Tembus 644 Kata
°•°•°
Menurut filosofi, bunga sweet asylum itu kuat. Meskipun kecil dan terlihat rapuh namun masih mampu menahan angin kencang yang menghantam. Bunga kaktus pun sama, mekar indah meski diterpa panas yang menggelora. Meskipun hidup ditengah penderitaan, tetap merkah seperti mawar merah.
Serupa dengan Yoeun, teman Senka. Tetap ceria meski berdiri disekitar derita. Gadis yang dengan berani mengutarakan keinginan hati berteman dengan Senka yang terkenal minim simpati ditengah perayaan hari jadi sekolah tempo hari.
Sudah sejak sekolah dasar, Yoeun selalu berusaha memasuki lingkup hidup Senka. Ingin tahu Ayahnya, silsilah keluarganya, menjamah kehidupan Senka tanpa mampu dicegah.
Meskipun terkesan serampangan dan tinggi rasa penasaran, tetapi Yoeun bukan tipe gadis yang senang mengumbar kesulitan orang. Ia hanya akan diam saat situasi memanas dan akan bicara tenang serupa angin sejuk saat situasi memungkinkan. Perlahan membuat Senka tidak keberatan membagi beberapa hal selagi tidak melewati batas dalam lingkup pertemanan. Walaupun terkadang risih juga dengan sifat banyak bicara yang gadis itu tunjukan. Terlalu ekstrovert untuk Senka.
Satu lagi yang terkadang membuat Senka agak risih juga. Kebiasaan Yoeun yang suka datang tiba-tiba, "Senka!"
Seharusnya Senka sudah terbiasa, tapi nyatanya ia tetap berjengkit kaget, "Sedang baca buku apa? Coba aku lihat."
Merampas secepat kilat, tanpa menunggu izin dari Senka selaku pemilik buku. Senka tidak marah, cuma agak tidak nyaman saja. Tapi Yoeun memang begitu tingkahnya, kelihatan tidak sopan tapi sebenarnya gadis itu hanya bercanda. Sifat usilnya juga hanya muncul saat dengan Senka.
"Apa tidak ada pekerjaan lain yang bisa kau lakukan selain menggangguku? Pergi sana, lakukan sesuatu yang berguna." Siku Senka mendorong pelan lengan Yoeun agar duduknya sedikit bergeser menjauh.
Buk, dan dengan tanpa perasaan Yoeun menutup buku begitu kasar di depan wajah Senka, "Woah, tega sekali Tuan Senka yang tampan mengusir Nona cantik sepertiku."
Mata Senka berkedip cepat, angin yang munculnya dari tindakan Yoeun menutup buku seenak jidatnya membuat matanya sedikit kelilipan, "Bukan begitu Yoeun, aduh." Rasanya seperti ada bulu mata atau debu yang masuk, mengganjal dan menggores bola matanya.
"Padahal aku mau cerita banyak hari ini. Tapi karena kau tidak mau dengar, yasudah tidak jadi." Bersidekap tangan didepan dada, marah ceritanya.
Sedang Senka masih sibuk dengan matanya, "Katakan saja, Yoeun. Telingaku ini ada lubangnya, pasti kedengaran."
"Tapi aku bukan cuma mau didengarkan Senka. Kau harus memperhatikan aku juga saat bicara." Menangkup kedua sisi pipinya dari Senka. Yoeun membuat kawannya itu mau menatapnya. Tapi masalahnya, Senka masih belum nyaman dengan matanya. Dan itu terlihat jelas Dimata Yoeun, "Ada apa dengan matamu?"
"Ini karenamu. Makanya kalau tutup buku itu pelan-pelan, tidak perlu juga didepan wajah orang lain. Mataku jadi kelilipan."
"Mana coba aku lihat." Meneliti kedalam mata kawannya. Hanya tersisa beberapa inchi, sedekat itu jarakbwajah mereka, tetapi Yoeun tetap, "Aku tidak melihat apapun." Tidak bisa melihat partikel yang menganggu pandangannya Senka.
"Tapi sakit, Yoeun." Rasanya seperti ada sesuatu yang kasar ikut bergerak setiap Senka mengedipkan matanya.
"Coba aku tiup." Ini cara yang biasa orang lakukan, untuk mengatasi masalah kelilipan seperti ini. Yoeun tidak tahu efektif atau tidak, ia hanya mencoba mengaplikasikan kebiasaan khalayak banyak, "Masih sakit tidak?"
Senka mencoba berkedip beberapa kali. Lumayan membaik, tapi masih sedikit tidak nyaman, "Sepertinya masih, sedikit."
Dan untuk itu, Yoeun meniup lagi mata Senka, "Sudah?"
Satu kedipan, dua kedipan, "Ya, lumayan." Setidaknya tidak seburuk sebelumnya, "Jadi kau mau cerita apa?" Ini bagian pentingnya. Kalau sudah sampai tahap bercerita, berarti Yoeun sudah tidak sanggup mengolahnya sendiri. Untuk itu Senka siap mendengarkan dan membantu kawannya mengurai hal yang mengganggu pikirannya.
"Ibu sudah pulang, Senka." Yoeun mengulum bibirnya, berpikir sejenak. Apa ia pantas mengatakannya atau tidak. Pasalnya ini akan jadi sebuah masalah sebab hal ini juga yang pernah memicu renggangnya hubungannya dengan Senka, karena dorongan dari Ayah Senka sendiri, "Ibu bilang, katanya dia merindukanmu."
Keberanian yang Yoeun kumpulkan, pada akhirnya ia kerahkan untuk mengatakan, "Kau mau'kan menemuinya?"
Telunjuk Senka menunjuk dirinya sendiri, "Aku?"
Untuk itu Yoeun mengangguk, "Semuanya gagal Senka. Ibu tidak bisa melupakanmu."
Untuk segala bentuk Typo atau kesalahan penulisan kosa kata dan ejaan, mohon di maafkan.
Tapi jangan lupa bilang ya, diruang kotak. Password-nya, 'Minki ada typo, nih.'
Terimakasih sudah mampir.
Written by Minminki.
KAMU SEDANG MEMBACA
24/7 = Heaven
Fanfiction[24/7 = Heaven] "Tidak perlu rumah untuk saling menyalahkan, tidak perlu rumah untuk saling menghina, tidak perlu rumah untuk saling membandingkan, dan tidak perlu rumah untuk saling menyudutkan. Tempat lain juga bisa."