa menyapa. Oh, ini pasti mainan barumu, apa kau tidak bisa tunjukkan barang lain yang lebih berkualitas yang bisa kau beli selain sampah murahan yang kau bawa ini? Ya Tuhan, kalian mengotori pemandanganku saja," seloroh Ammy mencebik dan menyilangkan tangan di dada.

Esperanza melotot pada Ammy.

"Kenapa? Apa kau juga salah satu pelacurnya?" Wanita itu menatap Ammy sinis.

Ammy menautkan alis.

"Lebih baik aku mati kelaparan daripada harus menjual diri pada laki-laki seperti dia." Ia mengarahkan telunjuknya ke arah Jack.

"Wow, satu poin positif yang bisa kuambil saat ini adalah, untunglah aku sudah keluar dari lingkaran seorang CEO minim attitude dan maniak seks," imbuhnya.

Jack tersenyum enteng sambil memasukkan sepotong Churos ke mulutnya.

"Itu bukan urusanmu, Ammy. Kenapa? kau tertarik jadi pelacurku seperti yang Esperanza bilang? Kau akan dapat harga VVIP. Jadi kau butuh berapa juta Peso, huh?"

Ammy melebarkan matanya, manik birunya terekspose begitu menawan walaupun dia sedang marah.

"Berbicara dengan alien sepertimu dibutuhkan bahasa planet. Menyebalkan!" Ia mengetatkan rahang karena jengkel.

"Kau tampak begitu marah? Beginilah hidupku, dan kau sudah tahu itu, 'kan? kenapa kau harus peduli? Atau kau cemburu?"

"Omong kosong apa ini? Aku tidak peduli sama sekali, Jack." Ammy membuang wajah. Terlihat gugup dan salah tingkah. Sialan, dia ketahuan sok jual mahal selama ini. Kenapa laki-laki itu pandai sekali mencari tahu isi hatinya. Itu membuat Ammy semakin kesal saja.

"Yah, aku pikir aku membuang waktuku bicara denganmu. Aku akan pergi sekarang, Mr. Presdir."

"Silakan, pintu exit di sebelah kanan. Kau tentu sudah tahu." Jack tersenyum miring.

Ammy mendengkus. Pergi dengan perasaan campur aduk. Berjalan dengan kaki sedikit dientak saking jengkel. Tak jelas apa yang membuatnya kesal.

Esperanza masih manja menyandarkan diri di bahu Jack. Ammy sudah pergi sekarang. Jack berusaha melepaskan jalang itu darinya. Meninggalkan amplop cokelat di atas meja.

"Pulanglah dengan taksi. Aku tidak bisa mengantarmu, terima kasih sudah membantu," katanya sambil berlalu pergi.

"Bukankah kau ingin bersenang-senang denganku?"

"Sayangnya tidak, Esperanza. Bersenang- senanglah dengan pelangganmu yang lain. Aku sudah membayarmu penuh meskipun aku tak memakaimu. Jadi jangan memprotes!"

Jack meninggalkan Esperanza begitu saja di Cafe. Menyisakan sayup-sayup suara panggilan wanita itu tanpa menggubris.

Jack merasa di atas angin, mendapatkan kemenangan kecil saat melihat betapa marahnya sekretaris cantik itu, saat ia dekat dengan pelacur yang dibawanya. Kini Jack telah yakin, Ammy tidak benar-benar membencinya. Itu membuatnya berpikir bahwa dia memiliki peluang besar. Gadis itu menyukainya, tentu saja itu bukan hanya karena Jack terlalu percaya diri. Ia menarik garis lengkung di bibirnya sambil menggumam lirih, "aku ingin hati dan tubuhmu, Mi Amor."

Sorry, Cause I love you  (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang