Bab 1

278 20 0
                                    

Rumah bercat biru laut, tepat di depan rumahnya selalu jadi pemandangan pertama saat menatap jendela kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah bercat biru laut, tepat di depan rumahnya selalu jadi pemandangan pertama saat menatap jendela kamarnya. Senyum gummy yang menggemaskan, anak tetangganya itu selalu punya tingkah yang undang banyak tawa sekaligus rasa terhina setiap kali netra bulat itu memandang kearahnya seolah mengatakan kalau, 'Senka penuh dengan kekurangan.' meskipun benar tetapi siapa yang rela direndahkan.

Punya keluarga yang sibuk sana sini, dan jadi piatu kesepian. Anak itu berpikir, kekurangan Senka itu adalah keluarganya yang tampak aneh dan konyol.

Anak dibawah umur itu pernah bilang kalau, 'Keluarga Kak Senka itu berbeda.'.

Memang, tidak bisa dipungkiri memang begitu adanya. Memang lain dengan keluarga yang anak kecil itu punya, keluarga yang tampak umum dan sangat sejahtera. Sebagaimana seorang Ibu seharusnya di rumah mengurus anak dan jadi figur yang hangat dan Ayah yang bekerja tanpa lupa waktu bersama keluarga, begitulah hidup tetangganya, kehidupan bocah tujuh tahun, Ianthe Fayden Jung.

Senka rasa memang kehidupannya sekonyol yang Fayden katakan. Saat seseorang yang harusnya mengisi posisi yang rumpang memilih mengejar kesenangan, orang lain justru bersusah payah meraih kadera yang kosong dalam rumah yang Senka tinggali.

Menciptakan banyak kerumitan dan perdebatan, kesemerautan hubungan terutama dengan sepupunya, Ascian Valde Chan.

"Senka! Sarapan dulu." Itu suara Bibi Kalysa, Adik Ayah.

Sejak kapan Bibinya ada di rumah? Sejak pagi buta disetiap harinya.

Untuk apa? Menyiapkan masakan rumahan untuk Senka sarapan.

Dan itulah yang memuakkan, setiap Bibi datang maka sepupunya Ascian, akan memakinya seolah ia adalah pengemis perhatian. Bahkan sebulan yang lalu mereka bertengkar hebat saat Ascian tahu kalau Ibunya dengan sengaja menduplikat kunci rumah Senka agar lebih leluasa masuk katanya.

Yang berusaha mengisi kekosongan, Bibi Kalysa Sander Chan. Dan Senka ingin, semua kekonyolan ini dihentikan. Karena semakin hari semakin runyam, Senka hanya tidak tahan kalau harus terus menghadapi kebencian sepupunya yang kian membesar.

"Berhenti datang pagi-pagi buta Bi atau Kak Cian akan semakin marah padaku." Menarik tali ranselnya, meninggalkan segelas susu hangat yang masih meruap dan sepiring nasi goreng yang mulai dingin, "Paman juga akan semakin salah paham."

Penolakan yang kesekian kalinya, Senka suarakan. Tetapi tidak juga membuat Bibinya gentar. Meski Senka sudah menegaskan secara terang-terangan, karena sudah muak luar biasa.

Sementara itu, Kalysa selaku Bibi dari Senka juga punya alasan atas sikapnya yang terlihat berlebihan, hanya saja yang bersangkutan memang tidak mau paham.

Masalahnyabkarena satu hal, kesalahpahaman yang mengacau. Ketika semua perhatian Bibi terus bermuara pada Senja dan mengabaikan putranya sendiri.  Bahkan Paman Chan, suami dari Bibi Kallysa pun mengatakan hal yang sama, bahwa seluruh pemikiran Bibi hanya berputar-putar pada Senka. Rasa khawatir, rasa sayang, dan rasa sebagaimana seorang Ibu hanya ada buat Senka, untuk Ascian hanya sisanya saja.

Ini juga salah satu keanehan dari keluarga Senka menurut Si bocah kecil, Fayden.

Lalu keanehan lainnya, Saat Fayden tahu kalau Ayah Senka punya banyak persona. Terlihat mempesona dan bersinar diluar sana, tetapi payah dalam urusan berkeluarga.

Fayden pernah dengan lancang mengatakan kalau, 'Ayah Kalan bermuka dua.' Hanya sebab sering umbar senyum diluar tetapi punya wajah masam saat pulang.

Kebanding Fayden yang punya banyak protes, Senka justru tidak menanggapi apapun prihal Ayahnya. Karena yang Fayden lihat adalah bagaimana keluarganya berjalan sekarang sementara Senka sudah ada dalam lingkaran menyesakkan itu sejak lama.

Seumpama susunan jenga yang dibangun diatas fodamen yang tak rata, satu saja tindakan serampangan akan menghancurkan semua susunan yang sudah diusahakan kokoh sedemikian rupa.

Senka merasa suaranya, pendapatnya, akan mengacaukan kesetabilan keluarganya.  Segala bentuk protesnya akan mengacaukan kedamaian yang ada. Senka pikir, diam adalah bagian dari usaha mempertahankan segalanya, agar tetap baik-baik saja.

Semesta mengajarkan keluarganya banyak hal, kenyataan menampar mereka tanpa perasaan, dan kesedihan tidak kenal belas kasihan. Pernah porak-poranda hingga terasa bagai serpihan yang siap terbang, keluarganya bangkit dari rasa sakit dan menyokong masa depan diatas landasan banyak luka yang bersarang.

Sekarat dan banyak luka berkarat, sangat kurang ajar kalau Senka menderel mereka dengan pertanyaan yang semakin hari kian tidak berguna, sia-sia saja.



Makanya supaya tetap damai, kalau soal Ayah, Senka memilih diam.

Makanya supaya tetap damai, kalau soal Ayah, Senka memilih diam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yang pertama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yang pertama

Dari San Cya Senka.


Ini revisi, di updatenya tidak menentu. Soalnya belum menemukan jadwal yang pasti seperti buku 'Tanpa Jeda.' jadi 24/7 Heaven updatenya random, disesuaikan dengan jumlah draf yang ada.

Terimakasih sudah membaca, jangan lupa votementnya.

Minki mau bilang semangat pada diri sendiri, tapi silent reader di hampir semua tulisan Minki itu banyak. Ya, rasanya lumayan runyam.


Written by Minminki.


24/7 = HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang