Kesal

416 67 250
                                    

Ammy meneguk ludah kasar, bertemu dengan Jack sepertinya adalah kesialan yang perlu masuk museum rekor.

"Kita baru bertemu tadi pagi, Jack!" serunya.

"Itu salahmu, kau yang membuat aku penasaran!" Tatapnya dengan senyum hangat.

"Berhentilah menggangguku, Jack! Besok aku akan mengurus surat pengunduran diri dari kantor. Aku rasa aku tak cocok menjadi anak buahmu," katanya serius.

"Terang saja kau tak cocok jadi bawahanku, kupikir lebih seru jika kau bermain di bawahku, Ammy." Jack tersenyum tengil. Sementara Ammy hanya bisa mendengkus kesal.

"Lepaskan tanganku!" ucapnya dengan suara melengking.

"Apa yang sudah kugenggam tidak mudah aku lepaskan. Kita jalani saja satu malam bersama, setelah itu silakan putuskan jika kau sanggup pergi dariku. Mudah bukan?"

Ammy semakin gusar pada sikap pria muda di hadapannya itu. Ia menampar pipi lelaki mesum itu keras-keras. Menyisakan rasa panas dan kebas di pipi Jack. Pria itu memegangi pipinya dengan sebelah tangan. Mengusapnya pelan.

Ditampar? Baru kali ini dia merasakan ditampar seorang wanita, dan wanita itu hanya seorang sekretaris? Demi apa?

Damn, kenapa wanita pemberontak itu semakin menarik saja di matanya.

Ammy masih berusaha melepaskan tangannya dari pria itu. Namun usahanya percuma, tangan itu terlalu kuat.

"Lepaskan!" pekiknya.

Alih-alih melepaskan genggamannya, Ia malah menarik sekretaris cantik itu ke pelukannya.

"Diamlah sebentar! Kau akan nyaman di dekatku. Aku jamin itu," katanya penuh percaya diri.

"Aku tak akan memperkosamu, percayalah, aku masih punya harga diri untuk tidak menjadi binatang seperti itu," ucapnya melunak.

"Apa kau memperlakukan semua wanita seperti ini, Jack? Katakan aku yang ke berapa?" Ia melirik wajah Jack yang berada begitu dekat dengan wajahnya. Sampai ia mampu merasakan embusan napasnya. Vibrasi detak jantungnya berpacu meninggi. Merasakan gelenyar seperti kupu-kupu beterbangan di dadanya.

"Hanya kau, Ammy. Aku tak pernah penasaran pada wanita. Mereka hanya kupakai semalam dan kami tak pernah saling menyebut nama. Mereka hanya tempat pembuangan lendirku. Tapi, kau berbeda. Ada yang bergetar di dadaku saat aku bersamamu, Padahal kita baru bertemu tadi pagi." Manik cokelat itu bersitatap dengan iris biru Ammy, mengundang perasaan campur aduk yang membuncah di hati keduanya.

"Demi Tuhan, Jack. Aku tidak pernah bermimpi akan bertemu dengan makhluk luar angkasa sepertimu."

Ia kembali mengembangkan senyum.

"Kalau begitu, mimpikan aku mulai hari ini, Am."

Suara gemuruh petir dan awan hitam mampu membuat Ammy melunak. Ia benar- benar merasa takut pada suasana yang begitu mencekam. Tidak ada pilihan selain Jack. Ini sudah malam dan pada siapa ia akan minta pertolongan?

Sialnya lagi baterai ponselnya habis beberapa menit setelah si bos menjengkelkan itu menghubungi ayahnya. Menunggu taksi atau kendaraan umum saat cuaca tak mendukung sepertinya mustahil, bahkan jalanan tampak sunyi dan lengang.

"Masuklah ke mobilku! Kau menggigil. Atau jika kau memilih tetap pulang sendiri, jangan menyesal jika ada berandal yang memperkosamu nanti, itu bukan ide yang lebih baik daripada tidur denganku, bukan? Tak jarang mereka suka main keroyokan. Atau malah kau tertarik main keroyokan?" Jack masih tersenyum miring. Menggeleng samar, geli pada ucapannya sendiri.

Ia membimbing Ammy memasuki mobilnya. Ammy menurut, ia tidak mungkin pulang sendiri dalam keadaan seperti ini. Dan setidaknya Jack benar, jika ada berandal yang melakukan hal yang tidak-tidak, tentu itu adalah kesombongan konyol yang mencelakai diri. Pada akhirnya dia memilih memasuki Aston Martin Vanquish mewah milik Jack.

Sorry, Cause I love you  (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang